1
1

Jadi Holding Reasuransi BUMN, Indonesia Re Diminta Tidak Sekadar Besar tapi Harus Profesional

Ilustrasi.| Foto: Akseleran

Media Asuransi, JAKARTA – Rencana penggabungan tiga perusahaan reasuransi pelat merah di bawah kendali PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) mendapat sorotan dari kalangan pengamat soal pentingnya komitmen terhadap tata kelola perusahaan yang baik.

Pengamat Asuransi Arman Jufry mengatakan Indonesia Re sebagai induk holding tidak boleh hanya menjadi simbol kekuatan kapital semata, tetapi juga harus menjunjung tinggi prinsip kepatuhan dan menghasilkan kinerja keuangan yang sehat.

|Baca juga: DBS: Likuiditas Perbankan di Indonesia Memang Ketat

|Baca juga: Modal Besar Saja Tidak Cukup, Pengamat Asuransi Kasih Warning Ini tentang Konsolidasi Reasuransi!

Ia menekankan holding reasuransi BUMN harus menjunjung tinggi prinsip kepatuhan dan berorientasi pada keberlanjutan bisnis. “Dan juga harus compliance. Artinya harus taat asas tata kelola perusahaan dan menjadi profit center,” ujar Arman, kepada Media Asuransi, dikutip Selasa, 8 Juli 2025.

Sebagai informasi, rencana konsolidasi ini diprakarsai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang akan menggabungkan PT Reasuransi Nasional Indonesia (Nasional Re), PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure), dan Indonesia Re.

|Baca juga: Bos BI Bawa Kabar Baik tentang Ekonomi Indonesia, tapi Ada Syaratnya!

|Baca juga: OJK Tunda Co-Payment, Pengamat: Saat yang Tepat Edukasi Masyarakat tentang Risiko

Rencana konsolidasi ini merupakan bagian dari langkah strategis Danantara dalam merampingkan ekosistem asuransi BUMN agar lebih efisien, kompetitif, dan mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional.

Namun, keberhasilan langkah ini sangat tergantung pada konsistensi eksekusi, kualitas SDM, serta keberanian dalam mengambil keputusan berbasis risiko. Menurutnya jika hanya mengejar skala ekonomi namun abai terhadap kualitas manajemen risiko maka penggabungan ini dikhawatirkan akan kehilangan tujuan strategis jangka panjangnya.

Arman menilai rencana konsolidasi tidak boleh hanya fokus pada aspek kekuatan modal atau kapasitas keuangan. Ia menilai ada aspek yang jauh lebih krusial dalam dunia reasuransi, yakni keahlian dalam pengelolaan risiko.

|Baca juga: 3 Reasuransi Milik Negara Bakal Dimerger, Pengamat: Mengurangi Kebocoran Premi ke Luar Negeri!

|Baca juga: BI Catat Cadangan Devisa RI Naik Tipis Jadi US$152,6 Miliar per Juni 2025

“Bukan masalah modal yang kuat dan besar saja. Sebab expertise dalam pengelolaan risiko krusial. Kapasitas reasuransi boleh mencukupi, tapi bila tidak diimbangi keberanian mengelola risiko, akhirnya percuma saja,” pungkas Arman.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post OJK Menetapkan Saham PT Pancaran Samudera Transport Tbk Sebagai Efek Syariah
Next Post Tok, Komisi XI DPR Sepakat Defisit RAPBN 2026 di Angka 2,53%

Member Login

or