Salah satu misi dari dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Tugas ini secara khusus ditangani oleh Anggota Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Di industri jasa keuangan, perlindungan konsumen merupakan hal penting yang harus dijalankan. Pasalnya, jasa keuangan adalah sektor usaha yang dalam kegiatannya melakukan aktivitas penghimpunan dana masyarakat. Dalam praktiknya, potensi terjadinya modus kejahatan, penipuan atau fraud yang dapat merugikan masyarakat sangat besar terjadi.
Oleh karenanya, sebagai konsumen sektor jasa keuangan, masyarakat memiliki hak atas penerapan hukum perlindungan konsumen yang salah satu fungsinya adalah untuk mencegah pemberian informasi secara tidak lengkap atau bersifat menipu konsumen. Bila pun terjadi masalah atau sengketa, konsumen bisa mendapatkan perlindungan untuk mendapatkan haknya sebagaimana mestinya.
Perlindungan konsumen ini penting sebagai upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan. Tanpa adanya kepercayaan, masyarakat akan enggan untuk membeli produk-produk jasa keuangan. Tanpa adanya partisipasi masyarakat, tentu sektor jasa keuangan tidak akan bisa jalan.
Meski demikian, fakta menunjukkan bahwa perlindungan konsumen ini belum sepenuhnya menjadi perhatian atau sepenuhnya dijalankan oleh pelaku jasa keuangan. Kondisi ini tecermin dari jumlah pengaduan masyarakat terkait lembaga jasa keuangan yang terus meningkat setiap tahunnya.
Pada periode 1 Januari 2017 hingga 25 November 2021, jumlah pengaduan melonjak tajam hingga mencapai 595.521 pengaduan atau naik 22 kali lipat. Pada tahun 2017, jumlah pengaduan yang masuk ke OJK sebanyak 25.742 pengaduan, meningkat menjadi 86.191 pengaduan pada 2018, dan menjadi 117.218 pengaduan pada tahun 2019. Lalu, jumlahnya naik lagi menjadi 245.083 pengaduan pada 2020 dan melonjak menjadi 595.521 pengaduan per 25 November 2021.
Khusus pada tahun 2021, pengaduan terbanyak berkaitan dengan pinjaman online (pinjol) yang mencapai 50.413 pengaduan. Pengaduan yang masuk umumnya berupa modus penipuan. Pengaduan terbanyak kedua adalah dari sektor perbankan yang mencapai 49.205 pengaduan. Selanjutnya pengaduan dari sektor pembiayaan mencapai 25.072 pengaduan. Keluhan yang diadukan oleh konsumen mayoritas adalah terkait dengan modus penipuan dan skimming.
Sementara itu, pengaduan di sektor asuransi mencapai 5.783 pengaduan yang sebagian besar aduan terkait dengan kesulitan klaim asuransi dan produk layanan asuransi yang tidak sesuai dengan penawaran (misselling). Adapun pengaduan di sektor pasar modal mencapai 2.685 pengaduan yang berkaitan dengan perizinan profesi dan jasa penunjang, gagal bayar, legalitas LJK dan produk, permintaan tindak lanjut pengaduan, dan sistem informasi pengaduan OJK (SIPO).
Dalam menjalankan tugas perlindungan konsumen, OJK sebenarnya telah melakukannya dari dua sisi yaitu hulu dan hilir. Dari sisi hulu, OJK membuat aturan main terhadap pelaku jasa keuangan agar produk jasa keuangan dan mekanisme pemasarannya tidak merugikan masyarakat. Dari sisi hilir, OJK melakukan edukasi agar masyarakat lebih melek terhadap produk dan layanan jasa keuangan sehingga tidak mudah menjadi korban penipuan. Selain itu, OJK juga menjadi mediator dalam proses penyelesaian masalah atau sengketa di industri jasa keuangan.
Baru-baru ini, OJK mengeluarkan beleid anyar tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat sebagai upaya untuk memperkuat upaya perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. Salah satu ketentuan yang ditekankan adalah penerapan pelindungan konsumen oleh industri jasa keuangan sejak perencanaan produk, pelayanan, dan penyelesaian sengketa. Selain itu, regulasi baru ini juga memperjelas kewajiban prinsip keterbukaan dan transparansi informasi produk dan layanan serta peningkatan perlindungan data dan informasi konsumen.
Terkait dengan perlindungan konsumen di sektor asuransi, sebenarnya masih ada satu kebijakan yang dinanti-nanti implementasinya yaitu pembentukan Lembaga Penjamin Pemegang Polis (LPPP) yang tenggat waktu pembentukannya berdasarkan amanat Pasal 53 UU No. 40/2014 telah terlampaui. Keberadaan LPPP ini selayaknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di perbankan dan Securities Investor Protection Fund (SIPS) di pasar modal, tentu sangat diharapkan untuk memberikan kepastian terkait pembayaran klaim asuransi nasabah bila perusahaan asuransi mengalami gagal bayar.
Selain melalui aturan main, pengawasan, dan edukasi, perlindungan konsumen seharusnya menjadi kesadaran bersama seluruh pelaku industri jasa keuangan yang harus diprioritaskan dalam menjalankan bisnis agar tidak mencederai kepercayaan konsumen atau masyarakat.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News