Media Asuransi, JAKARTA – Laporan Allianz Risk Barometer mengungkapkan gangguan operasional diprediksi menjadi ancaman besar bagi bisnis di Asia pada 2025. Selain itu, serangan siber dan bencana alam juga disebut sebagai risiko besar yang perlu diwaspadai oleh perusahaan.
Direktur Regional Allianz Commercial Asia Christian Sandric menjelaskan dunia usaha menghadapi berbagai tantangan baru yang semakin kompleks. “Dalam situasi risiko yang semakin tidak stabil, perusahaan harus memastikan mereka memiliki perlindungan yang cukup dan langkah respons yang kuat,” ujar Sandric, dikutip dari Insurance Asia, Jumat, 17 Januari 2025.
Sandric menambahkan bisnis perlu mengambil langkah-langkah seperti mencegah kerugian, memiliki lebih banyak pemasok cadangan, memanfaatkan transfer risiko alternatif, dan menggunakan asuransi yang mencakup banyak negara.
Di Asia, gangguan operasional menjadi perhatian utama di negara seperti China, Hong Kong, Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan. Masalah ini terutama disebabkan oleh terganggunya rantai pasok yang semakin sering terjadi karena peran Asia yang besar dalam perdagangan global serta konflik geopolitik yang meningkat.
|Baca juga: Kebakaran di Los Angeles Bikin Perusahaan Asuransi Rugi Besar hingga US$25 Miliar!
|Baca juga: Bos ShopeePay: Layanan Keuangan Digital Berpotensi Buka Akses Tanpa Batasan Wilayah
Menurut Allianz Trade, gangguan perdagangan global biasanya terjadi setiap 1,4 tahun sekali. Akibatnya, perusahaan bisa mengalami kerugian ekonomi sebesar lima hingga 10 persen dari biaya produksi.
Selain itu, serangan siber juga menjadi ancaman besar. Pada tahun lalu, jumlah serangan siber per minggu naik 23 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Beberapa serangan besar meliputi peretasan pada Japan Airlines, firma hukum Shook Lin & Bok di Singapura, dan bursa kripto terbesar di India, WazirX.
Bencana alam, seperti banjir, gempa, dan topan, berada di urutan ketiga risiko terbesar di Asia. Di Jepang, gempa dengan kekuatan 7,5 di Semenanjung Noto mengakibatkan kerugian hingga US$12 miliar. Di Hong Kong, curah hujan akibat Topan Haikui menjadi yang terberat dalam 140 tahun terakhir.
Sedangkan 2024 juga menjadi tahun kelima berturut-turut di mana kerugian akibat bencana alam melebihi US$100 miliar secara global. Allianz menyebutkan risiko ini terus meningkat akibat perubahan iklim.
|Baca juga: OJK: Produk Asuransi Khusus untuk Fintech P2P Pending Masih Dilakukan Pendalaman
|Baca juga: Prudential Indonesia Jawab Tantangan Inflasi Medis
Chief Underwriting Officer Allianz Commercial Vanessa Maxwell menjelaskan risiko bisnis saat ini saling berkaitan. “Perubahan iklim, teknologi baru, regulasi, dan konflik geopolitik semakin saling terhubung dan menciptakan dampak yang kompleks,” katanya.
“Perusahaan perlu melihat risiko secara menyeluruh dan terus meningkatkan kemampuan untuk bertahan menghadapi tantangan ini,” pungkas Maxwell.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News