Oleh: Andesna Nanda, ALMI, AIIS, PFM, CFP
Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini adalah katalis perubahan sosial, ekonomi, bisnis, dan bahkan perilaku konsumen. Perubahan-perubahan tersebut membuat industri asuransi jiwa menjadi terpojok dengan suatu keharusan melakukan perubahan dalam skala besar yang mungkin tidak dibayangkan sebelumnya.
Skala krisis saat ini perlu diimbangi dengan keberanian dalam menanggapinya. Perubahan dan tindakan setengah-setengah tidak akan mampu membuat industri asuransi jiwa keluar dari badai krisis dalam posisi yang kuat.
Hal ini ditambah dengan terjadinya transisi generasi milenial ke generasi Z dan juga fakta masa depan digital sudah di depan mata, para pemimpin di industri asuransi jiwa harus berani merespons dengan bertindak lebih awal untuk mempercepat proses transformasi digital dan bersaing di era normal berikutnya.
Skala perubahan yang sangat cepat tersebut telah mengubah jalannya sejarah di industri asuransi dalam satu generasi terakhir. Bahkan menyebabkan masa depan industri asuransi jiwa sempat berada di titik terendah (https://finansial.bisnis.com/read/20210309/215/1365605/terimbas-corona-begini-kinerja-asuransi-jiwa-sepanjang-2020)
Prospek ekonomi yang penuh ketidakpastian, memaksa banyak perusahaan asuransi jiwa untuk mempertimbangkan antara fokus bertahan atau hilang ditelan badai krisis. Ditambah dengan perubahan tren digitalisasi yang juga akan berdampak kepada perusahaan asuransi jiwa baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Bagi perusahaan asuransi jiwa, satu-satunya pilihan adalah mempercepat transformasi digital. Perusahaan asuransi jiwa harus dapat beradaptasi dan bermitra dengan konsumen untuk mencapai masa depan lebih cepat.
Pendekatan kemitraan akan menciptakan peluang untuk akselerasi integrasi teknologi dengan kebutuhan konsumen. Hal ini kemudian menciptakan suatu premis, yakni akselerasi digital saat ini menjadi lebih penting untuk masa depan industri asuransi jiwa.
Alasan Transformasi Digital Menjadi Lebih Penting
Pertama, harus diakui bahwa sisi positif krisis saat ini adalah perusahaan asuransi jiwa dapat mempercepat langkah transformasi digital. Fakta mengatakan krisis saat ini bukan hanya mendobrak lanskap bisnis asuransi secara keseluruhan dan perilaku konsumen di Indonesia, namun juga industri lain secara global
Kedua, model bisnis perusahaan asuransi jiwa yang berbasis saluran-saluran distribusi konvensional menjadi tidak relevan lagi. Hal ini ditambah dengan munculnya perusahaan-perusahaan rintisan dengan modal besar yang menambah serunya persaingan di industri asuransi jiwa yang sudah cukup sesak dengan produk dan layanan yang ‘itu-itu saja’. Fenomena persaingan ini membuat perubahan model bisnis dan pengembangan teknologi yang mampu memberikan customer experience yang unik, bermanfaat, serta inspiratif menjadi sangat urgen.
Ketiga, fakta juga mengatakan bahwa industri asuransi jiwa sebenarnya sudah sangat tertinggal dalam hal transformasi digital dibandingkan dengan perusahaan lain, misalnya FMCG dan manufaktur yang terlebih dahulu melakukan transformasi digital jauh sebelum pandemi. Bahkan bila dibandingkan dengan misalnya perusahaan e-commerce, perkembangan digital di industri asuransi jiwa terlihat sangat kuno.
Hubungan dengan Transisi Generasi
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk Indonesia hingga 2020 didominasi generasi Z dan generasi milenial. Generasi Z adalah penduduk yang lahir pada kurun 1997-2012, dan generasi milenial yang lahir periode 1981-1996. Jumlah generasi Z mencapai sekitar 75 juta jiwa atau setara 28 persen dari total populasi berjumlah 270 juta jiwa. Sementara, generasi milenial mencapai 70 juta jiwa atau 26 persen.
Ini merupakan fakta, saat ini kita sudah memasuki era pasca milenial yakni terjadi perubahan generasi yang semula didominasi oleh generasi milenial berubah ke arah generasi Z. Fakta ini penting diketahui dan dipelajari karena sangat berpengaruh terhadap strategi transformasi digital di masa mendatang.
Generasi Z ini juga disebut dengan iGeneration atau generasi internet. Generasi Z ini mempunyai karakteristik untuk selalu ingin terhubung dengan teknologi. Dengan demikian menjadi jelas hubungan pentingnya perusahaan asuransi untuk memetakan peluang ini dan tidak hanya fokus kepada generasi milenial namun juga kepada generasi Z.
Kemiripan karakteristik dua generasi ini akan menghasilkan akselerasi transformasi digital yang lebih cepat. Oleh karena itu perusahaan asuransi jiwa harus fokus kepada dua generasi ini agar lebih mampu bersaing namun tentu harus didukung kapasitas teknologi yang lebih mumpuni.
Hal ini mengingat dua generasi ini menginginkan fleksibilitas dalam penggunaan teknologi dan bagi mereka kebebasan berinteraksi dengan teknologi adalah segalanya.
Strategi yang Harus Dilakukan
Kecepatan perubahan yang menghantam industri asuransi jiwa telah memperlihatkan bahwa sistem yang telah mengakar dalam mendukung bisnis selama bertahun-tahun seperti tumpang tindih regulasi, metode dan teknologi, serta proses internal perusahaan tidak dapat menandingi kedinamisan dari krisis saat ini.
Hal inilah yang membuat para pemimpin di perusahaan asuransi jiwa harus menyelaraskan visi, strategi, dan proposisi digital secara menyeluruh dengan perubahan generasi yang sedang terjadi.
Strategi digital dimulai dengan menilai kemampuan internal terlebih dahulu, memperkirakan sumber daya yang dibutuhkan, dan memikirkan bentuk kemitraan potensial dengan dua generasi tersebut untuk mencapai tujuan transformasi digital.
Ada beberapa strategi untuk mempercepat transformasi digital dan bersinergi dengan perubahan generasi tersebut:
1. Peta jalan bisnis dan teknologi yang eksploratif
Hal ini menyangkut kapasitas dan kapabilitas perusahaan serta implikasi strategis pergantian generasi tersebut. Peta jalan tersebut harus merupakan kombinasi antara pendekatan daring dan luring. Walaupun saat ini kita berada di perbatasan antara generasi milenial dan generasi Z, namun perusahaan asuransi jiwa tetap harus memikirkan generasi-generasi sebelumnya yang mungkin masih sangat menikmati cara-cara lama.
2. Memperluas skala digital untuk engage dengan dua generasi tersebut
Strategi kedua ini bersifat fundamental dalam hal cara-cara baru bertransaksi secara langsung atau tidak langsung. Cara-cara baru digital tersebut juga harus meliputi produk-produk digital yang cocok dengan kebutuhan dan keinginan dua generasi tersebut. Kesalahan fundamental dari perusahaan asuransi jiwa adalah meluncurkan suatu produk tanpa mau memahami bahwa peralihan generasi ini membutuhkan engagement yang lebih dari generasi sebelumnya.
3. Mengadopsi metode baru manajemen distribusi
Dua generasi ini memiliki cara pandang yang sangat berbeda untuk melihat dunia digital saat ini. Transisi dua generasi ini ditandai dengan kemunculan generasi digital savvy yang bahkan sudah diadopsi industri lain. Sinergi dengan generasi digital savvy ini bisa menjadi pembuka pintu baru bagi produk dan proposisi yang ditawarkan agar lebih mudah dikenali oleh konsumen. Hal ini dimungkinkan karena jangkauan pasar yang lebih luas dari para digital savvy ini.
4. Fokus kepada tata kelola dan manajemen data konsumen
Hal ini dapat dilakukan dengan memfokuskan upaya modernisasi teknologi. Langkah modernisasi teknologi ini juga akan memberikan kapasitas baru data analytics, perusahaan asuransi jiwa akan mampu menganalisis secara mendalam karakteristik konsumen. Dengan analisis yang tepat terhadap profil dua generasi ini maka perusahaan asuransi jiwa akan mampu memberikan produk dan solusi digital yang lebih baik.
Konklusi
Dengan menggunakan analisis tersebut, maka perusahaan asuransi jiwa harus melakukan sinergi dengan generasi milenial dan generasi Z untuk meningkatkan pengalaman perjalanan konsumen secara holistik.
Hal tersebut dilakukan dengan membangun kapabilitas teknologi sebagai fondasi transformasi digital, menyiapkan peta jalan dan rencana kerja yang spesifik meliputi teknologi, distribusi, produk, dan operasional.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah arsitektur digital yang terintegrasi dengan kebutuhan dan keinginan dua generasi yang saat ini mendominasi dan akan menjadi surplus demografi di 2025.
Penulis merupakan mahasiswa program Doktor bidang perilaku konsumen dari Universitas Brawijaya sekaligus praktisi perencanaan strategi di salah satu perusahaan asuransi jiwa di Jakarta. Penulis juga sebagai anggota KUPASI (Kelompok Penulis Asuransi).
Referensi:
1. Boston Consulting Group/capabilities/digital-technology-data/digital-strategy-roadmap
2. Harvard Business Review/Understanding Customer Experience by Andre Schwager and Chris Meyer
3. Boston Consulting Group/the-power-of-digital-transformation
4. wikipedia.org/wiki/Generation_Z
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News