Media Asuransi, JAKARTA – Ketua Bidang Aktuaria dan Manajemen Risiko Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Fauzi Arfan, memaparkan bahwa kinerja industri asuransi jiwa dari sisi investasi yang menunjukkan hasil positif. Di tahun 2021, 58 perusahaan anggota AAJI berhasil mengelola total dana investasi sebesar Rp530,71 triliun atau meningkat 5,1 persen dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp520,51 triliun.
“Di 2021, industri asuransi jiwa Indonesia berhasil menghimpun dana kelolaan pada beberapa instrumen investasi. Komposisi portofolio investasi 2021 tiga terbesar adalah reksa dana sebesar 31 persen, kemudian disusul di saham 28 persen, dan Surat Berharga Negara 21 persen. Selain itu ada di deposito, sukuk korporasi, dan lain-lain,” papar Fauzi dalam konferensi pers Laporan Kinerja Industri Asuransi Jiwa Kuartal IV/2021 secara daring, Rabu, 9 Maret 2022.
Fauzi mengatakan, hasil investasi tumbuh sebesar 44,7 persen menjadi Rp26,01 triliun di 2021 jika dibandingkan tahun 2020 yang mengalami perlambatan 23,4 persen atau sebesar Rp17,97 triliun. “Selain dipengaruhi oleh pertumbuhan IHSG sekitar 10,1 persen yoy di 2021, pertumbuhan kinerja hasil investasi asuransi jiwa juga dipengaruhi oleh pendapatan premi asuransi yang ditempatkan di produk investasi,” paparnya.
|Baca juga: Unitlink Masih Mendominasi di 2021
Dia jelaskan bahwa, dalam peranannya mendukung dan menjaga stabilitas pasar modal, industri asuransi jiwa pada 2021 melakukan penempatan dana investasi pada instrumen saham maupun reksa dana. Total penempatan dana pada instrumen tersebut mengalami peningkatan cukup signifikan mencapai Rp316,56 triliun atau naik 2,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. “Industri asuransi jiwa memiliki pengembangan cukup besar di pasar modal dan reksa dana,” ungkapnya.
Fauzi mengatakan bahwa penempatan dana kelola investasi turut berkontribusi pada pembangunan negara. Sekitar 20,3 persen dana kelola investasi ditempatkan pada instrumen yang dapat mendukung pembangunan negara seperti obligasi, sukuk, dan Surat Berharga Negara (SBN). Namun persentase ke SBN belum mencapai angka anjuran dari regulator, yakni 30 persen. Kekurangan penempatan dana investasi di produk SBN ini disebabkan oleh keterbatasan produk yang tersedia untuk dapat diserap oleh industri.
“AAJI terus berupaya untuk selalu mempertahankan kinerja positif sehingga industri mampu memberikan kontribusi yang massif dalam perekonomian di Indonesia,” pungkasnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News