Media Asuransi, JAKARTA — Potensi dampak negatif dari kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Indonesia mulai disorot. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pengenaan tarif tersebut berisiko menekan arus perdagangan global, termasuk ekspor dan impor Indonesia.
Ekonom Senior Indef Tauhid Ahmad mengungkapkan Indonesia diproyeksi mengalami penurunan ekspor sebesar 2,83 persen dan impor sebesar 2,22 persen akibat dampak kebijakan tersebut.
|Baca juga: Redam Guncangan Ekonomi, Indonesia Perlu Berlakukan Kebijakan Responsif untuk Memperkuat Resiliensi
|Baca juga: BJB Syariah Resmi Catatkan Sukuk Perdana di BEI, Tawarkan Imbal Hasil hingga 9%!
“Ekspor kita akan turun, impor kita juga akan turun. Jadi memang tidak ada yang dipungkiri, bahwa tidak mungkin ini (tarif resiprokal AS) tidak berdampak, ini pasti berdampak negatif ya,” kata Tauhid, dalam Kajian Tengah Tahun (KTT) Indef 2025, di Jakarta, Rabu, 2 Juli 2025.
Beberapa sektor yang paling rentan terhadap tekanan tarif ini meliputi logam besi dan baja, yang diprediksi turun 1,47 persen. Penurunan juga diperkirakan terjadi pada sektor tekstil dan pakaian jadi (9,16 persen), komputer dan elektronik (10,01 persen), produk mineral nonlogam (10,13 persen), peralatan listrik (13,99 persen), hingga manufaktur lainnya.
“Misalnya tekstil, komputer, kemudian juga alas kaki, logam, peralatan listrik, itu berdampak negatif,” ujarnya.
Tak hanya Indonesia, negara lain pun diperkirakan terdampak. Australia diproyeksi mencatatkan penurunan ekspor terdalam hingga 6,26 persen, diikuti Britania Raya sebesar 4,12 persen. Di sisi impor, China menjadi negara dengan penurunan paling signifikan mencapai 14,53 persen.
Sementara Vietnam, Thailand, India, Jepang, dan Korea Selatan masing-masing diperkirakan mengalami penurunan impor antara 2,24 persen hingga 6,56 persen. Kendati demikian, Indef melihat celah potensi yang bisa dimanfaatkan Indonesia dari kebijakan tersebut.
|Baca juga: Bank Neo Commerce (BBYB) Ajak Anak Muda Jangan Salah Kaprah tentang Self Reward
|Baca juga: LPS Diminta Siapkan SDM untuk Hadapi Mandat dari UU P2SK
Beberapa sektor justru berpeluang mengalami pertumbuhan ekspor, seperti perawatan transportasi lainnya (naik 12,15 persen), utilitas dan konstruksi (5,69 persen), kendaraan bermotor dan suku cadangnya (5,05 persen), serta sektor pertambangan dan ekstraksi (4,21 persen).
“Karena bisa saja ada yang kemudian tetap memiliki daya saing, ada negara lain yang kemudian juga terkena imbas tarif lebih besar, sehingga kita memiliki peluang beberapa komoditas. Misalnya saja adalah peralatan utilitas, kendaraan bermotor, pertambangan, itu positif,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News