Media Asuransi, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan keputusan penundaan tarif tinggi dari Amerika Serikat (AS) kepada para mitra dagangnya memberikan efek yang positif terhadap perekonomian dunia, termasuk imbasnya kepada ekonomi Indonesia.
Deputi Gubernur BI Aida S Budiman menyampaikan pada awal April terjadi kebijakan tarif tinggi dari Negara Paman Sam terhadap mitra dagangnya. Namun tak lama dilakukan penundaan selama 90 hari kecuali China. Kondisi itu mau tidak mau memberi tekanan terhadap ekonomi global.
|Baca juga: Aset Tugu Naik Jadi Rp30,1 Triliun hingga Maret 2025 di Tengah Transisi PSAK 117
|Baca juga: Aplikator Potong Komisi Ojol, Ketua DPR: Kita Cari Win-win Solution yang Terbaik!
“Dan pada bulan tersebut, kami menurunkan prospek (pertumbuhan ekonomi) global dari sebelumnya 3,2 menjadi 2,9 persen,” ujarnya, kata Aida, dalam konferensi pers Hasil RDG BI, di Jakarta, Rabu, 21 Mei 2025.
Keputusan penundaan yang dilakukan AS, lanjutnya, membuat BI menaikkan kembali proyeksi pertumbuhan ekonomi global. “Dengan demikian, angka-angka proyeksi berikutnya memperkirakan PDB global membaik dari 2,9 persen ke tiga persen,” ucap Aida.
Bahkan, ada angin segar saat AS dan China menyetujui kesepakatan sementara. Apabila pada bulan lalu China diprediksi pertumbuhan ekonominya empat persen maka naik jadi 4,3 persen. Lalu AS yang sebelumnya diperkirakan tumbuh dua persen menjadi 2,1 persen.
“Juga pada saat yang bersamaan, inflasi menjadi lebih rendah secara global. Ini akibat dari tarif yang mengalami penundaan,” imbuh Aida.
Sebelumnya, BI melalui RDG yang digelar pada 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 5,50 persen. “Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 20 dan 21 Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan BI Rate 25 basis poin menjadi 5,50 persen,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo.
|Baca juga: Bos OJK Blak-blakan tentang Merger Adira Finance dan Mandala Finance
|Baca juga: BI Tetap Pasang Kuda-kuda Meski Perang Dagang AS-China Mereda
Selain penurunan BI Rate, bank sentral juga menyesuaikan suku bunga lain yakni deposit facility diturunkan ke level 4,75 persen, sementara suku bunga lending facility tetap bertahan di 6,25 persen. Perry menjelaskan langkah ini sejalan dengan outlook inflasi yang terkendali pada 2025 dan 2026, serta tetap berada dalam rentang target 2,5±1 persen.
“Ini adalah upaya kami mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkas Perry.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News