Media Asuransi, JAKARTA – Dewan Asuransi Indonesia (DAI) menyatakan dukungannya terhadap rencana Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) yang berencana meminta relaksasi kewajiban pemenuhan ekuitas minimum asuransi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Permintaan ini muncul di tengah tantangan industri asuransi memenuhi aturan modal minimum yang harus dipenuhi paling lambat 31 Desember 2026, sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 23 Tahun 2023.
Ketua DAI sekaligus Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) Yulius Bhayangkara menegaskan kenaikan modal minimum adalah langkah yang tak bisa dihindari, namun pelaksanaannya perlu mempertimbangkan kondisi industri dan kesiapan pemain asuransi di dalam negeri.
|Baca juga: Bos BI Buka-bukaan Penyebab Suku Bunga Perbankan Susah Turun, Ternyata Ada Special Rate untuk Nasabah Tajir!
|Baca juga: Bos BCA (BBCA) Jamin Kredit Disalurkan dengan Prinsip Kehati-hatian
“Penambahan modal itu sudah disetujui semua pihak. Tinggal kapan waktunya. Makanya AAUI minta relaksasi. Bukan minta aturan itu dibatalkan, tapi minta perpanjangan waktu,” ujar Yulius, kepada Media Asuransi, dikutip Jumat, 19 September 2025.
Seperti diketahui, mulai 2026 perusahaan asuransi konvensional wajib memiliki modal minimum Rp250 miliar, asuransi syariah Rp100 miliar, reasuransi Rp500 miliar, dan reasuransi syariah Rp200 miliar. Peningkatan modal ini dilakukan bertahap sesuai tenggat yang ditetapkan OJK.
Yulius mengungkapkan kesulitan pemenuhan ekuitas minimum tak lepas dari tekanan ekonomi global dan maraknya capital flight atau aliran modal keluar ke perusahaan reasuransi asing. Kondisi ini membuat banyak risiko asuransi justru tidak ditahan di dalam negeri, melainkan lari ke luar negeri.
Di sisi lain, ia menekankan proses kenaikan modal harus diiringi dengan strategi bisnis yang lebih fokus. Menurutnya perusahaan asuransi ke depan perlu menjadi pemain spesialis di bidang tertentu agar modal yang ditanamkan benar-benar mendukung profitabilitas, bukan sekadar mengejar besaran modal tanpa arah yang jelas.
“Kami ingin perusahaan asuransi punya spesialisasi yang kuat, bukan bermain di semua lini. Kalau terlalu luas, mereka hanya jadi pemain rata-rata. Tapi kalau fokus di satu atau dua bidang, misalnya liability atau aviasi, mereka bisa lebih dalam dan punya profitabilitas yang baik,” jelasnya.
|Baca juga: Bank Mandiri (BMRI) Gelar Livin’ Fest 2025, Expo Sinergi UMKM dan Ekonomi Kreatif
|Baca juga: Ramai Rumor QRIS Palsu, BI Beberkan Modus Pedagang dan Konsumen Nakal!
Yulius mengingatkan kenaikan modal yang dilakukan terburu-buru justru bisa memukul industri. Karena itu, ia menilai, permintaan relaksasi AAUI merupakan langkah realistis agar industri bisa mempersiapkan diri dengan baik sebelum tenggat aturan modal minimum diberlakukan.
“Aturannya sudah wajib, tapi jangan sampai tiba-tiba semua dipaksa naik modal dan besok 30 persen industri asuransi malah tutup. Itu justru berbahaya,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News