Media Asuransi, JAKARTA – Dua orang Calon Kepala Eksekutif (KE) Pengawas Perbankan merangkap Anggota Dewan Komisioner (ADK) OJK periode 2022-2027, Dian Ediana Rae dan Ogi Prastomiyono, menyoroti mengenai konsolidasi Bank Pembangunan Daerah (BPD). Hal itu disampaikan keduanya secara terpisah saat menjalani proses fit and proper test di Komisi XI DPR RI, Rabu, 6 April 2022.
Struktur perbankan di Indonesia dinilai masih sangat gemuk, sehingga perlu dilakukan penyederhanaan jenis dan jumlah bank dengan skala bisnis yang lebih besar. Perlu dilakukan upaya untuk mengatasi banyaknya jumlah dan kelompok bank dengan persyaratan permodalan yang bervariasi.
“Oleh karena itu, perlu terus dilakukan restrukturisasi perbankan melalui akuisisi, merger, dan konsolidasi, termasuk kemungkinan salah satunya Bank Pembangunan Daerah (BPD),” kata Dian Ediana Rae.
|Baca juga: Berebut Posisi Wakil Ketua OJK, Mirza Adityaswara dan Fauzi Ichsan Sama-sama Usung Isu Transformasi
“BPD seharusnya sudah menjadi regional champion dan diharapkan bisa memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan paling tidak di wilayahnya, tapi kekuatan modal BPD masih diskrepansi antara satu wilayah dengan wilayah lain, sehingga apakah perlu suatu upaya untuk merger seluruh BPD Indonesia,” katanya.
Dian menambahkan bahwa saat ini terdapat tantangan yang dihadapi oleh industri keuangan naional. Untuk itu, dia mengungkapkan prioritasnya yang akan dilakukan saat menjabat sebagai KE Pengawas Perbankan OJK. Mulai dari dukungan perbankan terhadap pemulihan ekonomi nasional, optimalisasi pengembangan UMKM, pembenahan struktur pasar yang belum efisien, fragmented bahkan cenderung menjadi rumit.
“Serta, mengatasi banyaknya jumlah dan kelompok bank dengan persyaratan pemodalan sangat bervariasi. Ditambah lagi, penyempurnaan standar regulasi dan pengawasan terhadap kelompok-kelompok bank, serta pengembangan SDM,” jelasnya.
Calon KE Pengawas Perbankan dan ADK OJK yang menjalani proses fit and proper test pada kesempatan berikutnya, Ogi Prastomiyono, menekankan perlunya OJK memiliki pemahaman yang komprehensif atas aspirasi industri perbankan. Untuk menjalankan visi dan misi OJK, perlu kepemimpinan yang memahami aspirasi tantangan utama perbankan sesuai karakteristik jenis bank beragam.
“Pemimpin di OJK perlu memiliki pengalaman operasional perbankan sehingga mampu mengidentifikasikan potensi risiko bank secara komprehensif dan mendalam. Pemimpin di OJK juga harus memiliki kemampuan dan pengalaman mengeksekusi kebijakan secara efektif, serta melakukan transformasi secara nyata yang diikuti pelaku industri jasa keuangan. Terakhir, memiliki prinsip kehati-hatian yang baik dibuktikan dengan kompetensi keahlian dan pengalaman di bidang kepatuhan, compliance audit, dan manajemen risiko,” jelasnya.
|Baca juga: Cara Pemilihan ADK OJK 2017, Berpeluang Terulang Lagi di Pemilihan ADK OJK 2022
Salah satu yang perlu diperhatikan adalah di bidang perbankan syariah. Menurut Ogi, upaya peningkatan skala ekonomi dan pangsa pasar perbankan syariah perlu didorong. Misalnya, dapat dilakukan melalui sinergi dengan ekosistem syariah lainnya, seperti e-commerce, industri fesyen, dan pariwisata halal maupun industri makanan halal, mengingat Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim yang besar.
Ogi Prastomiyono juga menyoroti kewajiban spin off Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi bank syariah. Menurut dia, proses pelaksanaan spin off UUS ini perlu dikawal dengan baik. Menurut dia, mungkin tidak menjadi masalah besar untuk UUS bank dengan komitmen dan kemampuan pemegang saham besar. Masalah terjadi kepada bank syariah dengan modal kecil untuk memenuhi ketentuan permodalan secara bertahap.
Sementara itu, upaya mendorong pengembangan Bank Pembangunan Daerah (BPD) juga perlu dilakukan, dengan konsolidasi, modernisasi, dan digitalisasi layanan perbankan agar lebih efisien dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan daerah.
Menurut dia, regulator perlu menjembatani pemenuhan modal Bank Pembangunan Daerah (BPD), dengan konsep satu pulau satu BPD. Dia menerangkan, ada kewajiban modal Rp3 triliun untuk BPD. Namun jika pemerintah daerah (pemda) tidak mampu menginjeksi, pilihannya harus mencari mitra. “Bank Sulut Go, Bank Sulawesi Tengah, dan Bank Bengkulu menjadi contoh yang menjalin kemitraan di luar pemda,” katanya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News