1
1

Puan Soroti Bendera One Piece Jadi Simbol Kritik Politik di Media Sosial

Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI & DPD RI Tahun 2025. | Foto: Media Asuransi/Muh Fajrul Falah

Media Asuransi, JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti fenomena unik dalam cara rakyat menyampaikan kritik politik di era digital. Simbol-simbol populer seperti bendera One Piece kini ikut berkibar di ruang politik sebagai bentuk protes dan sindiran terhadap kondisi negara.

Menurut Puan perkembangan teknologi dan media sosial telah membuka ruang yang luas bagi masyarakat untuk bersuara, berserikat, berkumpul, hingga menyampaikan kritik dengan gaya kreatif khas zaman ini.

|Baca juga: Bank Mandiri (BMRI) Gandeng PwC Hadirkan Layanan Wealth Advisory Demi Manjakan Nasabah

|Baca juga: Pembelian Asuransi Kendaraan Gen Z di Oona Insurance Melejit 7 Kali Lipat, Ini Faktornya!

“Ungkapan tersebut dapat berupa kalimat singkat seperti ‘kabur saja dulu’, sindiran tajam ‘Indonesia gelap’, lelucon politik ‘negara konoha’, hingga simbol-simbol baru seperti bendera One Piece, dan banyak lagi yang menyebar luas di ruang digital,” ujar Puan, dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI & DPD RI Tahun 2025, Jumat, 15 Agustus 2025.

Ia memandang tren ini sebagai bukti aspirasi dan keresahan rakyat kini disampaikan lewat bahasa yang dekat dengan generasi mereka. “Bagi para pemegang kekuasaan, semua suara rakyat yang kita dengar bukan sekadar kata atau gambar. Di balik setiap kata, ada pesan. Di balik setiap pesan, ada keresahan. Dan di balik keresahan, itu ada harapan,” kata Puan.

Puan juga menekankan pentingnya kebijaksanaan dalam merespons kritik. Menurutnya kritik tidak boleh menjadi pemicu perpecahan bangsa, melainkan harus menjadi penerang jalan bersama.

|Baca juga: Penyaluran Pembiayaan Bank Mega Syariah Capai Rp9,55 Triliun di Semester I/2025

|Baca juga: BSI (BRIS) Dorong Pembentukan Indonesia Bullion Market Association

“Kritik tidak boleh menjadi api yang memecah belah bangsa. Sebaliknya, kritik pun harus menjadi cahaya yang menerangi jalan kita bersama,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan, kritik boleh keras secara substansi dan menentang kebijakan, namun tidak boleh digunakan untuk memicu kebencian atau kekerasan. “Gunakanlah ruang kritik itu sebagai sarana untuk menyadarkan penguasa, memperbaiki kebijakan, menuntut tanggung jawab, dan mendorong kemajuan bagi seluruh anak bangsa,” tutup Puan.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Pemda Diminta Jangan Jadikan PBB-P2 Jalan Pintas Tambah PAD
Next Post Gerak Cepat Saja Tidak Cukup, Prabowo Diminta Sertakan Perencanaan Matang untuk Kepentingan Rakyat

Member Login

or