Oleh: Erwin Noekman
Semalam, Liverpool Football Club (LFC) telah membuktikan diri sebagai tim terbaik di Liga Premier Inggris untuk musim 2024/2025. Kemenangan di hadapan publik sendiri di Stadion Anfield, membukukan hasil kampiun ke-20 di Liga bagi klub asal Inggris Utara tersebut. Ada beberapa catatan bagi saya pribadi atas pencapaian tersebut.
Pertama, LFC mempunyai basis pendukung (suporter) –catat: pendukung bukan sekadar penggemar– terbanyak di dunia. Para pendukung LFC ini menamakan diri sebagai Kopites. Sebutan ini berasal dari kata Kop, yang merupakan sebuah zona tempat duduk, di belakang gawang, di sana para ‘ultras’ tanpa henti bernyanyi, menyuarakan harapan dan membakar semangat para pemain di lapangan.
Tercatat lebih dari 300 barisan pendukung resmi tersebar di lebih dari 100 negara di seluruh belahan dunia, dengan total pendukung sekitar dua juta orang. Di Indonesia sendiri, pendukung LFC secara resmi tergabung dalam Big Reds dan mempunyai anggota lebih dari 100.000 orang.
Hal yang bisa kita petik dari para pendukung LFC, salah satunya adalah keteguhan mereka dalam mendukung setiap upaya pertandingan. Apapun hasilnya, bukan menjadi hal utama, sepanjang para pemain telah bertanding dengan upaya maksimalnya, para Kopites ini diketahui tetap mendukung tim. Akan berbeda, bila sekadar penggemar –apalagi penggembira– yang akan segera menghilang ketika timnya puasa gelar selama beberapa saat. Kopites telah teruji, selama tiga dekade, tanpa gelar –bahkan sempat dikucilkan di Eropa– namun, penantian dan kesabaran berbuah baik, ketika LFC kembali menjuarai Liga Inggris dan Liga Eropa.
Dari sini, bisa diambil sebuah hikmah, perlunya advokasi dari pemangku kepentingan yang akan tetap setia berada di sekitar kita –hari gini, disebut sebagai support system– yang di bahasan berikutnya akan menjadi salah satu modal penting dalam keberhasilan tim (organisasi).
Di sisi lain, besarnya jumlah pendukung ini, menjadi satu pasar tersendiri. Bukan cuma sekadar penjualan tiket, namun juga untuk berbagai pernak-pernik (merchandise). Kita bandingkan serupa dengan penjualan kaos timnas Indonesia yang mulai hype di beberapa tahun terakhir.
Pendukung ini merupakan sebuah pasar yang loyal. Karenanya –atas pertimbangan bisnis dengan segmen pasar loyalis— di Jakarta pun, setelah di Bangkok, Kuala Lumpur dan Singapura, tahun lalu dibuka Liverpool FC Official Store.
Kedua, untuk memenangkan sebuah kompetensi (yang panjang) diperlukan strategi, komitmen, konsistensi, agilitas, disiplin, kerjasama tim dan dukungan dari semua pemangku kepentingan.
Tidak bisa dipungkiri, pemegang saham selaku pemilik juga memiliki andil dalam keberhasilan sebuah organisasi. Kalau cuma sekadar menyetorkan modal, tetapi sama sekali tidak memiliki atensi (apalagi passion) di usaha tersebut, bisa diyakini organisasi berjalan hampa, serasa tanpa nyawa. Hal ini juga serupa bila di sebuah perusahaan asuransi, pemilik modal cuma sekadar menggelontorkan dana, tanpa mempunyai kompetensi di bidang perasuransian, kekhawatiran akan keberlangsungan masa depan perusahaan bisa terancam manakala ada sedikit gangguan dalam industri. Namun, sekiranya pemilik modal memiliki komitmen kuat, tentu akan menggupayakan berbagai cara demi keberlangsungan perusahaan.
Peran pelatih, tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu faktor yang menentukan arah tim. Arne Slot, walaupun di awal kehadirannya di Anfield sempat diragukan untuk bisa membawa LFC mengangkat tropi, namun ia berhasil membuktikan kompetensinya dengan penerapan strategi yang pas, penempatan pemain termasuk pemain pengganti dan tim cadangan (reserve), konsistensi, pembagian waktu di antara banyaknya kompetisi yang dijalani LFC dalam waktu bersamaan, dan sebagainya. Di akhirnya, Slot sebagai nakhoda tim membawa LFC menjadi juara. Dia tidak mempedulikan cibiran –yang tidak penting– yang didengungkan oleh orang-orang di luar lingkaran LFC. Tetapi ia banyak mendengar dari dalam.
Peran pemain bintang. Seorang Mohamad Salah, dengan berbagai rekor penampilannya, tentu memegang peranan penting dalam keberhasilan LFC dalam beberapa tahun terakhir. Kinerja gemilangnya bukan cuma di lapangan, melainkan juga di luar lapangan. Sikap sportif di lapangan dan hangat di luar lapangan, menjadi sebuah syiar kebaikan. Alhasil tercatat beberapa warga lokal mengikuti keyakinan yang dijalani Salah.
Namun, tetap perlu dicatat bahwa seorang pemain bintang mungkin bisa membuat sebuah tim memenangi sebuah pertandingan. Tetapi untuk memenangi seluruh kompetisi yang panjang, dibutuhkan seluruh tim, termasuk cadangan, ofisial dan pendukung.
Dan kembali, “pemain ke-12” dari LFC yaitu Kopites sebagai pendukung sejati dari tim kesayangannya. Dengan chant yang semangat, hal ini turut membakar perjuangan para pemain di lapangan. Kembali, peran pemangku kepentingan, dalam hal ini pendukung (loyalis) sangat penting dalam pengembangan usaha. Diperlukan testimoni keberhasilan industri asuransi yang ujiannya ada dalam penyelesaian klaim. Siapkah kita?
Ketiga, kemenangan bukan cuma ditentukan dari diri kita sendiri, tetapi juga bergantung dari kinerja orang lain. Di musim kali ini, LFC hanya membutuhkan poin 80-an untuk bisa menjadi juara. Padahal di tahun-tahun sebelumnya poin yang mereka peroleh jauh lebih besar namun tetap tidak berhasil mengukuhkan mereka sebagai juara.
Hal ini terjadi karena di musim ini, para pesaingnya mengalami kemunduran, sedangkan LFC tetap konsisten. Di tahun-tahun sebelumnya LFC sudah baik, namun tim lawan ada yang jauh lebih baik lagi dalam perolehan poin. Jadi, fokus atas pencapaian poin tertentu secara personal, belum tentu bisa memposisikan kita melebihi orang lain. Dari sudut pandang organisasi, penting untuk menetapkan target dengan membaca situasi global dan eksternal. Bila kita sudah berusaha baik, namun bisa saja itu tetap ‘kurang baik’ di mata orang lain.
Terakhir, dari kemenangan Liverpool FC ini, kita tetap perlu belajar dan mengambil hikmah bahwa tiada kemenangan abadi, tiada pula kekalahan abadi. Semua akan dipergilirkan. Akan ada masa, seseorang atau sebuah tim disanjung setinggi-tingginya, namun bila sudah selesai masanya, habis pula riwayatnya. Namun para pendukung LFC mempunyai daya dukung yang luar biasa. Mereka terus mendampingi saat senang, apalagi di saat susah.
Dalam perspektif yang lebih luas, saya menggambarkan peran penting para pejuang kemerdekaan dan veteran. Semisal mereka melamar pekerjaan di masa sekarang, hampir pasti ditolak oleh perusahaan-perusahaan. Padahal bisa jadi merekalah yang paling berjasa membuat kita semua ada saat ini. Tetapi, sepertinya semua itu tidak akan banyak manfaat apabila tidak ada dukungan selayaknya para Kopites.
Semua itu tergambar dalam lirik lagu tema LFC.
You’ll Never Walk Alone.
When you walk through a storm hold your head up high and don’t be afraid of the dark. At the end of a storm, there’s a golden sky and the sweet silver song of a lark. Walk on through the wind. Walk on through the rain. For your dreams be tossed and blown. Walk on, walk on. With hope in your heart. And you’ll never walk alone. You’ll never walk alone.
Selamat Liverpool FC. Selamat bagi para Kopites.
Penulis adalah Pendukung Liverpool FC dan Alumni the University of Liverpool
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News