1
1

CORE Indonesia Prediksi Pemulihan Investasi Masih Tertahan di Kuartal II/2025

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, JAKARTA – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyatakan pemulihan investasi pada kuartal II/2025 diperkirakan masih tertahan. Tertahannya pemulihan investasi pada kuartal II disebabkan oleh kebijakan tarif Donald Trump yang mendorong ketidakpastian global yang berdampak pada arus investasi langsung dunia.

“Pada saat yang sama, buruknya efektivitas kebijakan pemerintah di dalam negeri telah menyebabkan sektor swasta yang mengantongi 88 persen total aktivitas investasi (PMTB) mengalami tekanan signifikan,” kata CORE, dikutip dari CORE Midyear Review 2025 bertajuk ‘Terhimpit Pemulihan Domestik, Terguncang Risiko Global‘, Senin, 28 Juli 2025.

|Baca juga: Laba Bersih Bank Jago (ARTO) Naik 154% Jadi Rp127 Miliar di Semester I/2025

|Baca juga: DPK Bank Jago Tumbuh 51% Jadi Rp22,4 Triliun hingga Juni 2025

Karena itu, CORE Indonesia memperkirakan investasi pada kuartal II/2025 secara tahunan masih akan lebih rendah dari pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 4,42 persen tetapi akan sedikit lebih baik dibandingkan dengan kuartal I/2025 di angka 2,12 persen.

Dinamika kebijakan tarif resiprokal Trump dan serangkaian gejolak geopolitik yang terjadi di Timur Tengah seperti konflik Israel-Iran pada 13 Juni hingga 24 Juni tidak bisa dipungkiri telah menimbulkan kekhawatiran investor, sehingga mendorong arus investasi langsung dunia melemah.

Pada 2024, aliran investasi langsung merosot 11 persen (UNCTAD 2025). Sedangkan pada 2025, aliran investasi langsung diprediksi semakin melemah akibat eskalasi tarif resiprokal Trump dan gejolak geopolitik di kawasan Timur Tengah.

Kendati demikian, aliran investasi langsung ke ASEAN cenderung naik, dan pada saat yang sama cenderung keluar dari China. Pada 2024, aliran investasi langsung ke ASEAN naik 38 persen dari 2019, sementara aliran ke China terkontraksi 17,7 persen. Namun, Indonesia hanya memperoleh limpahan 10 persen dari total investasi langsung yang mengalir ke ASEAN.

|Baca juga: Kredit UMKM Lesu hingga NPL Tinggi, Begini Respons OCBC (NISP)!

|Baca juga: Bank Mandiri (BMRI) Catat Transaksi QRIS Antarnegara di Livin’ by Mandiri Tumbuh 3 Kali Lipat

Saat bersamaan, dengan tensi perang dagang yang masih dinamis antara AS dan China, relokasi investasi perusahaan-perusahaan global yang beroperasi di China semakin kuat. Berbagai survei menunjukkan, perusahaan global yang beroperasi di China cenderung memilih atau berencana memindahkan perusahaannya ke negara-negara ASEAN.

Namun demikian, Indonesia masih belum menjadi preferensi utama investor, salah satu alasannya adalah tidak mudahnya mengakses tenaga kerja berkualitas dan ketidakpastian kebijakan pemerintah untuk mendorong perbaikan iklim investasi di dalam negeri.

Secara spesifik, selain kebijakan efisiensi anggaran, serangkaian kebijakan lainnya di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo belum berhasil meyakinkan kepercayaan investor secara umum. Perilaku investor ini sudah terlihat dari pergerakan investasi portofolio yang terkontraksi tajam, khususnya pada saat diumumkannya kebijakan pemerintah tersebut.

“Bahkan setelah pernyataan pemerintah dalam merespons kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan AS juga sejauh ini belum mampu mengerek kepercayaan investor,” kata CORE Indonesia.

Prospek daya saing investasi di Indonesia juga berpotensi memburuk akibat mengendurnya efektivitas pengelolaan kebijakan pemerintah dan terhimpitnya sektor swasta. Peringkat government efficiency Indonesia, salah satu indikator daya saing global, merosot dari peringkat 23 pada 2024, menjadi peringkat 34 pada 2025.

Merosotnya efisiensi kebijakan pemerintah disebabkan lemahnya good governance sepanjang semester I/2025, yang kemungkinan besar akibat kebijakan pemangkasan anggaran dan reorientasi program prioritas pemerintah yang cenderung gegabah.

|Baca juga: Rayakan Hari Anak Nasional, Maybank Indonesia (BNII) Ajak Siswa Belajar Kelola Uang Sejak Dini

|Baca juga: OJK dan Kemenkeu Kompak Dukung Kemajuan Aktuaris di Indonesia, Ini Buktinya!

Imbasnya, nilai investasi bangunan yang mencakup 74 persen total PMTB di Indonesia jatuh di level 1,35 persen secara tahunan, jauh lebih rendah dari kuartal satu dan dua 2024, yang masing-masing melesat 5,46 persen dan 5,31 persen.

Pada saat yang sama, serangkaian kebijakan yang melemahkan investasi di dalam negeri tersebut, berimbas pada turunnya ranking business efficiency dari peringkat 14 pada 2024, ke peringkat 26 pada 2025.

Secara umum, kondisi ini melemahkan daya saing investasi Indonesia di level global dan regional ASEAN. Hal ini terbukti, perusahaan-perusahaan Jepang global cenderung memilih Vietnam dan Thailand ketimbang Indonesia.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Grup Astra Berikan Edukasi Keuangan dan Otomotif Kepada Anak-Anak di GIIAS 2025
Next Post Dividen BUMN Tidak Lagi Masuk ke Kas Negara, Legislator Peringatkan Hal Ini ke Danantara!

Member Login

or