Media Asuransi, JAKARTA – Pengamat Asuransi Wahju Rohmanti menilai keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengubah nama kebijakan dari co-payment menjadi risk sharing hanya merupakan pergantian istilah. Akan tetapi, maksud dan tujuan dari regulator jasa keuangan itu sama.
Hal itu merespons pernyataan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono yang mengatakan ketentuan risk sharing akan dituangkan dalam Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan yang ditargetkan terbit pada akhir 2025 dan mulai berlaku awal April 2026.
|Baca juga: AAJI Harap Paket Stimulus 8+4+5 Cepat Diimplementasikan dan Usul Insentif Pajak untuk Pemegang Polis
|Baca juga: AAJI Pede Paket Stimulus 8+4+5 Perkuat Daya Beli dan Dorong Pertumbuhan Asuransi Jiwa
“Setahu saya itu (dari co-payment menjadi risk sharing) hanya penggantian istilah tapi maksud dan tujuannya sama, yaitu peserta diwajibkan ikut menanggung beban klaim pada asuransi kesehatan komersial,” kata Wahju, kepada Media Asuransi, di Jakarta, Senin, 22 September 2025.
Namun, tambahnya, dari perspektif masyarakat awam akan memandang istilah co-payment dan risk sharing berbeda secara arti dan makna. “Masyarakat akan mengartikan co-payment ya bayar premi bareng-bareng. Nah kalau risk sharing lebih ke menanggung risiko bersama-sama,” ucapnya.
Sedangkan bagi masyarakat yang memahami dunia asuransi maka istilah risk sharing justru lebih identik dengan konsep yang berlaku di asuransi syariah, di mana risiko ditanggung bersama antara peserta dengan perusahaan asuransi.
“Risk sharing ini yang membedakan dengan asuransi konvensional yang berkonsep transfer riskiko dari peserta ke perusahaan asuransi,” kata Wahju.
|Baca juga: OJK Siapkan Aturan Baru untuk Perkuat Asuransi Kesehatan, Klaim Tidak Lagi Ribet!
|Baca juga: Layanan Kesehatan Mental BPJS Kesehatan Tembus Rp6,7 Triliun, Skizofrenia Tertinggi!
Di sisi lain, Ogi menjelaskan, aturan baru tentang risk sharing akan menggantikan Surat Edaran OJK (SEOJK) 7/2025 yang sebelumnya mengatur co-payment 10 persen. Selain menurunkan batas risiko, istilah co-payment juga akan diganti menjadi risk sharing karena dinilai lebih netral dan tidak terlalu berfokus pada biaya.
“Kata co-payment kita tidak akan gunakan lagi karena itu usulan dari perwakilan konsumen, jadi menggunakan pembagian risiko atau risk sharing,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News