Media Asuransi, JAKARTA – Pendiri Rumah Perubahan dan Profesor Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengungkapkan di era kecanggihan teknologi ini semua pihak tidak boleh khawatir dengan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
“AI hanya sebagai alat pembantu. Kalau kita gelisah atau khawatir, AI bisa mengenal lebih cepat daripada diri kita sendiri sehingga harus tahu karakternya. AI bisa sangat membantu apabila prompt yang kita berikan benar,” tegasnya, dalam Wealth Wisdom 2025, di Jakarta, dikutip dari keterangan resminya, Rabu, 8 Oktober 2025.
|Baca juga: ASSA, CPIN, KLBF, dan MAPI Jadi Saham yang Dijagokan untuk Cari Cuan Hari Ini
Di tengah perubahan global saat ini, tambahnya, terdapat pergeseran nilai, perilaku, hingga media sosial. Manusia perlu kembali pada esensi berpikir dan bernarasi. Sebagai contoh, kini media sosial telah membentuk calon pemimpin melalui digital dan narasi memiliki peran penting dalam membangun hal ini.
Dalam konteks think big, Pendiri Rumah Perubahan ini menyoroti kunci bagi generasi muda bukan hanya keberanian berinovasi, tetapi kemampuan beradaptasi dalam ketidakpastian dan kemampuan menghadapi risiko di era resillience saat ini.
Selain itu, ia menyebutkan, berbagai bisnis yang masih berkelanjutan di era saat ini adalah bisnis yang berfokus pada gaya hidup; bisnis sektor kesehatan; dan bisnis di sektor bioteknologi. Lebih dari itu, apapun ide bisnis yang ingin dibangun oleh generasi muda maka hal terpenting adalah konsep dalam membangunnya.
“Kita harus memiliki learning mindset, ada evaluasi dan ada konsep dari ujung ke ujung,” tegas Rhenald.
Director of Genesis Holdings & Content Creator Raymond Chin menambahkan generasi muda perlu memahami konteks Votality, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA). “Kita tidak lagi hidup di masa perubahan, tetapi di perubahan masa. Dunia bergerak terlalu cepat untuk menunggu,” paparnya.
|Baca juga: Airlangga Ajak Bank Permata (BNLI) Aktif Salurkan Kredit UMKM
Berdasarkan data, World Uncertainty Index melonjak drastis dalam lima tahun terakhir, menandakan dunia bisnis kini bergerak dalam lanskap yang tidak menentu. Namun, menurut Raymond, justru di tengah disrupsi itulah peluang terbesar muncul. Di mata dunia, Indonesia berpeluang untuk menjadi negera maju.
Untuk mengambil peluang tersebut, generasi muda juga harus memiliki kesadaran untuk think big yang berawal dari rasa keingintahuan yang tinggi. “Saya berpikir think big itu berawal dari curiosity. Think big penting, tapi curiosity itu penting,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya penguasaan future skills seperti berpikir kritis, adaptif, kreativitas, literasi teknologi/AI, serta kepemimpinan dan kecerdasan emosional (EQ). Apabila kemampuan ini dimiliki dan dikuasi oleh generasi muda maka era VUCA bukan menjadi tantangan melainkan peluang generasi muda berkontribusi untuk Indonesia maju.
“Think big menjadi suatu keharusan dan apabila tidak punya pola pikir tersebut maka tidak punya motivasi dan kemampuan dalam pemecahan masalah. Think big juga menjadi basis dalam membangun bisnis,“ pungkas Raymond.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
