1

Tingkat Keparahan Klaim Asuransi Siber Global Turun 50%

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, JAKARTA – Saat ini risiko ancaman siber semakin kompleks dan terus berkembang. Perusahaan besar yang diasuransikan semakin tangguh terhadap serangan siber. Penguatan keamanan siber dan kemampuan kesiapan serta respons yang membantu mengurangi dampak kerugian siber besar pada 2025 hingga saat ini.

Menurut Laporan Outlook Ketahanan Keamanan Siber terbaru dari Allianz Commercial, ketergantungan pada rantai pasokan digital, dampak regulasi privasi yang semakin luas, dan serangan rekayasa sosial yang lebih canggih yang menargetkan karyawan, juga memperluas cakupan potensi kerugian bagi semua perusahaan.

Dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 26 September 2025, selama paruh pertama tahun 2025, analisis klaim siber Allianz Commercial menunjukkan bahwa frekuensi keseluruhan pemberitahuan klaim sejalan dengan aktivitas pada periode yang sama tahun sebelumnya, dengan sekitar 300 klaim.

|Baca juag:Ransomware Tetap Jadi Faktor Utama dalam Klaim Asuransi Siber

Meskipun serangan siber yang dihadapi perusahaan semakin canggih dan meningkat volumenya, tingkat keparahan klaim telah menurun lebih dari 50 persen, sementara frekuensi klaim kerugian besar turun sekitar 30 persen, didorong oleh investasi kumulatif perusahaan besar dalam keamanan siber, deteksi, dan respons.

Namun, lanskap risiko yang terus berkembang berarti tidak ada ruang untuk lengah. Serangan ransomware tetap menjadi faktor utama insiden siber, sementara fokus penyerang juga beralih ke perusahaan kecil atau menengah yang kurang tangguh terhadap serangan siber dan kebocoran data.

Secara keseluruhan, jumlah total klaim siber pada tahun 2025 diperkirakan tetap stabil (sekitar 700), dengan peningkatan aktivitas musiman yang diharapkan sekitar Black Friday pada akhir November hingga akhir tahun.

|Baca juga:Klaim Asuransi Siber Meledak, Tembus 233%!

Laporan Allianz Commercial menyebutkan bahwa sektor ritel sangat rentan terhadap insiden siber, masuk dalam tiga besar industri paling terdampak, menurut analisis klaim siber besar selama lima tahun terakhir, dengan pangsa sembilan persen dari nilai klaim setelah manufaktur (33 persen) dan firma layanan profesional (18 persen).

Peritel sering memiliki pendapatan tinggi, menangani volume besar data pribadi, dan rentan terhadap gangguan bisnis, yang semuanya memberikan leverage saat mengajukan tuntutan pemerasan. Jumlah staf, pemasok, dan sistem IT yang besar menciptakan permukaan serangan yang luas.

Sementara itu, lanskap risiko yang terus berkembang juga memperluas cakupan potensi kerugian bagi perusahaan, dengan insiden non-serangan, seperti pengumpulan dan pemrosesan data yang tidak sah, serta kegagalan teknis, menyumbang rekor 28 persen dari klaim besar berdasarkan nilai selama tahun 2024.

Di saat yang sama, organisasi terus dihadapkan pada tantangan dan ancaman baru akibat ketergantungan yang semakin besar pada rantai pasokan digital, dampak dari regulasi privasi yang semakin ketat, serta meningkatnya serangan rekayasa sosial yang melibatkan peniruan identitas staf perusahaan secara canggih untuk mendapatkan akses ke sistem perusahaan.

Editor: S. Edi Santosa

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Sompo Insurance Perkuat Literasi dan Pelindungan Aset Masyarakat Surabaya
Next Post BEI Pertimbangkan Usulan Free Float Share 30%

Member Login

or