Media Asuransi, JAKARTA – Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Irma Suryani menyoroti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang dilakukan oleh pabrik ban Michelin di Cikarang. Pemerintah perlu melakukan mediasi dan memberikan stimulus serta diskresi bagi perusahaan maupun pekerja.
“Sebagaimana kita tahu, pemerintah melalui Pak Dasco sudah menyampaikan agar jangan ada PHK dulu. Namun, faktanya PHK di Michelin sudah dilaksanakan. Pemerintah harus melakukan mediasi intensif agar para pekerja yang di-PHK bisa dipekerjakan kembali,” tegas Irma, dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 5 November 2025.
Ia melanjutkan kebijakan PHK tersebut terjadi akibat turunnya daya beli masyarakat yang berdampak pada menurunnya permintaan dan produksi. Irma menilai kondisi tersebut menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan yang menjadi alasan perusahaan melakukan efisiensi.
“Perusahaan tentu juga butuh dukungan. Karena itu, pemerintah perlu memberikan stimulus dan diskresi, termasuk dalam hal perpajakan agar perusahaan tetap bisa beroperasi tanpa harus mem-PHK karyawannya,” ujar Irma.
Lebih juah, Irma mengungkapkan, Komisi IX DPR saat ini tengah menginventarisasi data dan masukan untuk dimasukkan dalam draf revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan. Upaya tersebut bertujuan memperkuat perlindungan bagi pekerja agar PHK massal tidak dilakukan secara sewenang-wenang.
“Kami sedang menyusun aturan agar PHK, termasuk karena kepailitan, tidak bisa dilakukan semena-mena. Bahkan, bila ada perusahaan yang menyatakan pailit, DPR juga harus dilibatkan untuk memastikan apakah benar-benar pailit atau hanya pura-pura pailit,” jelasnya.
Dirinya menambahkan DPR berkewajiban melindungi pekerja dari tindakan sewenang-wenang, namun perlindungan terhadap perusahaan juga penting agar keseimbangan hubungan industrial tetap terjaga. Ia mengimbau perusahaan untuk memperlakukan upah pekerja sebagai bagian dari biaya operasional, bukan beban.
“Kalau gaji terus dianggap beban, kesejahteraan tidak akan meningkat. Perusahaan harus menyadari bahwa tenaga kerja adalah aset, bukan sekadar pengeluaran,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
