1
1

Kolaborasi Pemerintah Pusat dan Daerah Jadi Kunci Hadapi Disinformasi hingga Ujaran Kebencian di Era Digital

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, JAKARTA – Kepala Komunikasi Kepresidenan Republik Indonesia (RI) Hasan Nasbi menegaskan pentingnya kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah dalam menyikapi tantangan komunikasi digital yang kian kompleks, utamanya di saat kritis.

Hasan mengingatkan penyebaran Disinformasi, Fitnah, dan Kebencian (DFK) serta praktik Rezim Clickbait (RBC) dapat mengikis kepercayaan publik. Bahkan menciptakan kondisi frustasi yang kolektif jika tidak segera ditangani secara terpadu.

|Baca juga: 27 Provinsi Alami Deflasi, BPS: Pengendalian Harga Sangat Terkendali di Agustus 2025

“Kita saat ini dikendalikan oleh teknologi yang ada di telapak tangan kita (smartphone). Rata-rata kita tenggelam di dunia yang selebar telapak tangan itu selama enam jam sehari, itu artinya sepertiga waktu sadar kita,” ujar Hasan, di Jakarta, Selasa, 2 September 2025.

Dirinya menjelaskan jika Masyarakat memiliki waktu sadar dalam sehari selama 18 jam maka sepertiga waktu sadar telah digunakan untuk mengakses smartphone di telapak tangan tanpa disadari, dan sebagian besar untuk menonton dan mengakses media sosial.

Ia menekankan standar kebenaran kini telah bergeser dari fakta objektif ke viralitas. Hal ini yang menciptakan kondisi di mana video rekayasa seperti kasus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam video rekayasa atau deepfake pun dapat dipercaya publik.

|Baca juga: Picu Provokasi, Mendagri Larang Pejabat Flexing Kemewahan Lewat TikTok

|Baca juga: Unjuk Rasa Rusuh di 32 Provinsi, Mendagri Sebut Negara Rugi Ratusan Miliar!

“Ini disebabkan biasanya informasi buruk lebih mudah menyebar. Sementara sebaliknya kabar baik susah sekali untuk tersebar luas,” tukasnya.

Adanya hal tersebut tidak menampik pemerintah bukannya anti kritik, justru kritik sangat diperlukan. Namun, Hasan melanjutkan, yang saat ini banyak beredar bukanlah kritik melainkan sifatnya merusak tapi kemudian diklaim sebagai kritik.

Ditambah, DFK dan RCB yang dinilai Hasan menjadi tantangan besar di era digital saat ini. Bukan hanya satu kali, banyak publik yang termakan hanya dari judulnya saja namun isinya tidak. “RCB dan DFK ini lama-kelamaan akan menjadi sampah yang menggunung dalam pikiran kita,” tegasnya.

|Baca juga: AAUI Prediksi Konsolidasi Asuransi BUMN Rampung di 2026

|Baca juga: Kucing Uya Kuya Dijarah, Bos AAUI Ingatkan Pentingnya Memiliki Asuransi Hewan Peliharaan

Menurutnya bukan hal mudah menghadapi DFK dan RCB. Hasan menambahkan pemerintah saat ini berada dalam kondisi dilematis. Pasalnya jika tidak dilawan kinerja yang telah dilakukan pemerintah akan sia-sia. Namun jika dilawan dinilai cukup keras, bahkan dianggap membungkam demokrasi.

Terkait kondisi itu, ia menilai, bukan perkara mudah dan dibutuhkan kesabaran tinggi. Bahkan, lanjutnya, dibutuhkan kerja sama antara pemerintah pusat hingga ke daerah untuk menyikapi hal tersebut. “Memang lebih melelahkan, tapi kita tidak punya pilihan lain,” tutup Hasan.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Aset Pegadaian Naik 17,98% Ytd di Paruh Pertama Tahun 2025
Next Post TASPEN Salurkan Manfaat Program JKK bagi Keluarga Korban Unjuk Rasa di Makassar

Member Login

or