Media Asuransi, JAKARTA – Sekretaris Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Arry Bagoes Wibowo menyoroti skema co-payment dalam asuransi kesehatan. Pada konteks itu, secara prinsip tidak ada perbedaan antara penerapan co-payment di asuransi syariah maupun konvensional.
“Sebenarnya kalau bicara soal asuransi, kemudian khususnya bicara dengan co-payment, sebenarnya tidak ada perbedaan. Apakah itu asuransi konvensional atau asuransi syariah,” ujarnya, kepada awak media, di Jakarta, Kamis, 7 Agustus 2025.
|Baca juga: Data Pertumbuhan Ekonomi Anomali, Ekonom Tuntut Pemerintah segera Klarifikasi
|Baca juga: Pertumbuhan Premi Asuransi Melambat, Pengamat Beberkan Sejumlah Biang Keroknya!
Arry menjelaskan co-payment bukan sesuatu hal yang baru di dalam industri asuransi. Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya sudah mengatur hal ini melalui surat edaran dan kini sedang dalam tahap proses kajian untuk ditingkatkan menjadi Peraturan OJK (POJK).
“Nah kalau kita dari industri tentunya kita akan mengikuti peraturan atau apa sih yang akan dikeluarkan,” ucapnya.
Mewakili AASI, Arry menyebutkan, komunikasi menjadi faktor yang tidak kalah penting terkait hal tersebut. Pasalnya, jika dilihat dari media sosial banyak yang beranggapan skema co-payment adalah beban bagi konsumen dan hal itu yang harus diluruskan.
|Baca juga: Ada 3.858 Pengaduan Debt Collector di Sektor Fintech, Begini Sikap OJK!
|Baca juga: Nama Bos Investree Adrian Gunadi Tidak Ada di Daftar Buronan Interpol, Ini Respons OJK!
Selain itu, dirinya menilai, skema co-payment sejatinya dirancang untuk menjaga keberlanjutan produk asuransi kesehatan, terutama di tengah meningkatnya biaya kesehatan. Bahkan, saat ini inflasi medis bisa mencapai 13-17 persen per tahun, yang pada akhirnya dapat memengaruhi harga premi secara signifikan.
“Padahal co-payment itu sebenarnya untuk melindungi mereka (konsumen) sendiri, seperti mereka jadi memiliki kesadaran,” pungkas Arry.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News