Media Asuransi, JAKARTA – Calon Ketua dan Anggota Dewan Komisioner (ADK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyiapkan 6 jurus yang mendesak dilakukan untuk membenahi lembaga yang mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan di tanah air ini. Hal itu disampaikan oleh Mahendra Siregar saat menjalani proses fit and proper test di Komisi XI DPR RI, Rabu, 6 April 2022.
Menurut Mahendra, Indonesia adalah negara berkembang pertama yang beralih ke pengawasan terintegrasi untuk sektor jasa keuangan. Untuk negara-negara maju memang ada beberapa negara yang sudah terlebih dulu, seperti Jerman, Jepang, Inggris, dan Australia.
“Tetapi untuk negara-negara berkembang termasuk di kawasan kita, hanya Singapura yang memiliki lembaga atau regulator pengawasan terintegrasi. Sehingga ini merupakan best practices yang diharapkan dapat betul-betul mengoptimalkan potensi yang ada di dalam negara yang bersangkutan.
Namun menurut pria yang kini menjadi Wakil Menteru Luar Negeri RI ini, apa yang dicapai kinerja sektor keuangan kita jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata ASEAN khususnya negara ASEAN yang relatif lebih maju seperti Tahiland, Malaysia, dan Filipina maupun negara-negara G20.
|Baca juga: Hari Ini DPR Mulai Fit and Proper Test Calon DK OJK
Sebagai contoh, kredit untuk sektor swasta di Indonesia baru mencapai 33 persen terhadap PDB, sedangkan di ASEAN angkanya sudah mencapai 104 persen PDB dan di negara-negara G20 hampir 100 persen PDB. Penempatan dana di industri jasa keaungan, di Indonesia 40 persen terhadap PDB sedang di ASEAN 104 persen PDB dan di negara-negara G20 mencapai 98 persen PDB.
Nilai saham yang diperdagangkan di Indonesia baru 12 persen dari PDB, di ASEAN mencapai 60 persen PDB, dan di negara-negara G20 mencapau 102 persen PDB. Aset reksa dana di Indonesia baru 3 persen dari PDB, di ASEAN mencapai 21 persen PDB, dan negara G20 sebesar 48 persen PDB.
Sementara itu, aset perusahaan asuransi di Indonesia baru 5 persen dari PDB, di ASEAN 17 persen PDB, dan negara G20 45 persen PDB. Aset dana pensiun di Indonesia baru 2 persen dari PDB, ASEAN 24 persen dari PDB, dan negara-negara G20 mencapai 42 persen dari PDB
“Ini menunjukkan bahwa potensinya sangat besar untuk dikembangkan lebih lanjut. Dan pengawasan terintegrasi sudah menjadi modal yang cukup kuat dalam menjalankannya karena sudah diangap sebagai best practices. Hanya pelaksanaannya harus terus diperbaiki,” tegas Mahendra Siregar.
Dia tambahkan, aset perbankan syariah di Indonesia hanya 2 persen dari total volume perbankan Indonesia. Jauh ketinggalan dibandingkan Malaysia yang asset perbankan syariahnya sudah 14 persen dan untuk G20 mencapai 29 persen yaitu Arab Saudi.
Menghadapi hal tersebut, menurut Mahendra Siregar, maka prioritas mendesak yang harus segera dilakukan di OJK ke depan ada 6 hal. Pertama, langkah konkret dan cepat yang sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan OJK, yang bersifat kolektif-kolegial. Sehingga pelaksanaan pengawasan terintegrasi dan kualitas perlindungan konsumen serta masyarakat, dapat makin ditingkatkan.
|Baca juga: Potret 10 Tahun Perjalanan OJK, What’s Next?
Kedua, penyesuaian struktur organisasi dan SDM yang memerlukan perkuatan di KE IKNB dan KE Pasar Modal, untuk segera dipenuhi guna menjamin terlaksananya pengaturan dan pengawasan yang efektif dengan berkembangnya industri dan inovasi produk di masing-masing bidang itu.
Ketiga, pelayanan satu pintu untuk perizinan, pengesahan, dan persetujuan yang menjadi prioritas dalam menghilangkan inefisiensi dan duplikasi yang menggerus kredibilitas institusi.
Keempat, meningkatkan efektivitas pengawasan, pemeriksaaan, penyidikan, serta tindak lanjutnya dalam bentuk keputusan yang jelas, transparan, dan akuntabel, sehingga kepercayaan dan kredibilitas institusi serta penguatan ekosistem jasa keuangan Indonesia makin terjaga. “Kami mengacu pada beberapa kasus yang sedang ditangani saat ini maupun potensi munculnya kasus-kasus baru menunjukkan urgensi langkah ini,” jelasnya.
Kelima, meningkatkan kerja sama dan koordinasi yang efektif dengan regulator dan lembaga lain yang terkait baik dalam forum KSSK maupun terpisah, sehingga dapat mengurangi risiko dan memitigasi masalah yang dihadapi, secara tuntas dan cepat.
Keenam, melaksanakan sinergi penuh dengan pemerintah, DPR, dan lembaga-lembaga negara guna RI dalam menjalankan strategi nasional untuk memperjuangkan kepentingan nasional. Antara lain, yang sangat mendesak mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia dan mencegah middle income trap.
“Dalam konteks ini mohon kami diperkenankan menjelaskan bahwa yang dimaksud bukan mempertanyakan independensi dari OJK dalam melakukan pengawasan, pengaturan, pemeriksaan, maupun penyidikan yang harus dijunjung tinggi. Tetapi karena memang ada tujuan nasional dan ada strategi nasional yang tentu mencakup seluruh lembaga termasuk di dalamnya OJK, merupakan keputusan maupun tujuan bersama sehingga tidak terjadi seakan-akan ada negara dalam negara,” tegasnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News