Media Asuransi, JAKARTA – Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menjelaskan Indonesia merasakan dampak relatif terbatas di tengah volatilitas ekonomi dan geopolitik global. Hal itu karena tingkat trade similarity dengan Amerika Serikat (AS) yang rendah dan karakteristik Indonesia sebagai ekonomi small-open.
“Di mana sekitar 55 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) berasal dari konsumsi rumah tangga. Namun, dampak negatif tetap dirasakan Indonesia mengingat AS merupakan tujuan ekspor terbesar kedua bagi Indonesia,” kata Josua, dalam Wealth Wisdom 2025 yang digelar Bank Permata, di Jakarta, dikutip dari keterangan resminya, Rabu, 8 Oktober 2025.
|Baca juga: Bos Garuda Indonesia Pastikan Proses Penyehatan Dilakukan Sesuai Aturan
|Baca juga: Chandra Daya Investasi (CDIA) Optimalkan PLTS untuk Perkuat Pasokan Energi Bersih
Meski menghadapi tekanan eksternal, namun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 masih diproyeksikan stabil di kisaran lima persen, relatif lebih baik dibandingkan dengan tren perlambatan di banyak negara lain. Dengan inflasi yang cenderung terkendali, diperkirakan ruang penurunan suku bunga Bank Indonesia terbuka pada paruh kedua tahun ini.
“Di tengah ketidakpastian global, investor di Indonesia perlu menjaga keseimbangan portofolio dengan mengombinasikan aset berisiko dan aset aman. Diversifikasi adalah strategi penting untuk meminimalkan risiko sekaligus mempertahankan potensi imbal hasil,” kata Josua
Gubernur DKI Jakarta (2014-2017) Basuki Tjahaja Purnama menyatakan mengoperasikan bisnis dan mengelola APBN mempunyai sejumlah persamaan kunci. Basuki menjelaskan dalam aktivitas berdagang, ketika situasi ekonomi sedang kurang ideal, pelaku usaha maupun pemerintah perlu melakukan optimalisasi biaya dan mencari sumber pendapatan tambahan.
|Baca juga: Dapat Restu dari OJK, Askolani Resmi Jabat Komisaris PT SMI
|Baca juga: Komisaris Hermina (HEAL) Tambah Kepemilikan Saham, Nilainya Tembus Rp12,3 Miliar
Ahok, sapaan akrabnya menggarisbawahi satu karakterisik masyarakat Indonesia yang sekaligus menjadi keunggulan negara. Menurutnya salah satu keunggulan yang dimiliki adalah rasa kekeluargaan yang tertanam di masyarakat Indonesia. Merasa tidak sendirian ketika menghadapi sesuatu adalah sebuah bentuk resiliensi.
“SDM Indonesia sering kali menanam rasa kekeluargaan dalam lingkungan kerja, dan kedekatan ini menghasilkan keunggulan bagi Indonesia yang tidak dimiliki oleh banyak negara lain,” ungkapnya.
Managing Partner Ashmore Asset Management Indonesia Arief Wana menyatakan minat masyarakat untuk berinvestasi di Indonesia sangat tinggi, terutama investor lokal. Namun, berdasarkan data dari Januari-September 2025 menunjukan alur investasi investor asing ke Indonesia masih menunjukkan net outflow, di mana banyak investor asing menjual aset Indonesia mereka.
Menurut Arief tren ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti ketertarikan investor asing untuk berinvestasi di negara-negara seperti China, Taiwan, atau Korea Selatan yang memiliki industri teknologi yang lebih maju.
Lebih lanjut, ia memberikan saran kepada audiens Wealth Wisdom 2025 di Jakarta terkait cara memastikan pengambilan keputusan investasi yang dapat menghasilkan pertumbuhan yang berkelanjutan.
|Baca juga: Maybank Indonesia (BNII) Buka Suara soal Kasus Dugaan Penggelapan Rp30 Miliar, Begini Faktanya!
|Baca juga: BI Tegaskan Indonesia Berkomitmen Bangun Sistem Ekonomi Syariah Global yang Berkelanjutan
“Untuk memastikan kekayaan atau portofolio kita tumbuh berkelanjutan, kita harus menerapkan manajemen risiko. Investor perlu mengerti jenis dan ukuran risiko yang diambil untuk bisa investasi di sebuah aset. Selain itu, investor harus memiliki prinsip kuat ketika mengambil keputusan untuk berinvestasi, jangan hanya karena ingin mengikuti tren orang lain,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
