Media Asuransi, JAKARTA – Kinerja imbal hasil reksa dana pascakepastian kebijakan tapering The Fed dinilai masih prospektif seiring dengan masih solidnya sejumlah indikator ekonomi dalam negeri.
Melalui Mutual Funds Update, Tim Riset PT Infovesta Utama menjelaskan bahwa pascapengumuman tapering pekan lalu melalui rapat FOMC The Fed yang memberikan kepastian mengenai pelaksanaan tapering, dipandang berdampak terbatas terhadap pasar surat utang seiring dengan komunikasi yang baik The Fed terkait rencana pengetatan likuiditas tersebut.
Pergerakan yield SBN cenderung stabil di level 6,28%, meskipun nilai tukar rupiah ditutup melemah pekan lalu di atas Rp14,300. Walau demikian, indeks acuan obligasi SBN dan korporasi masih tercatat naik terbatas masing-masing sebesar 0,04% dan 0,03%.
“Beberapa indikator ekonomi yang cukup solid juga mendukung pergerakan pasar surat utang. Kebijakan moneter yang lebih prudent atau cenderung berhati-hati turut mendorong ekonomi tumbuh lebih baik.”
Bank Indonesia memberikan dukungannya dengan mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurangi dampak tapering melalui stress test yang dilakukan, triple intervention, skema burden sharing dan kerja sama bilateral mengenai penggunaan mata uang lokal.
Di tengah tren lonjakan inflasi yang memicu perlambatan ekonomi di negara maju, serta krisis energi dan krisis likuiditas, Indonesia justru mencatatkan sejumlah statistik indikator ekonomi yang cukup baik.
|Baca juga: Minimalkan Risiko Investasi dengan Reksa Dana Saham
Meskipun, rilis data GDP kuartal III/2021 mengalami penurunan (3,51% yoy) atau berada di bawah konsensus imbas gelombang kedua pandemi yang menyerang pada kuartal III/2021. Pasalnya, Indonesia sebagai produsen komoditas energi mendapatkan dampak positif dari krisis energi yang melanda sejumlah negara. Alhasil, neraca dagang tercatat surplus (US$4,37 juta) dengan kenaikan ekspor yang tajam (47,64%), nilai tukar rupiah terhadap USD stabil di level Rp14,300-an, cadangan devisa (US$145,46) dan tingkat inflasi yang masih rendah (1,66% yoy).
Statistik indikator ekonomi di atas, memberikan gambaran bahwa fundamental ekonomi dalam negeri cukup solid. Terlepas dari kondisi di atas, dampak tapering masih akan menekan pasar surat utang meskipun terbatas. Faktanya, investor asing masih mencatatkan aksi jual bersih sepanjang 2021 sebesar Rp39,5 triliun dengan Rp12,51 triliun terjadi di Oktober 2021.
Hal tersebut dinilai sebagai antisipasi investor terhadap rencana tapering yang akan dilakukan The Fed. Nilai tukar rupiah/USD pun berpotensi tertekan. Lalu, bagaimana dengan kinerja reksa dana ke depannya?
“Kami memandang kinerja reksa dana setelah kepastian tapering yang akan dilakukan mulai bulan ini dengan pengurangan stimulus sebesar US$15 miliar setiap bulannya, masih cukup prospektif dengan berbagai pertimbangan tersebut di atas.”
Di samping itu, tren sell-off investor asing pada instrumen berbasis surat utang yang terjadi sepanjang tahun 2021, masih tidak begitu menekan kinerja reksa dana pendapatan tetap di tengah kenaikan jumlah investor lokal.
Tecermin dari kinerja indeks acuan obligasi secara year to date (ytd) yang mengalami kenaikan (SBN 3,90% dan Korporasi 4,50%). Selanjutnya, reksa dana saham masih didorong oleh sektor konsumsi primer dan perbankan sejalan dengan aktivitas ekonomi yang kembali dibuka.
Hanya saja, tren komoditas supercycle sudah mencapai rekor tertingginya seiring dengan intervensi pemerintah China yang mendorong produksi batu bara di negaranya untuk menekan lonjakan harga komoditas dan keluar dari krisis energi. Hal tersebut turut berdampak negatif terhadap kinerja reksa dana saham yang memiliki porsi investasi pada sektor energi.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News