Media Asuransi, TANGERANG – Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ihda Muktiyanto mengungkapkan alokasi aset mayoritas investasi dana pensiun sukarela di Indonesia didominasi oleh instrumen fixed income.
“Saat ini, mayoritas investasi dana pensiun sukarela masih sangat terkonsentrasi pada instrumen yang sifatnya fixed income, terutama untuk Surat Berharga Negara (SBN) dan juga penempatan di perbankan, deposito perbankan,” sebut Ihda, dalam konferensi pers Indonesia Pension Fund Summit (IPFS), di Tangerang, Kamis, 23 Oktober 2025.
|Baca juga: OJK Buka Opsi Merger untuk Perusahaan Asuransi Penuhi Modal Minimum, Pengamat: Solusi Rasional!
|Baca juga: Bos BI Sebut Nilai Tukar Rupiah Terkendali di Tengah Ketidakpastian Global
Ihda menilai, meski instrumen ini dinilai aman dan konservatif bagi manajemen risiko, tetapi di sisi lain justru dapat membatasi imbal hasil untuk kebutuhan jangka panjang, utamanya dalam memenuhi manfaat yang diberikan kepada peserta pensiun.
Berdasarkan data Juli 2025, Ihda menyebutkan, alokasi investasi industri dana pensiun terbanyak diisi oleh SBN dengan persentase 36,3 persen, diikuti oleh deposito perbankan sebesar 27,3 persen.
Posisi selanjutnya diisi oleh obligasi dan sukuk koperasi sebesar 17,4 persen, kemudian saham sebesar 6,1 persen, dan lainnya diisi oleh reksa dana, tanah dan bangunan, penyertaan langsung dan lainnya.
|Baca juga: Pengamat Yakin Iuran di Program Penjaminan Polis Tidak Membebani Industri Asuransi
|Baca juga: BI Tahan Suku Bunga Acuan di 4,75% pada Oktober 2025
“Ke depan, kita tentunya perlu membangun suatu strategi investasi yang lebih berimbang, bagaimana dana pensiun bisa memperluas ke instrumen yang memiliki nilai tambah,” ucap Ihda.
Lebih lanjut, ia mengatakan, instrumen lainnya termasuk yang memiliki underlying energi baru dan terbarukan, instrumen hijau, dan juga instrumen lain terdapat peluang untuk bisa meningkatkan keuntungan dari hasil investasi. Namun, kesemuanya harus tetap menjaga prinsip kehati-hatian.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
