1
1

Aturan Co-Payment Asuransi Terancam Pangkas Pendapatan Rumah Sakit

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberlakukan aturan pembayaran bersama atau co-payment sebesar 10 persen untuk klaim asuransi kesehatan swasta. Aturan itu mulai efektif pada Januari 2026.

Melansir Insurance Asia, Selasa, 24 Juni 2025, kebijakan ini diperkirakan dapat menurunkan pendapatan rumah sakit antara dua persen hingga enam persen pada tahun fiskal 2026, berdasarkan estimasi CGS International.

 |Baca juga: Penerapan Co-Payment Diramal Buat Premi Stabil dalam Jangka Panjang

|Baca juga: Skema Co-Payment Disebut Dorong Efisiensi tapi Juga Timbulkan Tantangan, Apa itu?

Dalam aturan baru tersebut, kontribusi pasien akan dibatasi maksimal sebesar Rp300 ribu untuk layanan rawat jalan dan Rp3 juta untuk layanan rawat inap. Kebijakan ini akan diterapkan secara menyeluruh pada seluruh polis asuransi kesehatan swasta di Indonesia, menjadikannya salah satu kebijakan co-payment paling ketat di kawasan Asia Tenggara.

Sebagai perbandingan, Malaysia dan Singapura menerapkan co-payment minimum sebesar lima persen, sedangkan Thailand hanya mewajibkan co-payment untuk sebagian kecil pemegang polis yang klaimnya melebihi batas tertentu.

Penurunan volume pasien yang diasuransikan secara swasta, terutama dari kalangan korporat dan menengah, diprediksi menjadi penyebab utama turunnya pendapatan rumah sakit.

Rumah sakit yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap pasien asuransi swasta, seperti Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA) dan Siloam International Hospitals (SILO), diperkirakan lebih terdampak dibanding rumah sakit dengan basis pasien BPJS yang lebih besar seperti Medikaloka Hermina (HEAL).

|Baca juga: AHY: Perumahan Jadi Kunci Hadapi Ledakan Urbanisasi di 2045

|Baca juga: Jutaan Orang Belum Punya Rumah, Fahri Tawarkan Solusi Lewat Subsidi Tanah

Dalam skenario terbaik, perpindahan sebagian pasien swasta ke BPJS dapat memberikan sedikit peningkatan pendapatan bagi HEAL. Namun, defisit berkelanjutan dalam pendanaan BPJS serta rendahnya volume rujukan menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan efek limpahan tersebut.

Sejak pengumuman OJK pada awal Juni 2025, harga saham rumah sakit telah turun antara empat persen hingga 10 persen. Meskipun demikian, sektor rumah sakit Indonesia masih diperdagangkan dengan valuasi premium sekitar 15 persen dari rata-rata negara ASEAN lainnya, berdasarkan proyeksi price-to-earnings (P/E) tahun fiskal 2026 sebesar 24 kali.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post PINTU Luncurkan Fitur Auto DCA Multiple Asset
Next Post Pasar Asuransi Kesehatan Dunia Diprediksi Tembus US$4,45 Triliun di 2032

Member Login

or