Media Asuransi, JAKARTA – Kajian terbaru LPEM FEB UI tentang industri kripto, menyoroti rendahnya tingkat literasi keuangan dan digital masyarakat Indonesia. Hanya sekitar tiga persen orang dewasa yang benar-benar memahami aset kripto.
Angka ini masih tertinggal dibanding Malaysia yang sebesar 16 persen, Arab Saudi sebesar 22 persen, dan Brasil sebesar 52 persen. Hal ini menekankan perlunya edukasi lebih dalam terhadap aset keuangan, terutama aset kripto.
|Baca juga: Pelaku Industri Kripto Dukung Finalisasi Aturan Pajak Kripto
Menanggapi hal ini, CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, mengatakan bahwa rendahnya literasi menjadi tantangan sekaligus tanggung jawab bersama bagi seluruh ekosistem industri. “Kami berkomitmen untuk terus memperluas edukasi publik melalui berbagai inisiatif literasi digital dan finansial,” katanya dalam keterangan resmi yang dikutip Minggu, 12 Oktober 2025.
Menurutnya, industri kripto ingin memastikan masyarakat memahami manfaat sekaligus risiko aset kripto dengan bijak. “Karena masa depan ekonomi digital Indonesia hanya bisa tumbuh di atas fondasi literasi dan kepercayaan,” ujar Calvin.
|Baca juga: Waspada, Kini Makin Banyak Penipuan Skema Penipuan Berbasis Kripto yang Tidak Terdaftar
Dia mengatakan bahwa hasil kajian LPEM FEB UI ini menjadi momentum penting bagi seluruh pemangku kepentingan, mulai dari regulator, pelaku industri, hingga akademisi, untuk bersama-sama membangun roadmap pengembangan industri kripto nasional yang berimbang antara inovasi dan pelindungan konsumen.
LPEM FEB UI dalam laporannya juga memperkirakan bahwa legalisasi dan optimalisasi ekosistem kripto dapat mendorong kontribusi sektor ini hingga 0,86 persen terhadap PDB nasional, sekaligus memperluas lapangan kerja dan memperkuat penerimaan pajak negara.
“Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat ekonomi digital berbasis aset kripto di Asia Tenggara. Dengan regulasi yang cerdas, kebijakan pajak yang proporsional, dan kolaborasi lintas lembaga, kripto tidak hanya menjadi instrumen investasi, tetapi juga penggerak pertumbuhan ekonomi baru yang inklusif dan berkelanjutan,” kata Calvin.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News