Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan industri dana pensiun sehingga mampu memberikan kenaikan kesejahteraan yang layak bagi pekerja, baik pada saat aktif bekerja maupun di hari tua. Terkait dengan upaya tersebut, OJK menyelenggarakan seminar internasional Dana Pensiun “25 Years Of Pension Savings – Way Forward For Next Quarter Century”, di Jakarta, 25-26 April 2017. Seminar dua hari ini menghadirkan pembicara dari OJK, World Bank, Pinbox Solutions (India) World Bank Consultant (former APRA), MPFA Hong Kong, Kementerian Keuangan, Bappenas, Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), Perkumpulan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (PDPLK), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), dan PT Willis Tower Watson.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto saat membuka seminar mengakui bahwa pertumbuhan industri dana pensiun masih berjalan lambat. Karena itulah OJK sangat berkepentingan untuk memfasilitasi perkembangan industri dana pensiun ke depannya. Dia menjelaskan, pertumbuhan aset industri dana pensiun meningkat dari 7,06 persen di tahun 2015 menjadi 15,5 persen di tahun 2016. Namun memasuki usia 25 tahun diterbitkannya Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 192 tentang Dana Pensiun ini, pertumbuhan industri Dana Pensiun tersebut masih relatif kecil.
Untuk itu, OJK melihat perlu ada upaya bersama dengan sejumlah pemangku kepentingan lain untuk menyikapi tumpang tindih kerangka peraturan terkait kesejahteraan pekerja. Kemudian bersama-sama melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap program pensiun agar dapat bersinergi dengan program kesejahteraan lain bagi para pekerja. Dia berharap momentum Pension Day 2017 dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan memberikan edukasi bagi pekerja di Indonesia. “Seminar ini diharapkan bisa menjadi tempat untuk mendapatkan masukan dan bertukar pikiran untuk memajukan industri dana pensiun Indonesia,” kata Rahmat Waluyanto.
Berdasarkan data OJK per 31 Desember 2016, aset Industri Keuangan Non Bank (IKNB) tercatat sebesar Rp1.909,26 triliun, atau naik 13,64 persen dibandingkan 2015. Industri dana pensiun berkontribusi 12,5 persen dari keseluruhan aset IKNB, atau setara Rp238,3 triliun. Aset dana pensiun tersebut terdiri dari dana pensiun pemberi kerja sebesar Rp174,4 triliun dan dana pensiun lembaga keuangan sebesar Rp63,8 triliun. Kemudian jumlah peserta dana pensiun adalah 4,47 juta orang atau mencapai 6,37 persen dari total tenaga kerja di Indonesia.
Sementara itu Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) I OJK Edy Setiadi mengakui porsi dana pensiun terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 1,92 persen per Desember 2016, masih sangat kecil. Oleh karena itu OJK memasang target lima persen dalam tiga hingga lima tahun ke depan. “Harapan kami lima persen dalam jangka menengah sudah tercapai, kalau Thailand ‘kan sudah 6,6 persen. Untuk tahun ini di atas dua persen sudah bagus. Kalau bisa mencapai 2,5 persen atau melewati Turki yang 2,2 persen, ya pasti bagus,” katanya dalam jumpa pers di sela-sela seminar.
Strategi yang diterapkan OJK sebagai regulator adalah membuat kebijakan yang mendukung pertumbuhan dana pensiun antara lain memperkuat sinergi dana pensiun negeri seperti BPJS, Asabri, dan Taspen dengan dana pensiun swasta. Peningkatan peserta mandiri yang tidak berasal dari korporasi juga digenjot lewat DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Selain itu, Edy mengatakan pihaknya juga akan mendorong pekerja asing atau perusahaan asing untuk memindahkan dana pensiunnya ke Indonesia.
Edy Setiadi juga menjelaskan bahwa Indonesia telah melakukan kerja sama dengan Bank Dunia untuk mendapatkan data-data terkait negara mana saja yang memiliki porsi dana pensiun tinggi terhadap PDB. Untuk saat ini, dana kelolaan di Kanada terbilang besar terhadap PDB, yakni sekitar 79 persen. Selain itu, Australia juga disebut-sebut memiliki dana kelolaan yang tinggi terhadap PDB. “Bagaimana mereka memiliki persentase yang besar. Banyak produk yang ditawarkan Australia dan bisa kami ikuti, ini bisa mendorong dapen untuk ke depan,” katanya.
Menurutnya banyak hal yang bisa dipelajari dari negara lain, termasuk Thailand. Di negara tetangga ini, program dana pensiunnya itu sudah didorong secara langsung oleh negara melalui perundang-undangan. “Antara pemerintah dan swasta ini sinerginya sudah terjadi. Nanti kita pelajari, mana yang diberikan oleh pemerintah, social security-nya seperti apa dan yang private seperti apa,” jelasnya.
Selain itu, OJK sedang mendalami kerja sama dengan negara Kanada berkaitan pengelolaan dana pensiun di Indonesia. “Kita ingin bekerja sama dengan Kanada yang difasilitasi oleh World Bank guna membuat kerangka sistem dana pensiun di Indonesia, dan sedang kita diskusikan di forum,” ujar Edy Setiadi. Dia tambahkan, pihak Kanada juga telah menjanjikan untuk pertemuan lebih lanjut membahas detil kerja sama tersebut ke depannya.
Kanada merupakan negara dengan kontribusi dana pensiun terhadap PDB sangat tinggi, yakni mencapai 79 persen karena telah memulai pengelolaan dana pensiun sejak 1930. Pengelolaan dana pensiun Kanada juga lebih banyak dialokasikan untuk proyek infrastruktur di dalam negeri maupun luar negeri, seperti proyek infrastruktur di Afrika, India, China, dan Australia.
Selain menjalin kerja sama bersama OJK dalam pengembangan dana pensiun, pihak Kanada juga tertarik menggandeng Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ini dilakukan dalam upaya dana pensiun dari Kanada dapat masuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang sedang digalakkan oleh pemerintah. “Ke depannya kerja sama ini tidak hanya dengan OJK tetapi juga dengan Kemenkeu karena beberapa perusahaan dana pensiun di Kanada tertarik proyek infrastruktur,” tambah Edy.
Revisi UU Dana Pensiun
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Dumoly F Pardede menjelaskan, jumlah peserta tenaga pensiun tenaga kerja saat ini baru mencapai 27 persen dari total tenaga kerja 50 juta di Indonesia. Angka itu sudah termasuk BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, Asabri, dan dana pensiun swasta. Menurutnya, angka industri dana pensiun mengalami kecenderungan menurun, terutama program pensiun manfaat pasti. Alasan penurunan tren di industri dana pensiun antara lain adalah menyangkut eksistensi program pensiun wajib bagi pemberi kerja, efisiensi biaya operasional, dan kondisi finansial pemberi kerja.
OJK akan terus berupaya meningkatkan pertumbuhan industri dana pensiun sehingga mampu memberikan kenaikan kesejahteraan yang layak bagi pekerja, baik pada saat aktif bekerja maupun di hari tua. Selain itu, OJK memandang perlu ada perhatian mengenai tumpang tindih kerangka peraturan terkait kesejahteraan pekerja serta perbaikan terhadap program pensiun agar dapat bersinergi dengan program kesejahteraan lain bagi para pekerja.
Terkait rencana melakukan revisi Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang dana pensiun, menurut Dumoly F Pardede, saat ini draft revisi tersebut sudah final dan tinggal diajukan ke pemerintah. Revisi UU ini diharapkan agar perusahaan dana pensiun dapat tumbuh lebih cepat ke depannya. Sebenarnya wacana revisi UU tersebut telah muncul sejak beberapa tahun lalu bahkan sempat masuk Program Legislasi Nasional 2014.
Menurut Dumoly, ada beberapa point dalam draft revisi yang telah diselesaikan OJK. Pertama, mengenai kelembagaan. Lembaga-lembaga dana pensiun ingin adanya beberapa perubahan. Tidak hanya Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) saja yang bisa membuat program pensiun. “Nantinya, koperasi, perseroan terbatas (PT), manajer investasi, dan konsultan aktuaris juga diharapkan bisa membuat program pensiun,” ujarnya saat ditemui wartawan seusai berbicara dalam seminar.
Kedua, soal benefit dari program pensiun. Menurutnya, selama ini, program pensiun hanya dikenal dengan program setelah si pekerja pensiun kemudian mendapatkan uang pensiun bulanan. “Sistem yang seperti itu, sekarang sudah tidak relevan jika diterapkan. Program pensiun bisa saja uangnya diberikan sekaligus, bisa bentuk instrumen serta juga bisa untuk melanjutkan sekolah,” ujar Dumoly. Dia memberi contoh, ada orang yang berhenti setelah bekerja 5-10 tahun kemudian dana dari program pensiunnya dapat digunakan untuk biaya kuliah lagi.
Ketiga, dari pengelolaan investasi. OJK juga meminta revisi terkait benefit dan pengelolaan investasi perusahaan Dana Pensiun. Menurut Dumoly, mereka berharap dapat melakukan investasi di luar negeri. Keempat kriteria aset, kriteria kualitas manajer serta risk management-nya perlu ada perubahan agar bisa ke kancah global. Selain itu, bisa juga untuk melindungi karyawan atau tenaga kerja yang bekerja di perusahaan Indonesia di luar negeri. Di sisi lain ada juga perusahaan luar negeri yang karyawannya dari Indonesia.
Secara terpisah, Ketua Umum ADPLK Abdul Rachman saat ditemui wartawan di arena seminar untuk dminta komentarnya mengenai hal ini mengatakan bahwa untuk mendongkrak aset dana pensiun tidak dapat hanya mengandalkan kontribusi iuran. Namun juga percepatan dari tumbuhnya dana itu sendiri seperti penempatan investasi yang relatif aman dan baik. “Penempatan investasi di infrastruktur sekarang cukup aman dan sudah baik. Selain itu, OJK sudah mulai membuka jalan dengan mengeluarkan Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT). Tinggal proyek-proyek tersebut praktiknya nanti seperti apa,” ujarnya. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News