Studi terbaru tentang masa depan asuransi yang dirilis oleh Economist Impact dan SAS, perusahaan pemimpin data & AI, menunjukkan bahwa pada tahun 2040 inovasi teknologi yang didorong oleh customer centricity dapat membuka jalan menuju ketahanan iklim yang lebih baik dan penawaran yang lebih personal dari industri asuransi. Alhasil, asuransi akan menjadi sebuah kemewahan yang hanya diberikan kepada segelintir orang tajir.
Dalam laporan bertajuk ‘Revealing the Paths to 2040: Four Possible Scenarios for Insurance’, industri asuransi saat ini dinilai berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Industri ini menghadapi berbagai tantangan mulai dari peningkatan kejadian cuaca dan bencana ekstrim akibat perubahan iklim, hingga volatilitas geopolitik dan pergeseran demografi.
Di sisi lain, kemajuan teknologi yang pesat dan kebutuhan pasar yang terus berkembang merupakan tantangan lain yang harus dihadapi oleh industri asuransi.
Laporan ini mengungkap lima megatren yang saling berkaitan dan sangat penting bagi industri asuransi untuk diantisipasi pada 2040. Pertama, percepatan revolusi digital yang menghasilkan pasar dan peluang bisnis baru sekaligus meningkatkan risiko tertentu (misalnya, serangan siber, penipuan, misinformasi, dan kejahatan keuangan, serta peraturan dan masalah privasi).
Kedua, perubahan iklim menimbulkan ancaman bagi masyarakat dan perdagangan yang mendorong perusahaan untuk mengambil tindakan untuk memitigasi risiko iklim.
Ketiga, globalisasi semakin dalam tekanan, di tengah meningkatnya nasionalisme dan proteksionisme. Hal ini mendorong ketidakpastian rantai pasokan global, standar teknologi, dan tata kelola internasional sejalan dengan peningkatan eksposur pelaku korporasi reputasi, operasional dan risiko keuangan.
Keempat, ketimpangan ekonomi dan sosial meningkat yang berisiko memarginalisasi populasi rentan. Kesenjangan perlindungan global, mewakili gap antara kerugian insured dan uninsured tercatat meningkat selama dekade terakhir.
Kelima, pergeseran demografi besar-besaran sedang berlangsung dengan peningkatan populasi yang menua dan penduduk yang tinggal di daerah perkotaan.
Dalam menghadapi megatren tersebut, laporan ini menyampaikan empat skenario yang dapat dijadikan acuan. Analis Senior Economist Impact, Edwin Saliba, menjelaskan bahwa skenario yang dibuat tidak dimaksudkan untuk memprediksi masa depan, tetapi sebaliknya untuk menjajaki kemungkinan masa depan industri asuransi.
“Membantu perusahaan asuransi memposisikan diri mereka dengan lebih baik untuk merespons secara efektif tantangan-tantangan yang muncul dan meraih peluang peluang baru,” jelasnya.
Principal Global Insurance Advisor SAS, Franklin Manchester, mengatakan ada kemungkinan besar industri asuransi akan runtuh pada tahun 2040, dan hal ini akan mendorong semua perusahaan asuransi untuk mempertimbangkan peningkatan risiko dan ketahanan mereka secara keseluruhan.
“Perusahaan asuransi tidak dapat memberikan harga kepada pelanggannya di luar perlindungan di zona banjir agar tetap mendapatkan keuntungan di tengah krisis iklim,
tentu saja tidak untuk selamanya, dan mungkin tidak untuk waktu yang lebih lama,” terangnya.
Seiring dengan berjalannya revolusi digital, tambahnya, perusahaan asuransi dapat dan harus berinvestasi dalam inovasi yang bertanggung jawab demi masa depan yang lebih berketahanan iklim dan sejahtera, atau mereka berisiko gagal memenuhi proposisi nilai mendasar dari asuransi, yaitu melindungi masyarakat.
Skenario pertama adalah isolasiisme dan pertumbuhan teknologi yang tidak diatur menyebabkan target iklim tidak tercapai. Politik global yang isolasionis mengarah pada percepatan evolusi teknologi, tanpa dibatasi oleh pagar pembatas peraturan atau koordinasi global yang lebih luas.
Komunitas internasional gagal mencapai target iklim karena kurangnya kerja sama global. Hanya negara-negara dengan ekonomi paling maju yang dapat berinvestasi dan menggunakan teknologi ramah lingkungan (misalnya, energi terbarukan, kendaraan listrik), sementara negara-negara berkembang dan wilayah-wilayah lainnya menderita.
Asuransi swasta yang sangat teregionalisasi menciptakan kesenjangan besar dalam penawaran produk dan harga, dan kesenjangan perlindungan asuransi yang luas melebar karena perusahaan asuransi menarik diri dari pasar berisiko tinggi.
Skenario kedua adalah pemusatan pada pelanggan mendorong pendekatan yang berfokus pada pencegahan dan transformasi iklim. Jika upaya regulasi dan kerja sama global berhasil melindungi identitas digital dan privasi data, jalur komunikasi baru yang terbuka antarnegara dan wilayah akan menginspirasi kemajuan kolektif dalam teknologi baru. Perusahaan asuransi beralih dari pendekatan ganti rugi ke pendekatan pencegahan di seluruh kebijakan kesehatan, rumah, dan mobil.
Demokratisasi teknologi memungkinkan perusahaan asuransi menawarkan produk yang sangat dipersonalisasi kepada nasabah baru dan yang sudah ada, yang disesuaikan dengan profil dan preferensi risiko mereka.
Skenario ketiga adalah dampak perubahan iklim memacu ketahanan iklim, bagi sebagian orang. Negara-negara besar memperkenalkan pelaporan keberlanjutan perusahaan dan merombak kebijakan tanggap bencana dan pemulihan nasional mereka, dengan perusahaan asuransi memainkan peran utama dalam kepatuhan dengan menggunakan pendekatan pemodelan risiko.
Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah fokus pada penyelamatan nyawa dan mata pencaharian, sementara di negaranegara yang lebih maju, bank-bank mengadopsi hipotek yang disesuaikan dengan risiko iklim, dan perusahaan asuransi memperkenalkan premi asuransi rumah yang lebih rendah dengan mendorong pemilik rumah untuk memperbaiki properti mereka.
Ketika perusahaan asuransi berhenti memberikan pertanggungan, peraturan keselamatan dan kode bangunan tahan guncangan iklim diberlakukan untuk melarang pembangunan infrastruktur di zona berisiko tinggi. Perusahaan asuransi memanfaatkan data historis dan meningkatkan akurasi dan ketersediaan data, sehingga pemantauan lingkungan secara real-time dan analisis prediktif yang canggih menjadi lebih baik.
Skenario keempat adalah inovasi yang tidak memadai dan tidak ada kerja sama. Dalam skenario ini perusahaan asuransi akan menyerah. Potensi penuh AI gagal terwujud, dan industri asuransi tertinggal dalam beradaptasi dengan dunia yang dilanda bencana alam yang semakin dahsyat.
Kesenjangan pelindungan mencapai tingkat historis, yang secara tidak proporsional memengaruhi pasar negara berkembang, karena banyak yang tidak memiliki perlindungan dan menghadapi sumber daya publik yang signifikan.
“Bahkan para aktuaris yang paling berani sekalipun, dalam model risiko mereka yang paling ambisius, tidak dapat membayangkan meroketnya frekuensi dan tingkat keparahan kejadian kerugian yang telah kita alami dalam beberapa tahun terakhir,” kata Pemimpin Asuransi di Bidang Solusi Risiko, Penipuan dan Kepatuhan SAS, Thorsten Hein.
Dalam skenario ini, menurut dia, industri asuransi sedang berada di jalur yang mengkhawatirkan. Perusahaan asuransi menghadapi hal-hal yang tidak diketahui yang semakin kompleks jauh lebih cepat daripada yang pernah mereka hadapi di masa lalu, dan hal ini mendorong batas-batas aktuaria mereka.
“AI akan menjadi alat yang sangat diperlukan dalam membantu perusahaan asuransi untuk bertahan dan berkembang menuju tahun 2040, saat AI yang dipandu oleh kecerdasan manusia yang tahu bagaimana menggunakan kemampuannya secara optimal dan bertanggung jawab untuk kepentingan perusahaan dan perlindungan nasabahnya,” jelasnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News