Media Asuransi, JAKARTA – Pemerintah tengah menyiapkan sebuah produk asuransi parametrik bencana alam dengan skema konsorsium yang ditargetkan akan diluncurkan pada 1 Januari 2026.
Kementerian Keuangan RI menunjuk PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero), PT Reasuransi Maipark Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk menggodok produk baru ini. “Kita sudah meeting dengan Kementerian Keuangan dan mereka sedang dalam proses menyiapkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan). Targetnya pada kuartal III/2025, nanti kita sama-sama tindak lanjuti,” kata Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu, di acara Seminar Disaster Risk Financing and Insurance (DFRI) Indonesia, Kamis, 12 Juni 2025.
|Baca juga: Pasar Asuransi Parametrik Diprediksi Tumbuh 11,5% hingga 2032
Dia menjelaskan, nantinya seluruh mekanisme produk asuransi parametrik menyangkut bentuk, administrasi dan segala ketentuan lainnya akan diatur dalam PMK tersebut.
Benny mengatakan bahwa pengembangan skema asuransi parametrik berbasis indeks bencana alam sebagai langkah mitigasi risiko bencana yang lebih responsif dan kini sudah masuk dalam tahap finalisasi.
Direktur Teknik Operasi Indonesia Re, Delil Khairat, menjelaskan bahwa nantinya akan dibentuk konsorsium untuk mengelola risiko asuransi parametrik bencana alam ini. Konsorsium tersebut akan beranggotakan perusahaan asuransi umum dan reasuransi di Indonesia. Mereka akan menerima dan mengelola premi asuransi yang dibayarkan oleh pemerintah melaui APBN dan APBD.
|Baca juga: Asuransi Parametrik Dinilai Buat Gen Z Melirik untuk Berasuransi, Kok Bisa?
Menurutnya, produk ini tidak berbeda jauh dengan Konsorsium Asuransi Barang Milik Negara (KABMN) yang memiliki fungsi proteksi aset milik kementerian dan lembaga. Namun demikian, produk asuransi parametrik sendiri berbasis kota dan kabupaten.
Setiap kota dan kabupaten akan menggunakan anggarannya untuk membayar premi produk asuransi parametrik bencana. Pada tahap awal, produk itu akan memberikan proteksi terhadap dua risiko bencana, yaitu gempa bumi dan banjir.
“Jadi, kalau gempa bumi itu ternyata magnitudonya melewati parameter tertentu. Tentu kota atau kabupaten itu akan segera mendapatkan pencairan dana (klaim) secara instan, tanpa ada penghitungan berapa besar risiko,” jelas Delil.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News