Media Asuransi, JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 18-19 Oktober 2021 menilai Pemulihan ekonomi global berlanjut namun lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS), China, dan Jepang lebih rendah dari prakiraan sejalan dampak kenaikan kasus varian delta Covid-19, serta gangguan rantai pasokan dan energi global. Di sisi lain, pemulihan ekonomi Eropa lebih tinggi sehingga menahan perlambatan ekonomi global.
“Kinerja sejumlah indikator dini seperti Purchasing Managers’ Index (PMI), penjualan eceran, dan keyakinan konsumen secara umum melambat pada September 2021,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam jumpa pers secara daring, Selasa, 19 Oktober 2021.
Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia merevisi pertumbuhan ekonomi global 2021 menjadi 5,7 persen dari prakiraan sebelumnya sebesar 5,8 persen. Kenaikan volume perdagangan dunia dan harga komoditas terus berlanjut, sehingga menopang prospek ekspor negara berkembang.
Pemulihan ekonomi dunia diperkirakan akan tetap berlanjut pada tahun 2022 meskipun dampak dari gangguan rantai pasokan dan keterbatasan energi perlu tetap diwaspadai. Ketidakpastian pasar keuangan global sedikit menurun di tengah kekhawatiran pengetatan kebijakan moneter global yang lebih cepat sejalan kenaikan inflasi yang terus berlangsung.
|Baca juga: Era Baru Sistem Perpajakan Internasional Atasi BEPS
“Kondisi tersebut berpengaruh terhadap tetap berlanjutnya aliran portofolio global ke negara berkembang, khususnya di negara-negara yang mempunyai imbal hasil aset keuangan yang menarik dan kondisi ekonomi yang membaik,” tutur Gubernur BI.
Sementara itu perbaikan ekonomi domestik diperkirakan tetap berlanjut. Pada kuartal III/2021, kinerja perekonomian diprakirakan terus membaik, didukung kinerja ekspor yang tetap tinggi serta aktivitas konsumsi dan investasi yang kembali meningkat sejalan pelonggaran pembatasan mobilitas. Dari sisi Lapangan Usaha (LU), kinerja LU Industri Pengolahan, Pertambangan, Perdagangan, serta Informasi dan Komunikasi tumbuh tinggi.
Secara spasial, pemulihan ekonomi terutama pada wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, dan Papua) Jawa, Sumatera, dan Kalimantan ditopang kinerja ekspor. Perbaikan ekonomi berlanjut tercermin pada perkembangan indikator dini hingga Oktober 2021, seperti penjualan eceran, ekspektasi konsumen, PMI Manufaktur, transaksi pembayaran melalui SKNBI dan RTGS, serta ekspor.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan terus membaik hingga kuartal IV/2021 sehingga keseluruhan 2021 tetap berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 3,5-4,3 persen. “Pertumbuhan ekonomi pada 2022 diprakirakan membaik didorong oleh mobilitas yang terus meningkat sejalan akselerasi vaksinasi, kinerja ekspor yang tetap kuat, pembukaan sektor-sektor prioritas yang semakin luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut,” jelas Perry.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik. Transaksi berjalan kuartal III/2021 diprakirakan kembali mencatat surplus, didorong oleh surplus neraca perdagangan yang meningkat menjadi 13,2 miliar dolar AS, tertinggi sejak kuartal IV/2009. Kinerja tersebut didukung peningkatan ekspor komoditas utama seperti CPO, batu bara, kimia organik, dan bijih logam, di tengah kenaikan impor terutama bahan baku seiring perbaikan ekonomi domestik.
Sementara itu, surplus neraca modal diprakirakan meningkat sejalan dengan masuknya aliran modal asing, baik penanaman modal asing maupun investasi portofolio. Pada kuartal III/2021, aliran investasi portofolio mencatat net inflows sebesar 1,3 miliar dolar AS. Aliran investasi portofolio tersebut terus berlanjut dari tanggal 1 Oktober 2021 hingga 15 Oktober 2021 dengan mencatat inflows sebesar 0,2 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa pada akhir September 2021 meningkat menjadi sebesar 146,9 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta melampaui standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
|Baca juga: Cadangan Devisa Indonesia September 2021 Naik US$2,1 Miliar
“Ke depan, defisit transaksi berjalan diprakirakan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya menjadi di kisaran 0,0-0,8 persen dari PDB pada 2021, dan akan tetap rendah pada 2022, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia,” kata Perry Warjiyo.
Dia tambahkan, nilai tukar rupiah menguat sejalan ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit menurun. Nilai tukar rupiah pada 18 Oktober 2021 menguat 1,44 persen secara point to point dan 0,33 persen secara rerata dibandingkan dengan level September 2021. Penguatan nilai tukar rupiah didorong oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan dengan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, menariknya imbal hasil aset keuangan domestik, terjaganya pasokan valas domestik, dan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia.
Dengan penguatan tersebut, dibandingkan dengan level akhir 2020, Rupiah sampai dengan 18 Oktober 2021 mencatat depresiasi yang lebih rendah menjadi sebesar 0,43 persen year to date (ytd), dan relatif lebih baik dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India, Malaysia, dan Filipina. “Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” kata Gubernur BI.
Bank Indonesia juga memperkirakan inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2021 tercatat deflasi 0,04 persen month to month (mtm) sehingga inflasi IHK sampai September 2021 mencapai 0,80 persen ytd. Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 1,60 persen year on year (yoy), sedikit meningkat dari inflasi Agustus 2021 sebesar 1,59% yoy.
Inflasi inti tetap rendah sejalan dengan belum kuatnya permintaan domestik, terjaganya stabilitas nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia mengarahkan ekspektasi inflasi pada kisaran target. Inflasi kelompok volatile food melambat disebabkan pasokan barang yang memadai. Inflasi administered prices sedikit meningkat sejalan masih berlanjutnya dampak kenaikan cukai tembakau.
Dengan perkembangan tersebut, inflasi diprakirakan berada di bawah titik tengah kisaran sasarannya 3,0±1 persen pada 2021 dan terjaga dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen pada 2022. “Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID) guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran targetnya,” jelas Gubernur BI, Perry Warjiyo.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News