1
1

Fitch Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI Bakal Melambat pada 2026

Kepadatan rumah penduduk di sebagian wilayah DKI Jakarta. | Foto: doc

Media Asuransi, JAKARTA – Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat menjadi 4,7% pada tahun 2026 dari 4,8% tahun ini, yang mencerminkan dampak dari harga komoditas global yang lebih lemah dan tarif AS yang lebih tinggi, di antara faktor-faktor lainnya, lebih konservatif dibandingkan proyeksi pemerintah.

Meskipun demikian, proyeksi ini masih akan jauh lebih cepat dibandingkan median pertumbuhan untuk negara-negara dalam kategori ‘BBB’, yaitu 2,7% pada tahun 2026.

“Kami memperkirakan permintaan domestik akan didukung oleh peningkatan belanja publik untuk bantuan sosial dan proyek infrastruktur, serta oleh penurunan suku bunga,” tulis Fitch dalam keterangan resmi dikutip, Rabu, 27 Agustus 2025.

Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,0% pada 20 Agustus, dan mengisyaratkan keterbukaan terhadap pemangkasan lebih lanjut guna mendukung pertumbuhan sekaligus menjaga stabilitas rupiah jika tekanan harga tetap rendah.

|Baca juga: OJK Genjot Peran BPD Demi Optimalkan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Fitch Ratings mengatakan target anggaran pemerintah Indonesia untuk mengurangi defisit pada tahun 2026 menjadi 2,48% dari PDB, dari perkiraan 2,78% pada tahun 2025, menggambarkan komitmen pemerintah untuk tetap berada dalam batas defisit 3% yang ditetapkan undang-undang.

“Namun, kami memperkirakan defisit fiskal akan tetap menjadi risiko pada tahun 2026, mengingat kami memandang optimistis asumsi pertumbuhan ekonomi dan kenaikan pajak pemerintah.”

Proyeksi defisit untuk tahun 2025 dan 2026 dalam anggaran yang diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 15 Agustus sedikit lebih kecil daripada perkiraan Fitch per Juni, masing-masing sebesar 2,8% dari PDB dan 2,9%. Menurut Fitch, proyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,4% untuk tahun 2026, dari perkiraan 5% pada tahun 2025, juga ambisius.

|Baca juga: LPS Klaim Kinerja Perbankan Tetap Kinclong di Tengah Ketidakpastian Global

Namun jika terealisasi, proyeksi pemerintah dapat menghasilkan sedikit perbaikan dalam lintasan utang Indonesia relatif terhadap asumsi dasar Fitch, yang memproyeksikan rasio utang pemerintah terhadap PDB akan menurun menjadi 40,3% pada tahun 2026, jauh di bawah median untuk negara-negara dalam kategori peringkat ‘BBB’ sebesar 59,7%.

Rendahnya penerimaan pemerintah Indonesia masih menjadi kendala pemeringkatan. Proyeksi pengurangan defisit oleh otoritas sebagian bergantung pada lonjakan penerimaan negara hampir 10% pada tahun 2026, yang akan mengangkatnya menjadi sedikit di atas 12% dari PDB. Pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan dan memperluas jaring pajak untuk mencakup ekonomi bayangan, tetapi Fitch yakin mencapai target ini akan sulit tanpa adanya langkah-langkah mobilisasi pendapatan yang signifikan.

|Baca juga: Harga Emas Menguat Respons Pemecatan Deputi Gubernur The Fed

“Kami memperkirakan penerimaan negara bukan pajak akan menurun karena dividen perusahaan milik negara (Rp150 triliun, atau 0,6% dari PDB pada tahun 2025) akan digunakan untuk membiayai investasi di sektor-sektor strategis melalui dana kekayaan negara Danantara yang baru diluncurkan. Pendapatan juga dapat terhambat jika harga komoditas global melemah, atau jika pertumbuhan ekonomi tidak mencapai target pemerintah.”

Anggaran yang dialokasikan untuk program unggulan pemerintah untuk makanan gratis hampir akan berlipat ganda menjadi Rp335 triliun (1,3% dari PDB) pada tahun 2026, meskipun pengeluaran tersebut mungkin menghadapi tantangan implementasi.

|Baca juga: Pemerintah Dorong Optimalisasi Riset untuk Kebijakan Transmigrasi yang Lebih Tepat Sasaran

Pemerintah juga menargetkan investasi yang lebih besar melalui Danantara, sebesar US$38 miliar (2,4% dari PDB) di sektor-sektor seperti pertambangan mineral, hilirisasi batu bara, pertanian, dan energi terbarukan. Hal ini mungkin terbukti ambisius, karena dana tersebut mencatat sekitar US$11 miliar investasi selama 1H25.

Presiden tidak menyebutkan tujuan pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi menjadi 8% pada tahun 2029 dalam pidato anggarannya.

“Kami tetap percaya bahwa hal ini akan sulit dilakukan tanpa reformasi struktural yang signifikan atau pelonggaran komitmen pemerintah untuk mempertahankan kebijakan fiskal yang hati-hati. Masih belum jelas bagaimana pemerintah akan merespons jika pertumbuhan tersebut tidak mencapai aspirasinya.”

Defisit fiskal yang jauh lebih lebar di atas batas defisit 3% dan peningkatan material dalam beban utang pemerintah secara umum dalam jangka menengah dapat menyebabkan tekanan peringkat negatif.

Anggaran tersebut menyoroti tujuan otoritas untuk mengejar inisiatif pembiayaan yang lebih kreatif, termasuk inisiatif melalui Danantara, yang mengurangi ketergantungan pada anggaran.

“Namun, jika kami menilai bahwa pembiayaan bergantung pada dukungan implisit dari pemerintah, hal ini dapat meningkatkan liabilitas pemerintah kontinjensi dan membebani profil kredit Indonesia.”

Editor: Achmad Aris

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post IHSG Diprediksi 7.850-7.890, Ajaib Sarankan Koleksi Saham ANTM, RAJA, BRPT
Next Post Intiland Development (DILD) Lunasi Sukuk Ijarah senilai Rp250 Miliar

Member Login

or