Media Asuransi, JAKARTA – Berinvestasi itu memiliki dua kemungkinan, untung atau rugi. Namun satu hal yang pasti, jika kita memilih untuk tidak berinvestasi maka kita akan dirugikan oleh turunnya daya beli uang kita karena inflasi.
Meskipun dampak kerugian akibat inflasi tidak langsung terasa, dalam jangka panjang kita pasti akan merasakannya. Contoh, uang Rp100.000 di tahun 1990-an cukup untuk membeli kebutuhan hidup selama seminggu, namun saat ini, nilai uang Rp100.000 tadi sudah jauh berkurang.
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Freddy Tedja, mengatakan bahwa dengan berinvestasi, kita akan punya peluang mempertahankan daya beli uang kita. Investasi memungkinkan kita untuk mengimbangi inflasi dan menjaga nilai uang kita agar tidak tergerus oleh kenaikan harga barang dan jasa.
“Dengan demikian, kita miliki tetap memiliki kekuatan beli yang sama atau bahkan lebih besar di masa depan. Ini adalah langkah penting untuk mencapai stabilitas finansial dan kesejahteraan jangka panjang,” kata Freddy dalam keterangan resmi MAMI yang dikutip Senin, 23 Juni 2025.
|Baca juga: Mau Berinvestasi dan Cuan di Saham Syariah? Coba Baca Nasihat dari Influencer Ini
Dia tambahkan, pilihan instrumen investasi saat ini juga sangat beragam. Mulai dari instrumen tradisional seperti valuta asing, emas, atau properti hingga instrumen-instrumen baru seperti kripto, saham, obligasi, atau reksa dana.
Selain pemahaman tentang instrumen investasi dan pergerakan pasar, aspek penting lainnya dalam berinvestasi adalah pengelolaan perilaku kita. Perilaku kita dalam berinvestasi sangat menentukan sukses atau tidaknya kita menumbuhkan kekayaan melalui kendaraan investasi pilihan kita.
Freddy Tedja menjelaskan bahwa dalam berinvestasi, terdapat beberapa perilaku bias yang berpeluang menyebabkan keputusan-keputusan investasi tidak optimal, hingga berujung pada spekulasi tanpa dasar. “Untuk memperbaikinya dibutuhkan kesadaran diri serta komitmen untuk menggunakan logika dan data dalam mengambil keputusan. Bukannya sekadar mengandalkan emosi semata,” tegasnya.
Adapun tiga perilaku bias yang dimaksud yaitu:
1.Overconfidence
Kepercayaan diri yang berlebihan dapat mendorong para investor menganggap dirinya sangat mampu memperkirakan pergerakan pasar. Bias kognitif yang satu ini sering menyebabkan investor-investor menjadi sangat percaya diri akan ‘pengetahuan’ mereka, meremehkan risiko investasi dan mengabaikan informasi yang berlawanan dengan apa yang mereka yakini.
|Baca juga: Investor Wajib Baca, Ternyata Ini Pentingnya Menerapkan Value Investing saat Berinvestasi!
Para investor dengan overconfidence cenderung melakukan trading lebih sering karena mereka yakin sanggup mencetak untung besar dalam waktu singkat. Mereka mengabaikan biaya transaksi yang lebih mahal hingga potensi risiko yang lebih tinggi disebabkan investasi yang tak terdiverisfikasi dengan baik.
Kepercayaan diri yang berlebihan juga menyebabkan para investor bereaksi secara impulsif saat pasar berfluktuasi yang justru membawa mereka ke situasi ‘buy high sell low’.
”Guna mengatasi situasi ini penting bagi investor untuk tetap tenang dan jeli dalam berinvestasi di instrumen apa pun, selalu belajar dan mencari perspektif yang berbeda-beda dari sumber terpercaya, serta memegang teguh strategi investasi jangka panjang termasuk pengelolaan risiko investasinya,” jelas Freddy.
2.Loss aversion, atau main aman
Ini justru kebalikan dari overconfidence. Begitu takutnya terhadap potensi kerugian, hingga melewatkan peluang-peluang menikmati pertumbuhan kekayaan lewat investasi. Orang dengan berperilaku loss aversion biasanya tak ingin mengambil risiko sama sekali, mereka merasa cukup puas dengan alternatif yang nyaris tak bertumbuh seperti tabungan.
Ujung-ujungnya, banyak potensi yang terlewatkan disebabkan limitasi-limitasi yang mereka ciptakan sendiri. Akibatnya, mereka mungkin akan kesulitan untuk memenuhi atau mewujudkan impian finansial mereka.
|Baca juga: Investor Diminta Tidak Menyerahkan Sepenuhnya Keputusan Investasi kepada AI
Menurut Freddy, kurangnya informasi biasanya menjadi sebab perilaku menghindari risiko. Hal ini sangat disayangkan di era digitalisasi seperti saat ini, di saat informasi hanya sejauh ujung jari. “Kalau saja mereka mau beralih sejenak dari konten-konten yang kurang produktif dan mengalokasikan beberapa menit menggali pengetahuan seputar investasi,” tambahnya.
3.Herding mentality
Perilaku yang satu ini mencerminkan kecenderungan investor untuk mengikuti apa yang sedang menjadi tren, tanpa mempertimbangkan apakah keputusan investasi tersebut tepat untuk mereka. Mereka percaya bahwa pendapat sekelompok besar orang selalu benar. Kalaupun salah, setidaknya mereka tidak akan merasa sendirian dalam menanggung kerugian.
Perilaku ikut arus berpotensi menyebabkan sentimen berlebihan pada suatu instrumen investasi. Contohnya, market bubbles, di saat harga suatu instrumen investasi naik sangat tinggi melebihi nilai intrinsiknya, kemudian terjun bebas dan berujung kerugian besar bagi para investornya.
|Baca juga: 5 Investasi Terjangkau untuk Karyawan, Ini Kelebihan dan Kekurangannya
Menurut Freddy, masing-masing investor memiliki tujuan investasi yang berbeda satu sama lain. Harapan akan return, kemampuan keuangan, dan kesanggupan menghadapi risiko juga berbeda satu sama lain. Karena itu, strategi investasi satu investor pasti akan berbeda dari investor lainnya.
Dia menyarankan, para investor sebaiknya mendasari keputusan investasinya pada riset, mencari nasihat profesional, menumbuhkan pemahaman atas diri serta profil risiko investasinya. “Bukan karena ingin mengikuti tren atau mengandalkan insting semata,” tegasnya.
Lebih lanjut dia sampaikan laporan Hootsuite mengenai data digital Indonesia tahun 2024, bahwa secara rata-rata, orang Indonesia menghabiskan lebih dari tujuh jam sehari mengakses internet dan lebih dari tiga jam menyusuri media sosial. Informasi dan pengetahuan mengenai investasi mungkin tak punya kemasan menghibur layaknya konten media sosial, tetapi jika 30 menit saja dari waktu ini dialokasikan untuk memupuk pengetahuan mengenai investasi, maka kita akan punya peluang menikmati potensi menumbuhkan kekayaan dengan cara yang lebih baik.
“Bayangkan, dengan hanya mengalokasikan sebagian kecil dari waktu kita bisa membuka pintu menuju masa depan finansial yang lebih cerah. Investasi bukan hanya tentang menambah uang, tetapi juga tentang membangun keamanan dan stabilitas bagi diri kita dan orang-orang yang kita cintai,” tuturnya.
Ditambahkan, dengan pengetahuan yang tepat, kita bisa membuat keputusan yang lebih bijak dan menghindari risiko yang tidak perlu. “Mulailah belajar tentang investasi hari ini, dan lihat bagaimana pengetahuan tersebut dalam mengubah hidup kita,” kata Freddy.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News