Media Asuransi, JAKARTA – Meski baru didirikan, PT Widodo Makmur Unggas Tbk (WMUU) berhasil menunjukkan performa cemerlangnya yang didorong oleh ekspansi kapasitas yang agresif.
Melalui riset bertajuk, Widodo Makmur Unggas (WMUU IJ) – Finding glory in downstream sector, analis Mirae Asset Sekuritas, Emma A Fauni, menjelaskan bahwa Widodo Makmur Unggas (WMUU) merupakan salah satu integrator unggas yang utamanya bergerak di bidang hilir dengan produk utama karkas.
“Meskipun baru didirikan, WMUU berhasil menunjukkan pertumbuhan yang kuat dalam kinerja keuangannya yang didorong oleh ekspansi kapasitas yang agresif.”
Menurutnya, WMUU memiliki agenda ekspansi mulai dari perluasan kapasitas rumah potong ayam dari kapasitas campuran yang ada saat ini 13.500 ekor/jam menjadi 37.500 ekor/jam pada akhir tahun 2022.
“Menjadi bagian dari holding grup produsen protein hewani terkemuka di Indonesia memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan kekuatan dalam jaringan distribusi daging dan sebagian memberikan dukungan konsumsi bahan baku dan energi.”
|Baca juga: BEDAH SAHAM: Kinerja Vale Indonesia (INCO) Melejit Lampaui Ekspektasi
Harga ayam di tingkat konsumen relatif lebih stabil dibandingkan dengan di tingkat produsen. Oleh karena itu, terang Emma, fokus kuat WMUU pada bisnis hilir membawa stabilitas yang lebih dalam pendapatannya dan tidak terlalu rentan terhadap volatilitas yang lebih tinggi di bisnis hulu.
Selain itu, harga broiler yang lemah di pasar memberikan keuntungan untuk WMUU sehingga hasil Q3 mengungkapkan kinerja pendapatan WMUU yang mengesankan di tengah kinerja yang buruk dari para pesaing hulunya.
Emma menginisiasi coverage terhadap WMUU dengan rekomendasi buy dan target harga IDR240/lembar. Target harga tersebut didasarkan pada target P/E 2022F sebesar 9x.
“Kami menyukai WMUU karena kapasitas produksinya yang agresif yang kami kira dapat memenuhi permintaan off-taker yang berkelanjutan, 2) WMUU memanfaatkan kekuatan holding-nya dalam jaringan distribusi daging; 3) Eksposur berat WMUU di segmen hilir membuatnya kurang terkena volatilitas yang lebih tinggi di bisnis hulu.”
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News