Media Asuransi, JAKARTA – PT Merck Tbk (Merck) mendukung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dalam memperluas akses skrining gangguan tiroid sebagai langkah strategis meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Melalui program ini, sebanyak 80 ribu tes Thyroid Stimulating Hormone (TSH) akan didistribusikan ke puskesmas di tujuh wilayah dengan prevalensi gangguan tiroid tinggi, yakni Deli Serdang, Jakarta, Malang, Makassar, Medan, Cirebon, dan Surabaya.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyatakan gangguan tiroid kerap tidak terdeteksi hingga menimbulkan dampak yang serius. Oleh karena itu, deteksi dini menjadi langkah krusial untuk mencegah komplikasi dan memastikan penanganan yang tepat sejak dini.
|Baca juga: Pemerintah Diminta Ambil Langkah Terukur Lindungi Masyarakat saat Kasus Covid-19 Naik
|Baca juga: Michellina Laksmi Triwardhany Jadi Wadirut SMBC Indonesia
“Kementerian Kesehatan mengapresiasi dukungan Merck dalam penyediaan alat pemeriksaan TSH di berbagai Puskesmas di Indonesia. Inisiatif ini merupakan bentuk nyata kolaborasi lintas sektor untuk memperluas akses layanan kesehatan ditingkat prime,” ucapnya, dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat, 6 Juni 2025.
Data menunjukkan gangguan tiroid di Asia Pasifik memiliki prevalensi tinggi dengan sekitar 11 persen populasi dewasa menderita hipotiroidisme dibandingkan dengan angka global yang hanya 2-4 persen. Data ini menegaskan pentingnya deteksi dini dan edukasi berkelanjutan bagi masyarakat.
Presiden Direktur Merck Evie Yulin menambahkan Merck percaya tes tiroid sederhana dalam Program Deteksi Dini Gangguan Tiroid ini bisa menjadi pengubah permainan untuk menolong jutaan pasien yang belum terdiagnosis. Merck memiliki semangat untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dalam meningkatkan kesadaran dan deteksi dini bagi masyarakat Indonesia.
“Dukungan ini juga sejalan dengan Manifesto Tiroid Merck, sebuah ajakan pemeriksaan gangguan tiroid skala besar untuk mendiagnosis lebih dari 50 juta orang yang hidup dengan hipotiroidisme pada 2030,” ucapnya.
Program ini juga mendapat dukungan dari komunitas pasien tiroid Indonesia, Pita Tosca. Ketua dan pendirinya, Astriani Dwi Aryaningtyas mengatakan sebagai pejuang tiroid, memiliki gejala klinis dan faktor risiko gangguan tiroid itu dapat menurunkan kualitas hidup individu.
|Baca juga: Cek Jadwal Operasional BNI Saat Libur Iduladha di Sini
|Baca juga: APBN Diklaim Hadir untuk Melindungi Daya Beli Masyarakat di Tengah Gejolak Global
“Gangguan tiroid yang tergolong sebagai penyakit tidak menular, terkadang memiliki gejala klinis yang tidak terlihat, namun berdampak signifikan,” tuturnya.
Seperti yang diketahui, kelenjar tiroid berukuran kecil. “Kendati demikian manfaatnya sangat besar untuk metabolisme tubuh membuat kami sebagai pasien tiroid merasa sudah waktunya pemerintah dan banyak pihak pemerhati gangguan tiroid memiliki gerakan untuk mendukung adanya peningkatan kualitas hidup pejuang tiroid,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News