1
1

Tips Finansial dari MAMI: Investasi Sehat, Keuangan Kuat

CEO & President Director PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Afifa. | Foto: MAMI

Media Asuransi, JAKARTA – Dimotori kemajuan digitalisasi, investor-investor muda Indonesia kini menikmati mudahnya akses dalam mendapatkan informasi dan berinvestasi. Jumlah investor pasar modal Indonesia meningkat tajam. Dalam 4 tahun terakhir saja, pasar modal Indonesia menggaet lebih dari 10 juta investor baru (sumber: KSEI, Desember 2024), menggerakkan angka 3,9 juta di akhir 2020 ke 14,9 juta investor di Desember 2024.

Kini, domisili investor baru di Indonesia tidak lagi terpusat di Jawa, tetapi juga tersebar ke pulau-pulau lainnya. Dengan basis 3,9 juta investor, di akhir 2020 pulau Jawa memiliki 72 persen investor pasar modal Indonesia. Sementara itu hingga Desember 2024 dari total 14,9 juta investor, hanya 69,4 persen investor pasar modal Indonesia berdomisili di Jawa. Artinya ada lebih dari 3,4 juta investor pasar modal baru datang dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan NTT, serta Papua. Data KSEI juga menyatakan lebih dari 70 persen dari total investor Indonesia berinvestasi melalui aplikasi digital.

Terbuka lebarnya akses menuju informasi dan investasi ini merupakan berita gembira, tapi sekaligus menyimpan tantangan tersendiri. Apakah benar, mereka yang termasuk dalam 14,9 juta tadi adalah investor atau spekulan yang belum memiliki bekal pengetahuan investasi yang cukup?

|Baca juga: Tips Menikmati Pensiun Nyaman dan Sejahtera dari MAMI

CEO & Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Afifa, menyatakan bahwa orang-orang muda Indonesia perlu memisahkan dengan cermat antara investasi dan spekulasi. “Di tahapan hidup di mana ada begitu banyak tujuan finansial keluarga perlu diwujudkan, kita membutuhkan kesadaran dan pemahaman mengenai perencanaan keuangan yang mantap, agar tak terjerumus ke dalam spekulasi yang justru merugikan,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis, 30 Januari 2025.

Menurutnya, investasi yang sehat membutuhkan strategi jangka panjang untuk membangun kekayaan secara bertahap melalui beragam alternatif investasi. “Termasuk juga memahami berapa tingkat pertumbuhan yang wajar dari beragam alternatif investasi yang sustainable dan sudah terbukti bertahan melalui beragam krisis,” tuturnya.

Dia memberi contoh, pasar saham Indonesia yang telah ada sejak 1912, memiliki tingkat return majemuk rata-rata 11,9 persen per tahun selama 15 tahun terakhir. Atau Obligasi Ritel Indonesia (ORI), memberikan kupon di kisaran 6,00 persen hingga 6,50 persen per tahun. “Rasanya kecil dibandingkan dengan beberapa alternatif investasi baru yang menjanjikan para investor muda bisa kaya mendadak dalam satu-dua bulan. Inilah kenapa para investor muda Indonesia perlu bersahabat dengan waktu,” tambah Afifa.

|Baca juga: MAMI Sarankan Investor Berhati-hati Mengantisipasi Kebijakan The Fed

Sementara itu, compounding effect atau efek bunga-berbunga adalah pertambahan kecepatan uang tumbuh yang dapat dinikmati para investor jika mereka mulai berinvestasi sejak dini, sehingga punya waktu panjang sebelum suatu tujuan investasi tercapai.

Contoh, seseorang yang menyisihkan Rp1 juta setiap bulan, atau total Rp12 juta setahun, memang hanya akan menikmati pertumbuhan modal di kisaran hanya ratusan ribu rupiah jika berinvestasi si obligasi atau saham.

Akan tetapi, jika ia tekun dan berkomitmen, dalam 30 tahun investasinya berpotensi tumbuh menjadi sekitar Rp1 miliar melalui obligasi, atau Rp3,4 miliar melalui saham. Di awal periode investasi, pertumbuhan uang memang terasa lambat. Seiring waktu dan modal investasi yang terus menggulung, kecepatan pertumbuhan uang akan terpacu.

Afifa menjelaskan bahwa investasi reguler juga merupakan strategi yang baik bagi para investor muda. “Tekun berinvestasi secara rutin. Hindarilah perilaku spekulan yang keluar-masuk pasar tanpa keterampilan teknis yang cukup dan hanya mengikuti influencer di media sosial demi tergiur keuntungan besar dalam waktu singkat,” katanya.

|Baca juga: Tips Keuangan dari MAMI: Persiapkan Diri untuk Pensiun Sejahtera

Selain nyaman bagi mereka yang punya pendapatan bulanan seperti karyawan dan tak membutuhkan kemampuan investasi tinggi, investasi reguler juga punya keuntungan dari sisi pertumbuhan investasi dan pengendalian risiko fluktuasi. Mereka yang berinvestasi secara reguler akan memiliki lebih banyak unit investasi (misalnya lembar saham) pada harga perolehan murah, dan sedikit unit investasi pada harga perolehan mahal. “Ketika pasar saham bergerak naik, saham yang diperoleh pada harga murah memberikan laba lebih tebal. Ketika pasar saham terkoreksi turun, saham yang diperolah pada harga murah menjadi tameng karena kerugiannya lebih tipis,” terangnya.

Cara lain berinvestasi sehat adalah melalui reksa dana. Beda dengan berinvestasi secara langsung di saham atau obligasi, ketika kita berinvestasi di reksa dana, uang kita dikelola oleh Manajer Investasi berpengalaman. Reksa dana adalah portofolio investasi yang terdiri dari sekumpulan saham atau sekumpulan obligasi yang dipilih dengan hati-hati, lalu dikelola setiap hari untuk memberikan pertumbuhan optimal pada tingkat risiko terkendali.

Investor juga dapat memilih reksa dana yang sesuai dengan ekspektasi pertumbuhan dan kemampuannya menanggung risiko fluktuasi. Ada reksa dana saham yang agresif, reksa dana obligasi, reksa dana campuran, sampai reksa dana pasar uang yang sangat stabil. “MAMI juga memiliki beragam reksadana yang memberikan dividen rutin,” jelas Afifa.

Dia jelaskan, reksa dana mulai dikenal di Indonesia sejak 1995, walaupun sebenarnya sudah ada sejak 1976, dan telah mendampingi 14 juta investor Indonesia mewujudkan tujuan keuangannya (KSEI, Desember 2024). Salah satu keunggulan reksa dana adalah bukan objek pajak, artinya seluruh keuntungan yang didapat investor sudah bersih dari potongan pajak.

Afifa juga mengajak para investor untuk selalu membekali diri dengan informasi yang lengkap, menguasai teknik berinvestasi yang dibutuhkan, serta selalu bijak saat ingin berinvestasi di instrumen investasi apa pun. “Pastikan juga kita tak sekadar silau dengan potensi keuntungan, tetapi memperhitungkan potensi risiko dari alternatif pilihan kita,” katanya.

Editor: S. Edi Santosa

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post IHSG Tersungkur Lanjutkan Pelemahan Akhir Pekan
Next Post Ekspektasi Konsumen hingga Kekurangan Tenaga Kerja Dorong Perusahaan Asuransi Wajib Berinovasi

Member Login

or