Media Asuransi, JAKARTA – Bank Indonesia menilai bahwa kondisi likuiditas sangat longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp141,19 triliun pada tahun 2021 (hingga 14 Desember 2021).
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa sepanjang 2021, Bank Indonesia telah melakukan pembelian SBN untuk pendanaan APBN 2021 sebesar Rp201,32 triliun yang terdiri dari: (1) pembelian di pasar perdana sebesar Rp143,32 triliun sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020 sebagaimana telah diperpanjang tanggal 11 Desember 2020 hingga 31 Desember 2021, dan (2) private placement di bulan November 2021 sebesar Rp58 triliun untuk pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 23 Agustus 2021.
Dengan ekspansi moneter tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada November 2021 sangat longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi mencapai 34,24 persen serta Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh sebesar 10,37 persen (yoy). Likuiditas perekonomian meningkat, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh meningkat masing-masing sebesar 14,7 persen (yoy) dan 11,0 persen (yoy). “Pertumbuhan uang beredar tersebut terutama didukung oleh peningkatan kredit perbankan dan ekspansi fiscal,” kata Gubernur BI dalam jumpa pers secara daring, Kamis, 16 Desember 2021.
|Baca juga: Bank Indonesia Perkuat Transparansi Suku Bunga Kredit Perbankan
Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang sangat longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus dalam tren menurun. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 25 bps dan 145 bps sejak November 2020 menjadi 2,79 persen dan 3,05 persen pada November 2021.
Di pasar kredit, penurunan SBDK perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru pada seluruh kelompok Bank, kecuali BPD. Aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan, sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru.
Namun demikian, penurunan suku bunga kredit yang jauh lebih rendah daripada penurunan suku bunga deposito perbankan menyebabkan spread antara suku bunga kredit dan deposito tersebut terus melebar dan Net Interest Margin (NIM) perbankan terus mengalami peningkatan. “Oleh sebab itu, Bank Indonesia memandang bahwa ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit masih cukup lebar,” kata Perry Warjiyo.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga dan fungsi intermediasi perbankan melanjutkan perbaikan secara bertahap. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Oktober 2021 tetap tinggi sebesar 25,30 persen, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap terjaga, yakni 3,22 persen (bruto) dan 1,02 persen (neto).
Intermediasi perbankan terus membaik dengan pertumbuhan kredit sebesar 4,73 persen (yoy) pada November 2021. Pertumbuhan kredit lebih merata pada semua jenis penggunaan, baik kredit modal kerja, kredit investasi maupun kredit konsumsi, yang masing-masing tumbuh 5,38 persen (yoy), 4,30 persen (yoy), dan 4,11 persen (yoy).
Dari sisi sektoral, pertumbuhan kredit juga lebih broad based di hampir seluruh sektor perekonomian dan UMKM, mengindikasikan meningkatnya permintaan kredit sejalan dengan pemulihan aktivitas dunia usaha. Dari sisi penawaran, Bank Indonesia terus menempuh kebijakan makroprudensial longgar, sementara perbankan menurunkan standar penyaluran kredit seiring dengan menurunnya persepsi risiko kredit.
“Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lainnya di sektor keuangan untuk mendorong lebih lanjut peningkatan kredit dan pembiayaan perbankan kepada dunia usaha, terutama dari sisi permintaan sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi,” kata Perry Warjiyo.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News