Media Asuransi, JAKARTA – Polemik pengelolaan dana dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mencuat di ruang rapat Komisi VI DPR RI. Sebelumnya, dividen dari perusahaan BUMN diberikan kepada negara melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kali ini, sorotan tajam datang dari Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam yang mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dalam mengelola dana jumbo senilai sekitar Rp90 triliun.
Mufti menyoroti pergeseran besar dalam mekanisme pengelolaan dividen BUMN, yang sebelumnya masuk ke kas negara lewat Kemenkeu, namun kini langsung ditangani oleh BPI Danantara.
|Baca juga: Dukung Program 3 Juta Rumah Pemerintah, BNI (BBNI) Siap Salurkan 25 Ribu Unit KPR FLPP
|Baca juga: BJB (BJBR) Wujudkan Mimpi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Miliki Rumah Pertama
“Dividen dari BUMN adalah hak rakyat dan semestinya dicatat dalam APBN serta dibahas bersama DPR. Namun kenyataannya, dividen tersebut tidak lagi dikelola Kementerian Keuangan, melainkan langsung ke BPI Danantara,” ujar Mufti, saat rapat kerja bersama Kementerian BUMN dan BPI Danantara, dikutip dari TV Parlemen, Senin, 28 Juli 2025.
Politikus dari Fraksi PDI Perjuangan itu juga menyinggung potensi pelanggaran konstitusi. Ia menilai aliran dana langsung ke Danantara bisa bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945, yang menyebutkan seluruh penerimaan negara harus masuk dalam APBN dan dibahas bersama DPR.
Tak berhenti di situ, Mufti menyorot dampak tak langsung dari kebijakan tersebut terhadap beban rakyat. Ia menyebut hilangnya penerimaan negara membuat Direktorat Jenderal Pajak harus bekerja ekstra dengan imbasnya justru dirasakan masyarakat bawah.
“Akibatnya, rakyat kecil yang jualan daring di platform seperti Shopee dan TikTok mulai dipajaki. Ini ironi. Rakyat semakin tertekan sementara ada dana besar yang tidak jelas pertanggungjawabannya,” jelas dia.
|Baca juga: Laba Bersih Bank Jago (ARTO) Naik 154% Jadi Rp127 Miliar di Semester I/2025
|Baca juga: DPK Bank Jago Tumbuh 51% Jadi Rp22,4 Triliun hingga Juni 2025
Ia mendesak adanya kejelasan terkait tugas dan fungsi antara Kementerian BUMN dan BPI Danantara agar tidak terjadi tumpang tindih atau bahkan saling lempar tanggung jawab di kemudian hari. “Kami mengingatkan agar sejarah tidak dilupakan. Jangan sampai ada kegagalan dalam pengelolaan ini yang nantinya menjadi noda dalam perjalanan keuangan negara,” tutup dia.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News