Media Asuransi – Pandemi Covid-19 yang terjadi di seluruh belahan dunia telah memicu krisis ekonomi yang sifatnya extraordinary dan sekaligus menjadi momentum bagi kita semua untuk mengevaluasi pentingnya penerapan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Hal itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, saat menyampaikan keynote speech dalam webinar yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Selasa, 15 Juni 2021.
Dalam webinar dengan tema “Keuangan Berkelanjutan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional”, Wimboh mengatakan bahwa ketiga aspek tersebut hendaknya dapat menjadi pengingat bagi seluruh perusahaan termasuk Sektor Jasa Keuangan (SJK) untuk memperhatikan keseimbangan alam, mengubah pola hidup, proses produksi dan pola konsumsi yang ramah lingkungan, dan menerapkan agenda sustainability untuk menjamin keberlanjutan bagi generasi mendatang.
Dia jelaskan, saat ini terdapat dua agenda besar dunia dan saling terkait, dan Indonesia terlibat dalam proses penyusunan hingga menyatakan komitmen untuk melaksanakan agenda tersebut, yaitu: Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs), dan Perubahan Iklim/Climate Change. Dua agenda tersebut masing-masing telah diratifikasi dalam Undang Undang No 16/2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, dan Perpres No 59/2017 tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
|Baca juga: OJK Tingkatkan Inklusi Keuangan untuk Percepat Pemulihan Ekonomi Nasional
Lebih lanjut, Wimboh menuturkan bahwa sebagai satu-satunya negara anggota G20 dari Kawasan Asia Tenggara, Indonesia diharapkan dapat memperkuat posisi kepemimpinan di kawasan dan menjadi jembatan bagi suara kolektif negara-negara yang tergabung di ASEAN khususnya untuk implementasi keuangan berkelanjutan.
“Dapat kami informasikan juga, bahwa sampai dengan saat ini, Sustainable Banking Network (SBN) telah menempatkan Indonesia bersama Tiongkok sebagai negara first mover/mature dalam implementasi keuangan berkelanjutan. Tentunya hal ini akan terus ditingkatkan untuk dapat masuk ke tahap berikutnya yaitu mainstreaming behaviour changes atau pembiasaan perubahan sikap secara keseluruhan,” katanya.
Ketua Dewan Komisioner OJK menegaskan, untuk dapat mencapai komitmen dan implementasi keuangan berkelanjutan, diperlukan perubahan pola pikir bahwa faktor risiko lingkungan hidup dan sosial merupakan peluang sekaligus tantangan bagi sektor jasa keuangan, untuk dapat menciptakan pembiayaan inovatif dan sekaligus melakukan transisi dari business as usual ke pendekatan sustainability business.
Dalam hal ini, peran OJK menjadi sangat penting dan strategis untuk mempercepat implementasi keuangan berkelanjutan, sejalan dengan usaha menjaga kestabilan ekonomi dan keuangan dari dampak pandemi Covid-19. “Untuk itu, kolaborasi yang bersifat domestik dan global perlu terus dibangun sesuai dengan arah ke depan yang telah dibentuk oleh komunitas global antara lain World Bank, IMF, dan OECD,” kata Wimboh.
|Baca juga: OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan di 2020 Terjaga dengan Baik
Dia tambahkan, apabila keseluruhan strategi dan kolaborasi dimaksud telah dilakukan secara optimal, maka seluruh investasi yang dilakukan akan sepenuhnya mengadopsi investasi hijau, yakni setiap keputusan yang diambil akan memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola.
Menurut Wimboh Santoso, OJK telah menerbitkan berbagai regulasi untuk mendukung implementasi keuangan berkelanjutan termasuk diantaranya POJK No.51/POJK.03/2017 mengenai penerapan keuangan berkelanjutan untuk Lembaga Jasa Keuangan (LJK), emiten dan perusahaan publik, serta POJK No.60/POJK.04/2017 dan KDK No.24/KDK.01/2018 mengenai penerbitan green bond.
Stakeholder telah merespons kebijakan-kebijakan OJK dalam bidang keuangan berkelanjutan, antara lain:
– Implementasi pembiayaan berkelanjutan di 8 bank peserta pilot project first movers, yang dilanjutkan dengan bergabungnya 5 bank lain.
– Penyaluran portfolio hijau pada perbankan sekitar Rp809,75 triliun.
– Penerbitan green bonds PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar Rp500 miliar.
– Peningkatan nilai indeks SRI-Kehati sehingga saat ini telah memiliki dana kelolaan sebesar Rp2,5 triliun.
– Penerbitan ESG leaders index oleh Bursa Efek Indonesia untuk mewadahi permintaan yang tinggi atas reksadana dan ETF bertema ESG.
Selain itu, OJK juga telah mengeluarkan insentif untuk mendukung kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBL BB) melalui pengecualian BMPK dalam proyek produksi KBL BB, serta keringanan penghitungan ATMR dan penilaian kualitas kredit dalam pembelian KBL BB oleh konsumen.
|Baca juga: Keluarkan Kebijakan Stimulus Lanjutan, OJK Turunkan ATMR
Ke depan, OJK telah mengidentifikasi beberapa program dan menjadikan keuangan berkelanjutan sebagai salah satu inisiatif strategis OJK, antara lain:
– Penyusunan taksonomi sektor hijau, yang dapat dijadikan panduan untuk mengembangkan inovasi produk dan/atau jasa keuangan berkelanjutan,
– Pengembangan insentif dan disinsentif keuangan berkelanjutan
– Peningkatan capacity building bagi internal maupun eksternal (LJK)
– Pengembangan strategi komunikasi keuangan berkelanjutan.
“Kami optimistis bahwa melalui koordinasi yang baik dalam penyusunan kebijakan dan regulasi, serta kerja sama dan komitmen yang tinggi dari seluruh pihak yang terkait, maka keuangan berkelanjutan di Indonesia akan dapat diterapkan dengan optimal untuk mencapai tujuan global yang telah ditetapkan dalam Paris Agreement dan 17 tujuan SDG,” tutur Wimboh Santoso.
Ketua Dewan Komisioner OJK ini berharap, keuangan berkelanjutan menjadi sebuah peluang yang bagi Sektor Jasa Keuangan dan menjadikan Inisiatif Keuangan Berkelanjutan sebagai tujuan bersama untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia lintas generasi. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News