Media Asuransi, JAKARTA – Perkembangan teknologi membuat banyak aktivitas manusia jadi lebih praktis, termasuk urusan transaksi. Sayangnya, kemudahan ini berlaku untuk siapa saja, baik yang berniat positif maupun yang berniat jahat.
Bagi pelaku kejahatan, era digital justru membuka peluang baru untuk menjalankan aksinya dengan lebih mudah. Tak heran jika modus penipuan atau fraud kini semakin bervariasi dan memanfaatkan berbagai platform.
|Baca juga: Mau Karier Kamu Melesat? 5 Soft Skill Ini Wajib Kamu Miliki!
|Baca juga: Resep Rahasia untuk Para Bunda Lebih Bijak saat Gunakan Paylater
Melansir data Kementerian Komunikasi dan Digital yang dilansir dari laman OCBC, Minggu, 17 Agustus 2025, tercatat, penggunaan teknologi yang kian masif sejalan dengan meningkatnya kasus penipuan. Sepanjang 2018 hingga 2023, terdapat 1.730 laporan penipuan daring dengan total kerugian mencapai Rp18 triliun.
Kerugian yang dialami korban penipuan online meliputi materil dan immateril. Kerugian materil berupa kehilangan uang, barang, maupun benda fisik lainnya. Sedangkan kerugian immateril bisa berupa waktu, perasaan, kebocoran data pribadi, fisik, maupun lainnya.
Lalu apa saja modus penipuan yang paling sering digunakan penipu? Berikut beberapa di antaranya:
1. Menang undian
Penipuan ini dimulai dengan pesan masuk atau telepon, yang menyatakan kamu telah memenangkan hadiah undian dari perusahaan besar, padahal kamu sama sekali tidak pernah ikut program undian tersebut. Setelah itu, pelaku akan meminta kamu mentransfer sejumlah uang, yang katanya sebagai biaya pajak atau administrasi. Untuk antisipasi, biasakan diri untuk selalu skeptis terhadap kabar menang undian, apalagi jika kamu tidak pernah ikut. Jangan mudah tergiur hadiah besar, dan selalu cek dulu ke website atau akun resmi perusahaan tersebut.
2. Penipuan QRIS palsu
Modus ini marak terjadi di tempat-tempat umum seperti kafe, warung, atau tempat ibadah. Pelaku secara diam-diam menempelkan QRIS palsu di atas QRIS asli milik pemilik usaha. Saat ingin membayar dan langsung scan QR tersebut, kamu tidak sadar bahwa pembayaran masuk ke rekening si penipu. Setelah transaksi selesai, kasir mengatakan belum menerima pembayaran, karena uang masuk ke QRIS pelaku. Maka, kamu harus selalu mengecek nama pemilik rekening atau merchant yang muncul saat kamu akan membayar dengan QRIS. Jika namanya tidak sesuai dengan nama toko, segera batalkan transaksi.
3. Penipuan kartu kredit
Modus ini sering terjadi melalui telepon atau situs palsu. Pelaku bisa menyamar sebagai pihak bank dan meminta kamu menyebutkan nomor kartu kredit, tanggal kadaluarsa, dan bahkan kode CVV. Selain itu, modus ini juga bisa dilakukan lewat malware di situs e-commerce palsu yang meniru tampilan marketplace terkenal. Data kartu kredit milikmu kemudian digunakan untuk transaksi ilegal. Untuk mencegah hal ini, jangan pernah memberikan data kartu ke siapa pun, bahkan jika mengaku dari pihak bank. Bank tidak pernah meminta data sensitif melalui telepon atau email. Hindari menyimpan data kartu di situs yang belum terverifikasi dan aktifkan notifikasi SMS untuk memantau setiap transaksi. Menggunakan virtual credit card juga bisa jadi alternatif yang lebih aman.
|Baca juga: 5 Jurus Jitu Design Thinking yang Bisa Ubah Cara Kamu Pecahkan Masalah
|Baca juga: Para Perempuan Wajib Tahu Apa Itu Glass Ceiling dan Cara Mengantisipasinya!
4. Phishing
Phishing terjadi saat kamu diarahkan untuk masuk ke situs palsu yang menyerupai situs resmi. Modus ini sering muncul lewat email atau SMS palsu yang berisi peringatan seperti akun Anda diblokir atau verifikasi ulang data Anda sekarang. Begitu kamu klik link dan login, informasi pribadimu akan disimpan oleh pelaku. Cara mencegahnya adalah dengan tidak sembarangan mengklik tautan dari email atau pesan mencurigakan. Pastikan URL situs benar dan dimulai dengan https://. Biasakan untuk mengetik alamat situs secara manual di browser, bukan lewat tautan. Pasang antivirus dan aktifkan autentikasi dua langkah (2FA) untuk lapisan keamanan tambahan.
5. Social engineering
Modus penipuan ini memanfaatkan psikologi manusia, terutama rasa percaya dan empati. Pelaku bisa berpura-pura menjadi teman, keluarga, atau petugas bank, lalu membuat kamu panik dan akhirnya menyerahkan informasi penting seperti OTP, PIN, atau bahkan transfer uang. Contohnya, seorang ibu menerima WhatsApp dari akun anaknya yang bilang sedang butuh dana cepat karena kecelakaan. Padahal akun itu sudah dibajak. Si ibu pun langsung transfer tanpa verifikasi dulu. Untuk mencegah social engineering, kamu harus tenang dan tidak mudah panik saat menerima pesan darurat. Selalu konfirmasi ulang lewat jalur komunikasi lain (telepon langsung, video call, dll). Jangan pernah memberikan kode OTP atau PIN ke siapa pun, termasuk yang mengaku dari lembaga resmi sekalipun. Semua lembaga keuangan tidak pernah meminta informasi rahasia lewat telepon atau chat pribadi.
Itulah ulasan mengenai modus penipuan yang sering digunakan penipu. Tetap waspada agar kamu tidak jadi korban berikutnya. Jika menjadi korban, pastikan kamu tetap tenang terlebih dulu. Ini penting agar kamu tidak salah langkah. Berikutnya hubungi pihak bank untuk melakukan pemblokiran rekening atau kartu kredit, agar penipu tidak leluasa menyalahgunakannya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News