Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan bahwa di tahun 2022 mendatang, penggunaan teknologi informasi (information technology/IT) baik dalam melakukan transaksi keuangan maupun operasional di sektor industri keuangan non bank (IKNB), akan semakin marak.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, penerapan social distancing dan pembatasan mobilitas selama pandemi telah menciptakan sebuah kondisi yang ideal untuk mempercepat proses digitalisasi di berbagai bidang,” kata Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan, Riswinandi, dalam webinar Indonesia Financial Sector Outlok 2022 yang diselenggarakan LPPI, Selasa, 23 November 2021.
Menurut Riswinandi, dari perspektif pelaku usaha, pemanfaatan teknologi untuk mendukung proses bisnis menghadirkan peluang untuk dapat menjangkau target pasar yang lebih luas secara lebih efektif dan efisien. “Untuk industri asuransi misalnya, survei Swiss Re Institute di beberapa negara Asia menunjukkan bahwa tingkat penerimaan konsumen terhadap produk asuransi yang dipasarkan melalui platform digital ternyata cukup signifikan, yaitu mencapai lebih dari 70 persen responden yang disurvei,” jelasnya.
Sementara itu dalam konteks digitalisasi pada lingkup nasional, hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) juga menunjukkan bahwa tingkat penetrasi internet di Indonesia sepanjang tahun 2019-2020 mencapai 73,7 persen dari total jumlah penduduk. Dengan demikian, kombinasi antara minat penggunaan platform digital dan pertumbuhan tingkat penetrasi internet dimaksud semestinya dapat dioptimalkan sebagai salah satu modal penting untuk mendorong pertumbuhan tingkat inklusi pada sektor IKNB.
|Baca juga: OJK Dorong Percepatan Transformasi Digital Sektor Jasa Keuangan
“Tanpa didukung penguatan literasi, maka pelaku sektor IKNB dapat menghadapi eksposur risiko reputasi yang lebih tinggi, antara lain disebabkan oleh terjadinya misselling akibat minimnya pemahaman masyarakat terhadap manfaat dan risiko dari suatu produk jasa keuangan,” kata Riswinandi.
Anggota Dewan Komisioner OJK ini menambahkan bahwa dari perspektif pelaku usaha, ketergantungan yang lebih tinggi terhadap infrastruktur IT juga meningkatkan eksposur perusahaan terhadap kelompok risiko siber. Sebagai contoh, terjadinya kasus peretasan pada sistem IT (cyber attack) perusahaan dapat mengganggu kualitas layanan dan operasional perusahaan, serta bahkan dapat membahayakan keamanan data pribadi nasabah.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari kebijakan untuk mendorong mitigasi risiko IT yang lebih optimal oleh pelaku sektor IKNB, maka OJK telah menerbitkan aturan POJK 4/2021 tentang Manajemen Risiko Teknologi Informasi Oleh Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, yang mencakup diantaranya: perusahaan perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan penyelenggara fintech lending.
Selain mengatur hal-hal yang terkait dengan penerapan manajemen risiko IT, aturan tersebut juga memuat substansi terkait penyelenggaraan sistem IT, utamanya yang terkait dengan kewajiban pelaku industri untuk melakukan proteksi atas data-data perusahaan dan konsumen. POJK ini juga mengatur mengenai kewajiban pelaku industri untuk melakukan upaya terbaik dalam melindungi data pribadi konsumen dan menghindari terjadinya penyalahgunaan data dimaksud.
“Kami berharap agar kebijakan dimaksud dapat menjadi sebuah guideline bagi para pelaku sektor IKNB, agar proses inovasi di sektor tersebut terus berjalan secara prudent dan bertanggung jawab, sehingga dapat berkontribusi positif terhadap kinerja pelaku industri dan sekaligus tetap melindungi kepentingan nasabah,” kata Riswinandi.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News