1
1

Ekonomi Indonesia Masuk Resesi, Ini Penjelasan Menteri Keuangan

Media Asuransi –  Meski ekonomi Indonesia masuk jurang resesi karena dua kuartal berturut-turut mencatatkan pertumbuhan minus, Kementerian Keuangan mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi minus 3,49 persen pada kuartal III/2020 merupakan tren membaik dari kuartal sebelumnya yang mencatatkan kinerja minus 5,32 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tren membaiknya laju ekonomi pada kuartal III/2020 tersebut menunjukkan proses pemulihan dan pembalikan arah (turning point) aktivitas ekonomi nasional menuju ke zona positif.

Menkeu Sri Mulyani Perkirakan Ekonomi 2020 Minus 1,7 Persen 

“Semua komponen pertumbuhan ekonomi sisi pengeluaran mengalami peningkatan. Perbaikan kinerja perekonomian terutama didorong oleh peran stimulus fiskal untuk penanganan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” katanya saat jumpa pers secara virtual, Kamis, 5 November 2020. 

Menurutnya, penyerapan belanja negara mengalami akselerasi pada kuartal III/2020 yakni sampai dengan akhir September tumbuh 15,5 persen terutama ditopang oleh realisasi berbagai bantuan sosial dan dukungan untuk dunia usaha (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)). “Rilis Badan Pusat Statistik mengonfirmasi bahwa percepatan realisasi belanja negara ini membuat pertumbuhan Konsumsi Pemerintah tumbuh positif sebesar 9,8 persen, meningkat tajam dibandingkan triwulan II yang negatif cukup dalam -6,9 persen,” jelasnya.

Dari sisi pengeluaran, Konsumsi Rumah Tangga sudah membaik dari kuartal sebelumnya -5,5 persen menjadi -4,0 persen. Terutama didukung oleh belanja perlindungan sosial dari pemerintah yang meningkat tajam. Konsumsi Rumah Tangga menengah-atas masih terbatas mengingat karakter konsumsinya didominasi oleh barang dan jasa yang sensitif terhadap mobilitas sehingga kelompok ini masih menunda konsumsinya. 

Untuk Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) mengalami peningkatan dari -8,6 persen di kuartal II menjadi -6,5 persen yoy di kuartal III. Peningkatan PMTB didukung oleh berbagai indikator investasi, seperti penjualan semen, penjualan kendaraan niaga dan impor barang modal, yang telah mengalami perbaikan meskipun masih di zona kontraktif. 

Pemerintah berharap tren perbaikan kinerja ekonomi nasional, konsumsi dan investasi, ini diharapkan akan terus meningkat sebagaimana juga diindikasikan oleh beberapa leading indicators seperti Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia dan data penjualan ritel. 

Di antara komponen pengeluaran lainnya, Konsumsi pemerintah tercatat tumbuh paling tinggi mencapai 9,8 persen, terutama didorong kebijakan countercyclical melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Adapun untuk kinerja neraca perdagangan, ekspor tercatat membaik dari -11,7 persen di kuartal II menjadi -10,8 persen yoy sedangkan kinerja impor masih mengalami penurunan dari -17,0 persen menjadi -21,9 persen yoy. Perdagangan internasional masih menghadapi tekanan akibat masih lemahnya kondisi perekonomian global. 

Sektor Usaha Membaik

Lebih lanjut, Menkeu juga mengklaim bahwa titik balik pemulihan ekonomi di kuartal III/2020 juga tecermin dari pertumbuhan ekonomi dari sisi produksi. Hampir semua sektor mengalami perbaikan. Sektor-sektor yang terpukul dalam di kuartal II telah mengalami perbaikan yang sangat nyata. Sektor Transportasi dan Pergudangan membaik dari tumbuh -30,8 persen menjadi -16,7 persen yoy. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan-Minum meningkat pesat dari -22,0 persen menjadi -11,9 persen yoy. Dua sektor kontributor terbesar, juga mengalami perbaikan. 

Sektor Industri Pengolahan pada kuartal II tumbuh -6,2 persen meningkat menjadi -4,3 persen yoy. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran juga membaik dari -7,6 persen menjadi -5,0 persen yoy. Berbagai dukungan stimulus fiskal diharapkan mampu mendorong proses pemulihan sektor usaha sejalan dengan adaptasi kebiasaan baru yang mulai berjalan.

Sektor pertanian mampu tetap tumbuh positif 2,2 persen. Hal ini didukung peningkatan produksi pangan seiring masa panen padi. Peningkatan ekspor produk turunan kelapa sawit juga mendorong kinerja positif produksi hasil perkebunan. Sementara itu, sektor pertambangan masih menghadapi tekanan dengan tumbuh -4,3 persen, akibat kondisi permintaan dan harga komoditas energi global, seperti minyak, gas dan batubara.

Sektor Industri Pengolahan tumbuh sebesar -4,3 persen, lebih baik dibanding pada kuartal II sebesar -6,2 persen. Aktivitas manufaktur kembali bergerak pascarelaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah yang menjadi pusat industri nasional. Sektor Perdagangan juga menunjukkan tren yang sama, yakni tumbuh -5,0 persen membaik dari -7,6 persen di kuartal II. 

Terdapat dua sektor yang tumbuh tinggi di tengah masa pandemi ini, yakni Sektor Informasi dan Komunikasi, serta Sektor Jasa Kesehatan dengan masing-masing tumbuh sebesar 10,6 persen dan 15,3 persen. Kinerja positif Sektor Informasi dan Komunikasi didorong oleh tingginya permintaan terhadap jasa komunikasi dan ekonomi digital seiring pola aktivitas rutin yang banyak dilakukan secara online. Sementara itu, upaya penanganan pandemi yang dijalankan oleh seluruh fasilitas kesehatan, didorong oleh belanja pemerintah di bidang penanganan pandemi Covid-19, menciptakan aktivitas yang tinggi di sektor jasa kesehatan.

Sektor-sektor yang terkait pariwisata dan mobilitas masyarakat, yang tertekan sangat dalam pada kuartal II, juga mencatat perbaikan meskipun masih dalam zona kontraksi. Sektor Transportasi dan Pergudangan membaik ke -16,7 persen setelah sebelumnya terkontraksi dalam hingga -30,8 persen. Sementara itu, sektor Penyediaan Akomodasi Makan Minum membaik ke -11,9 persen setelah sebelumnya terkontraksi -22,0 persen.

Lebih lanjut, Menkeu menyatakan bahwa akselerasi pemulihan ekonomi ke depan perlu ditempuh dengan akselerasi belanja pemerintah di daerah. Potensi akselerasi ini masih terbuka mengingat realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sampai dengan kuartal III baru sebesar 57,0 persen dari total nasional anggaran belanja dalam APBD TA 2020. 

Sementara itu, realisasi APBN per September 2020 yang telah mencapai 67,2 persen. Ini artinya pada kuartal IV, masih ada potensi belanja dari APBD sekitar Rp465 triliun dan dari APBN sekitar Rp898 triliun yang merupakan instrumen penting untuk mendorong aktivitas dan pemulihan ekonomi. Langkah percepatan penyerapan belanja ini baik dari pemerintah daerah dan belanja pemerintah pusat akan terus dilakukan untuk memanfaatkan momentum pembalikan arah perekonomian menuju pertumbuhan zona positif. ACA

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Laba BRIsyariah Kuartal III/2020 Tumbuh 237 Persen
Next Post IHSG Berpotensi Menguat Terbatas, Waspadai Aksi Profit Taking

Member Login

or