1
1

Sulitnya Mengatur Asuransi Kesehatan

Pelayanan peserta BPJS Kesehatan di sebuah rumah sakit di Jakarta. | Foto: Media Asuransi/Arief Wahyudi

Dalam rapat kerja (Raker) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir Juni 2025, Komisi XI DPR RI meminta OJK untuk menunda pelaksanaan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan yang rencananya berlaku 1 Januari 2026. Keputusan ini seolah mematahkan harapan pelaku industri asuransi kesehatan yang selama ini sudah berdarah-darah dalam menjalankan bisnis asuransi kesehatan.

SEOJK No. 7/2025 sejatinya ditujukan untuk memperbaiki proses bisnis asuransi kesehatan yang sedang tidak baik-baik saja alias tidak menguntungkan. Beberapa perusahaan asuransi bahkan sudah menghentikan penjualan produk asuransi kesehatan karena sudah tak sanggup lagi untuk bleeding.

Masalah asuransi kesehatan dipicu oleh banyak hal antara lain persaingan tidak sehat, inflasi medis yang tinggi, biaya akuisisi yang tinggi, adanya praktik fraud, serta adanya praktik overuse dan overutility dari pihak rumah sakit. Komplikasi dari semua masalah tersebut menyebabkan rasio klaim asuransi kesehatan melambung tinggi hingga menembus level 100 persen. Artinya, bisnis asuransi kesehatan sudah tak menyehatkan perusahaan asuransi lagi.

Atas dasar permasalahan ini, OJK menerbitkan SEOJK No. 7/2025. Berbagai aturan main baru diterapkan agar bisnis asuransi kesehatan bisa sehat kembali. Namun belum juga sempat berlaku, pihak parleman meminta OJK untuk memperbaiki SEOJK tersebut dan memerintahkan OJK membuat regulasi yang lebih tinggi lagi yaitu Peraturan OJK.

Salah satu poin yang menjadi konsern dari DPR agar diperbaiki adalah skema co-payment. Skema ini dianggap hanya menambah beban masyarakat. Skema co-payment ini memang menjadi isu viral di masyarakat, karena sentimen penolakan lebih mendominasi diskursus publik baik di media mainstream maupun di media sosial.

Berdasarkan hasil survei Lembaga Riset Media Asuransi (LMRA) bersama Pinnacle Analytics Indonesia, ditemukan fakta yang menarik yaitu mayoritas atau 77,4 persen responden menerima pembelakuan skema co-payment. Mayoritas responden juga menyatakan masih berminat membeli asuransi kesehatan swasta meski diterapkan skema co-payment.

Untuk menggali lebih dalam tentang perkembangan dinamika pembuatan regulasi tentang produk asuransi kesehatan ini serta respons pelaku industri asuransi dan masyarakat, dalam Rapat Redaksi di Media Asuransi kami sepakat untuk mengangkat isu ini menjadi Cover Story dengan tema Sulitnya Mengatur Asuransi Kesehatan di Indonesia.

Cover Story edisi Agustus ini terdiri dari 4 tulisan utama yang merupakan satu kesatuan. Pertama, Bagaimana Dinamika Pembuatan Regulasi Asuransi Kesehatan. Kedua, Membedah Isi Regulasi SEOJK Asuransi Kesehatan dan Rencana Penerbitan POJK Asuransi Kesehatan. Ketiga, Bagaimana Harapan Pelaku Industri Asuransi tentang Kepastian Regulasi Asuransi Kesehatan. Keempat, Hasil Survei LRMA Bersama Pinnacle Analytics Indonesia tentang Respons Masyarakat terhadap Skema Co-payment.

Kami berharap laporan edisi Agustus 2025 ini dapat memberikan gambaran dan wawasan kepada seluruh stakeholder asuransi kesehatan agar memiliki satu pemahaman yang sama sehingga dapat tercipta mufakat dalam proses pembuatan aturan asuransi kesehatan.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post PGN (PGAS) Pastikan Pasokan Gas di Jawa Barat dan Sumatra Aman
Next Post Sri Mulyani Siapkan Rp599,44 Triliun untuk Bayar Bunga Utang 2026

Member Login

or