Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga kini masih menggodok peraturan pelaksana berupa Surat Edaran OJK tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI). Sejatinya rencana penerapan PAYDI pada produk asuransi umum dan asuransi syariah ini sudah termaktub dalam Peraturan OJK bernomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Namun, bukan perkara gampang bagi OJK untuk segera mengesahkan Rancangan SEOJK yang sudah dilakukan uji publik sejak April 2019 itu. Dalam beberapa kesempatan, Anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi mengungkapkan bahwa proses pembuatan SEOJK yang memakan waktu lama ini sebagai bentuk kehati-hatian dari regulator untuk memastikan bahwa kebijakan perluasan PAYDI pada asuransi umum dan syariah ini tidak akan menimbulkan masalah di tengah masyarakat pada kemudian hari.
Pasalnya, dalam produk PAYDI ini terdapat kegiatan penghimpunan dana masyarakat untuk investasi melalui premi asuransi. Pada saat bersamaan, di tengah masyarakat juga sedang marak terjadi kasus sengketa asuransi terkait PAYDI pada produk asuransi jiwa atau yang populer disebut unitlink. Bahkan, terdapat sejumlah kasus yang mengarah pada gagal bayar. Oleh karena itu, melalui SEOJK ini, OJK juga akan melakukan perbaikan atas PAYDI pada asuransi jiwa yang sudah berjalan.
Bagi industri asuransi umum, rencana PAYDI ini diharapkan menjadi booster kinerja asuransi umum yang dalam situasi pandemi Covid-19 ini sangat tertekan. Produk PAYDI ini akan menjadi senjata untuk menjaring nasabah ritel karena selama ini nasabah asuransi umum didominasi oleh korporasi.
Sejumlah perusahaan bahkan sudah siap untuk meluncurkan produk PAYDI tersebut begitu SEOJK diterbitkan. PAYDI pada asuransi umum ini diyakini akan membuat produk asuransi umum menjadi makin menarik di mata masyarakat. Sebab, selama ini muncul anggapan terkait produk asuransi umum bahwa bila tidak ada klaim, maka uang premi yang dibayarkan akan hilang. Berbeda halnya ketika produk asuransi umum memiliki manfaat tambahan dari hasil investasi di pasar modal yang dikelola selama masa pertanggungan. Ketika tidak ada klaim, nasabah masih bisa mendapatkan uang dari hasil investasi.
Berbicara investasi di pasar modal, tentu ada faktor volatilitas pasar yang berdampak pada besar kecilnya return, bahkan bisa jadi malah rugi. Oleh karenanya, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengusulkan agar PAYDI tidak memberikan guaranted return, tetapi floating sesuai hasil investasi.
Informasi terkait manfaat hasil investasi tersebut wajib dicantumkan dalam prospektus dan dijelaskan secara detail di awal oleh tenaga pemasar kepada calon nasabah, agar tidak terjadi miss selling yang rentan berujung sengketa pada akhir periode pertanggungan.
Dalam Rancangan SEOJK yang diperoleh Media Asuransi, OJK juga memberikan penekanan terkait tenaga pemasar ini yaitu wajib memiliki sertifikasi keagenan khusus untuk PAYDI dari lembaga sertifikasi profesi di Indonesia sesuai bidang usahanya. Selain itu, OJK juga memberikan kriteria yang ketat kepada perusahaan asuransi umum yang akan menjual PAYDI ini. Calon pembeli polis pun tidak boleh sembarangan, perusahaan asuransi wajib memastikan kesesuaian PAYDI yang dibeli oleh calon pemegang polis dengan profil, tingkat toleransi risiko, dan PAYDI yang dibutuhkan calon pemegang polis.
Semoga regulasi PAYDI yang melalui proses penyusunan panjang dan tentunya matang ini dapat menjadi pedoman semua pihak demi kemaslahatan bersama baik untuk perusahaan asuransi maupun nasabah. Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News