Selama beberapa dekade terakhir, istilah terdengar, merujuk pada dampak climate chaos semakin sering destruktif dari perubahan iklim yang semakin tak terkendali. Perubahan iklim, yang pada awalnya dipandang sebagai proses lambat, kini bergerak jauh lebih cepat dari yang diperkirakan. Salah satu manifestasi dari climate chaos adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem. Dua kejadian cuaca ekstrim yang menarik perhatian di 2024 ini adalah Super Taifun Yagi dan Puting Beliung Rancaekek.

Fenomena Puting Beliung Rancaekek . | Foto: Maipark
Super Taifun Yagi melanda sebagian besar negara di Asia Tenggara, Hongkong, dan China bagian Selatan pada 1 hingga 8 September 2024 dengan kecepatan angin maksimum 260 km/jam (~140 knot), mengakibatkan 830 orang tewas, 2.270 cedera, dan 131 hilang. Bencana ini juga merusak lebih dari 661.000 bangunan, termasuk rumah warga, sekolah, kantor, dan jembatan, dengan total kerugian ekonomi ditaksir mencapai 16,5 miliar USD.

Dampak kerusakan pada salah satu bangunan pabrik akibat Puting Beliung Rancaekek. | Foto: Maipark
Puting beliung Rancaekek terjadi pada 21 Februari 2024 dan menyebabkan lebih dari 534 bangunan mengalami kerusakan ringan hingga berat, termasuk pabrik tekstil PT Kahatex. Dinding dinding bata dan seng (corrugated steel), serta tiangtiang listrik yang terbuat dari beton dan besi, roboh. Atap-atap bangunan rusak, lepas, dan hampir tidak tersisa. Rangka atap yang terbuat dari baja ringan dan baja solid tampak bengkok dan terpelintir akibat kekuatan angin yang sangat dahsyat.
Baik Super Taifun Yagi maupun Puting Beliung Rancaekek bukanlah fenomena baru di wilayahnya. Namun, keduanya merupakan kejadian yang paling kuat dan merusak di wilayah tersebut dalam beberapa dekade terakhir.

Perkiraan lintasan angin puting beliung dan titik-titik survei yang dilakukan oleh MAIPARK (biru) dan Prodi Meteorologi ITB (merah) di Rancaekek dan sekitarnya. | Foto: Maipark
Taifun (atau typhoon) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan siklon tropis yang terbentuk di wilayah Asia Timur seperti Jepang, Filipina, Cina, dan Korea yang memiliki kecepatan angin lebih dari 119 km/jam. Sementara puting beliung merupakan istilah yang berasal dari Indonesia untuk menggambarkan fenomena pusaran angin serupa tornado di Amerika Serikat, namun dengan karakteristik kecepatan angin dan dampak yang lebih rendah.
Risiko angin kencang di Indonesia umumnya berasosiasi dengan puting beliung dan tidak dengan taifun atau badai dan siklon tropis. Mengapa demikian?
Taifun atau badai atau siklon tropis tidak bisa terbentuk di daerah ekuator karena rotasi angin yang diperlukan untuk pembentukan sistem siklon tidak dapat terjadi akibat adanya gaya Coriolis. Gaya Coriolis adalah fenomena yang disebabkan oleh rotasi Bumi dimana benda yang bergerak di atas permukaan Bumi mengalami deviasi ke kanan di belahan bumi utara dan ke kiri di belahan bumi selatan. Efek ini penting dalam mengarahkan pergerakan angin dan arus laut. Gaya Coriolis ini akan hilang atau mengecil apabila mendekati ekuator sebagaimana persamaannya yang menghitung fungsi sinus lintang daerah. Sinus lintang 0 derajat di ekuator adalah nol. Inilah yang menyebabkan kita tidak melihat fenomena cuaca seperti taifun Yagi atau Badai Katrina terjadi di Indonesia.

Peta lintasan siklon tropis dunia dalam rentang waktu 1985 – 2005, terlihat bahwa wilayah ekuator bersih dari jejak siklon tropis (sumber: Nilfalion).
Meski demikian, perubahan iklim juga ditengarai yang menjadi penyebab terjadinya tiga anomali siklon tropis dekat garis ekuator, yaitu siklon tropis Vamei yang terjadi di Singapura pada tanggal 26 Desember 2001, siklon tropis Cempaka yang terjadi di wilayah Jawa dan Bali pada 22 November 2017 dan siklon tropis Seroja yang terjadi di wilayah Nusa Tenggara pada tanggal 3 April 2021.
Kita akan menghadapi kondisi cuaca ekstrim yang semakin tidak menentu di masa depan. Kejadian puting beliung seperti di Rancaekek berpotensi akan semakin sering kita alami. Dalam suhu permukaan laut yang lebih tinggi akibat pemanasan global, siklon tropis dapat tumbuh menjadi badai yang lebih kuat dan lebih destruktif. Selain itu, kecepatan perubahan kategori pada siklon tropis juga meningkat, yang berarti badai dapat beralih dari kategori satu ke kategori lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat. Ini akan mengarah pada kerugian yang lebih besar akibat risiko iklim di masa depan, termasuk kerugian asuransi.
Pengelolaan risiko iklim di industri asuransi umum Indonesia berada pada titik yang menentukan. Sudah saatnya risiko iklim ini dikelola dengan lebih prudent. Sudah saatnya risiko iklim menjadi stand-alone policy?
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News