1
1

Nilai Tukar Rupiah di Fase Konsolidasi, Ekonom DBS: Mencerminkan Stabilisasi Pasar

Senior Economist DBS Bank Radhika Rao. | Foto: DBS

Media Asuransi, JAKARTA – DBS Group Research menilai pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$) menunjukkan koreksi signifikan dalam dua bulan terakhir setelah mencapai puncak harga. Kondisi itu sejalan dengan perkembangan pasar global dan sentimen terhadap kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).

Menanggapi fenomena tersebut, Senior Economist DBS Bank Radhika Rao mengungkapkan, DBS Group Research memproyeksikan dalam jangka pendek nilai tukar US$/IDR akan mengalami konsolidasi yang mencerminkan stabilisasi pasar.

|Baca juga: Dukung Asta Cita, Bos BI Buktikan dengan Pangkas BI Rate hingga Perkuat Rupiah

|Baca juga: Ketua Komisi XI Beberkan Sejumlah Usulan untuk Sukseskan Program 3 Juta Rumah, Apa Saja?

“Sekaligus adaptasi terhadap ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan kondisi ekonomi domestik Indonesia,” kata Radhika Rao, dikutip dari risetnya, Jumat, 22 Agustus 2025.

Di sisi lain, tingkat inflasi di Indonesia diproyeksikan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia (BI) sepanjang 2025 dan 2026. Bank Indonesia diperkirakan menyesuaikan kebijakan moneternya secara bertahap dengan mempertimbangkan nilai tukar rupiah, arah suku bunga The Fed, serta target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar lima persen.

Meskipun defisit fiskal masih relatif tinggi, namun DBS Group Research optimistis defisit tersebut akan tetap di bawah tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk 2026, pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat hingga 5,4 persen secara tahunan (yoy), tertinggi sejak 2018, didukung oleh perbaikan penerimaan negara.

|Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Kemenkeu Beri Dukungan Penuh untuk Program 3 Juta Rumah

Radhika Rao juga menyoroti pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin oleh Bank Indonesia yang menandai penurunan kedua bulan beruntun, sejalan dengan proyeksi DBS Group Research yang mengantisipasi ruang kebijakan moneter akomodatif.

Ia menjelaskan sejumlah indikator aktivitas dengan frekuensi tinggi menunjukkan pelemahan momentum pertumbuhan di paruh kedua tahun ini, ditambah situasi perdagangan global yang cukup menantang, membuat BI memilih untuk tetap menjaga kebijakan yang mendukung pertumbuhan.

|Baca juga: Bukan Lagi Rumah Tapak, Pemerintah Dorong Warga Kota Tinggal di Rumah Vertikal

“Keputusan ini diambil di tengah inflasi yang masih sesuai target dan rupiah yang relatif stabil,” pungkas Radhika Rao.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Asuransi Artarindo Pertahankan Rating IFS A+ dari Fitch
Next Post IHSG Bergerak 7.830-8.950, Ajaib Sarankan Koleksi Saham TLKM, JPFA, LSIP

Member Login

or