1
1

Kontrak Asuransi dengan Stop-Loss, Apakah Termasuk dalam IFRS 17?

Pengamat industri asuransi, Akademisi Universitas Padjadjaran Ersa Tri Wahyuni. | Foto: Ersa Tri Wahyuni

Oleh : Ersa Tri Wahyuni

 

Memasuki tahun 2025 yang merupakan tahun penerapan IFRS 17 atau PSAK 117 (dahulu PSAK 74) semakin banyak kebingungan di akar rumput para pelaku industri asuransi. Salah satu pertanyaan yang sering ditanyakan adalah apakah kontrak asuransi yang memiliki stop-loss masuk dalam ruang lingkup IFRS 17 atau tidak. Beberapa perusahaan asuransi atau reasuransi memiliki kontrak dengan stop-loss dengan proporsi yang cukup signifikan, sehingga apabila kontrak ini tidak termasuk dalam kontrak asuransi maka apakah perusahaan penerbit polis masih dapat dikategorikan sebagai perusahaan asuransi?

Tulisan ini mencoba untuk mengurai pertanyaan di atas dengan mengacu pada paragraf yang terkait di dalam PSAK 117. Perlu diwaspadai bahwa PSAK 117 bersifat “principle-based” sehingga para pembaca dan praktisi perlu menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menerapkan standar akuntansi ini. Namun demikian absennya suatu rule atau garis embarkasi yang jelas dalam standar akuntansi yang principle based bukan berarti penyusun laporan keuangan (ataupun konsultan) di industri asuransi dapat melakukan interpretasi yang semena-mena tanpa dasar.

Perbedaan pandangan di lapangan mengenai kontrak asuransi stop-loss harus segera dicari konsensusnya agar terjadi keseragaman kebijakan akuntansi untuk transaksi yang serupa. Apabila perbedaan ini terus meruncing, maka Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan membuat kebijakan yang mengarahkan industri pada kesimpulan yang benar.

 

Karakteristik Kontrak Asuransi dengan Stop-Loss

Kontrak asuransi dengan fitur stop-loss adalah kontrak yang cukup jamak di dunia asuransi. Biasanya terjadi pada produk-produk yang rasio klaimnya cukup tinggi sebut saja misalnya pada asuransi jiwa kredit yang bekerja sama dengan perbankan sebagai penyalur kredit KPR. Dalam hal ini perusahaan asuransi (atau reasuransi) hanya mau membayar klaim sampai maksimum persentase tertentu dari klaim yang dibayarkan (semisal 75 persen dari premi). Apabila pemegang polis sudah melakukan klaim lebih dari batasan yang telah ditetapkan, maka pembayaran klaim akan dihentikan dahulu sampai tambahan premi dibayarkan kembali. Dalam kasus ini maka tidak ada kemungkinan penerbit polis akan menanggung kerugian karena klaim yang dibayarkan akan senantiasa dibawah dari premi yang diterima.

Ada yang berpendapat bahwa penerbit polis bukan berarti tidak akan mengalami kerugian, namun cash flow-nya hanya tertunda saja. Klaim dihentikan sementara sampai lebih banyak lagi premi yang masuk. Ini hanyalah perbedaan timing arus kas saja. Secara jangka panjang bisa saja penerbit polis akan merugi. Namun hal ini dibantah oleh pendapat yang lain bahwa esensi dari fitur stop-loss adalah mencegah penerbit polis mengalami kerugian, jadi kalau seandainya terus-menerus rasio klaimnya tinggi, bisa saja penerbit polis melakukan evaluasi dan tidak akan melanjutkan kontrak di masa depan.

 

Apakah Kontrak Asuransi dengan Stop-Loss termasuk dalam PSAK 117?

Pertanyaan penting yang akan dijawab adalah apakah kontrak dengan fitur stop-loss termasuk dalam ruang lingkup PSAK 117 dan untuk menjawab hal tersebut perlu dipahami. Definisi kontrak asuransi dalam PSAK 117 adalah:

Suatu kontrak di mana satu pihak (penerbit) menerima risiko asuransi signifikan dari pihak lain (pemegang polis) dengan menyetujui untuk mengompensasi pemegang polis jika suatu kejadian masa depan yang tidak pasti (kejadian terasuransikan) berdampak merugikan terhadap pemegang polis.

PSAK 117 memberikan pedoman penerapan mengenai apa itu yang dimaksud dengan risiko signifikan pada paragraf PP 18-20. Pada paragraf PP 19 disebutkan dengan eksplisit:

[…] sebuah kontrak mengalihkan risiko asuransi signifikan hanya jika terdapat skenario yang memiliki substansi komersial di mana penerbit memiliki kemungkinan merugi atas dasar nilai kini. […]

Paragraf di atas menegaskan bahwa harus ada salah satu skenario penerbit polis dapat mengalami kerugian bila suatu risiko asuransi terjadi. Bila tidak ada satupun skenario yang dapat membuat penerbit polis merugi, maka dianggap risiko asuransi tidak signifikan dan bukan merupakan kontrak asuransi.

Ini menjadi pertanyaan penting bagi perusahaan asuransi dan reasuransi untuk memikirkan skenario seperti apa yang sekiranya dapat membuat perusahaan merugi. Apabila tujuan fitur stop-loss dibuat untuk menghindari kerugian maka menurut penulis akan sangat sulit untuk menerima bahwa kontrak dengan fitur stop-loss dianggap sebagai kontrak asuransi.

Skenario tidak akan rugi yang disebutkan di atas, tidak termasuk apabila perusahaan memiliki kontrak reasuransi yang dimiliki. Misalnya, perusahaan asuransi bisa saja tidak akan mengalami kerugian karena memiliki kontrak reasuransi yang bersifat treaty, kontrak seperti itu tetap dianggap sebagai kontrak asuransi. Hal ini dijelaskan dalam paragraf PP 19 di PSAK 117:

[…] Namun demikian, meskipun suatu kontrak reasuransi tidak menyebabkan penerbitnya terpapar kemungkinan kerugian yang signifikan, kontrak tersebut dianggap mengalihkan risiko asuransi signifikan walaupun kontrak tersebut mengalihkan kepada reasuradur keseluruhan risiko asuransi secara substantial terkait dengan bagian yang direasuransikan dari kontrak asuransi pendasar.

Apabila kontrak stop-loss tidak termasuk dalam ruang lingkup PSAK 117 maka entitas perlu melakukan analisis standar akuntansi mana yang dapat digunakan untuk kontrak stop-loss ini. PSAK 208 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan menawarkan petunjuk untuk perusahaan dalam membuat kebijakan akuntansi sesuai dengan hirarki yang sesuai.

 

Konsekuensi Penyajian dalam Laporan Keuangan

Apabila kontrak stop-loss bukan merupakan kontrak asuransi, maka ada konsekuensi terhadap penyajian pendapatan pada laporan laba-rugi. PSAK 117 mengatur penyajian laporan laba-rugi yang paling atas melaporkan pendapatan kontrak asuransi. Pendapatan selain kontrak asuransi disajikan di bawah setelah hasil neto dari asuransi dan hasil neto dari investasi. Perusahaan asuransi bisa saja memiliki bisnis selain bisnis asuransi. Misalnya untuk asuransi kerugian bisa memiliki bisnis jasa rental kendaraan. Perusahaan asuransi juga bisa memiliki pendapatan dari menyewakan gedung perkantoran.

Pertanyaan berikutnya mengenai hal ini adalah apabila perusahaan asuransi atau reasuransi memiliki kontrak stop loss yang sangat signifikan, dan kontrak stop loss ini tidak termasuk dalam PSAK 117, maka pendapatan kontrak asuransi dalam laporan keuangan akan kecil nilainya sementara pendapatan lain-lain akan besar nilainya. Bila demikian maka laporan keuangan dapat kehilangan relevansinya untuk pembaca laporan keuangan karena berpotensi membingungkan. Bagaimana mungkin sebuat perusahaan asuransi atau reasuransi memiliki pendapatan utama dari bisnis lain-lain selain bisnis asuransi?

Penulis adalah Pengamat Industri Asuransi dan Associate Professor Akuntansi Universitas Padjadjaran.

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Wadirut Lautan Luas Terseret Kasus LPEI, Manajemen LTLS Beri Klarifikasi
Next Post Eks Member GFriend Yerin Diam-diam Kerja di Perusahaan Asuransi Selama 2 Tahun!

Member Login

or