Media Asuransi, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyebutkan kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang sudah diputuskan oleh DPR bersama pemerintah pada 2022. Namun, Herman tetap mengingatkan adanya potensi dampak negatif terhadap daya beli masyarakat.
Pemerintah telah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan mengalami kenaikan dari 11 persen menjadi 12 persen per Januari 2025. Usai menemui Presiden Prabowo beberapa waktu lalu, DPR menegaskan kenaikan PPN ini disasar hanya untuk pembelian barang mewah.
|Baca juga: Berikut 6 Saham Pilihan untuk Jemput Rezeki di Awal Pekan
|Baca juga: ABB Insurance Broker Berhasil Raih Digital Financial Excellence Awards 2024
Kondisi itu dengan tetap mengecualikan layanan dasar bagi masyarakat, seperti sektor kesehatan, pendidikan, perbankan, dan kebutuhan barang pokok.
Sedangkan penurunan daya beli ini, jelasnya, akan berimbas terhadap penyerapan sektor produktif hingga penurunan minat terhadap investasi dan mengoreksi pertumbuhan ekonomi. Karena itu, ia mendorong agar pemerintah melakukan kajian komprehensif dan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum penerapan kebijakan tersebut.
“Meski disebut menyasar kepada pembelian barang mewah saja, saya tetap menanti penjelasan lebih lanjut dari pemerintah yang dikategorikan sebagai barang mewah serta turunannya dan substitusinya agar tidak terjadi kekeliruan,” jelasnya, dikutip dari laman DPR, Senin, 9 Desember 2024.
Lebih lanjut, ia menilai, pentingnya pemberlakuan diskresi berupa pemberian insentif pajak pada sektor-sektor tertentu, seperti sembako kepada masyarakat. “Artinya, untuk mengimbangi konsistensi pemerintah terhadap amanah undang-undang, juga harus ada insentif kepada sektor-sektor tertentu yang harus juga dijelaskan kepada publik,” ucapnya.
|Baca juga: Shannedy Ong Diangkat Jadi Direktur Surge (WIFI)
|Baca juga: Marein (MREI), Manulife Syariah, hingga Tap Insure Rombak Jajaran Para Bos di Pekan Lalu
Hal itu, tambahnya, sebagai bentuk kepastian pemerintah terhadap afirmative action terhadap masyarakat. “Misalkan karena ada kenaikan barang mewah 12 persen, misalkan, PPN untuk sektor-sektor yang dibutuhkan publik diberikan insentif tiga persen, kan bisa turun,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News