Media Asuransi, JAKARTA– PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Cabang Surabaya mengambil langkah proaktif menyiapkan mitigasi risiko menghadapi potensi risiko over financing dari kebijakan penempatan dana pemerintah senilai Rp200 triliun ke bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Pemimpin Cabang Askrindo Surabaya, Azhari Nur Kusumo, menjelaskan bahwa pada sisa akhir tahun 2025, volume penjaminan diperkirakan akan meningkat seiring ekspansi kredit yang dilakukan oleh oleh bank-bank anggota Himbara.
|Baca juga:Askrindo Bersama DAI Gencarkan Literasi Asuransi di Kota Pahlawan
“Peningkatan tersebut, di satu sisi dapat mendongkrak pertumbuhan pendapatan imbal jasa penjaminan (IJP) dan laba perusahaan. Di sisi lain, ada risiko dari lonjakan pembiayaan pada segmen tertentu khususnya segmen UMKM,’’ kata Pemimpin Cabang Askrindo Surabaya Azhari Nur Kusumo dalam acara media gathering dengan wartawan di Surabaya, Kamis, 9 Oktober 2025.
Menurutnya, kredit UMKM merupakan kredit yang memiliki faktor risiko yang unik, berbeda dengan kredit korporasi. Ketika terjadi over financing, akan ada yang namanya side streaming. ‘’Artinya, debitur bisa menerima pembiayaan lebih dari jumlah yang dibutuhkan. Contohnya, ada pelaku usaha yang tadinya perlu dana Rp300 juta, tapi diberikan Rp500 juta. Nah, yang Rp200 juta tidak buat usaha, bisa jadi dialihkan untuk non-usaha. Nah itu ada kemungkinan,’’ tuturnya.
|Baca juga:Askrindo Cabang Surabaya Berhasil Lampaui Target Laba 2025
Dalam hal ini, menurut Azhari, kita melakukan yang namanya literasi-literasi, kerjasama dengan bank, dan juga survei dengan sebaik-baiknya. Kita akan melihat klaim-klaim yang anomali untuk melakukan kemudian precaution.
‘’Contoh, beberapa waktu lalu ada klaim agak banyak di sektor tebu. Kita melakukan deteksi ternyata ada over financing di situ. Mungkin lahan seluas 1 hektar cukup diberi Rp100 juta. Nah, mau dikasih Rp200 juta lahannya tetap 1 hektar. Mungkin nanti kita akan propose ke bank termasuk yang soal tebu itu. Kalau bisa untuk tebu, jika tidak ada penambahan lahan, jangan dilakukan penambahan kucuran kredit. Karena tidak akan berdampak apa-apa, malah bisa lari ke konsumtif,’’ tegasnya.
Azhari mengatakan pihaknya juga melakukan survei secara random sampling ke klaim-klaim yang diajukan oleh bank. ‘’Kita sudah sampaikan dari awal tahun untuk kredit-kredit yang sifatnya seperti tebu tadi, artinya tidak bisa dilakukan intensifikasi jangan terlalu dipaksakan pemberian kreditnya. Tapi, kalau perdagangan, sektor makanan itu bisa,’’ ujarnya.
Editor: Wahyu Widiastuti
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
