1
1

Indonesia Masih Dalam Siklus Pemulihan Ekonomi

Media Asuransi, JAKARTA – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai bahwa Indonesia masih berada dalam siklus pemulihan ekonomi pada semester II/2022, berbeda dengan negara maju yang cenderung mengalami normalisasi. Selain itu, secara umum, volatilitas pasar ke depan diperkirakan membaik karena banyak negara dan kawasan sudah mulai mendekati titik puncak dari segi inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta kebijakan moneter.

Pandangan tim investasi MAMI ini disampaikan dalam acara Indonesia Market Outlook 2H-2022: Approaching the Tipping Points, secara daring, Selasa, 9 Agustus 2022. Nara sumber yang menyampaikan paparan dalam acara tersebut adalah: Director & Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI, Ezra Nazula, Chief Economist & Investment Strategist MAMI, Katarina Setiawan, dan Senior Portfolio Manager, Equity MAMI, Samuel Kesuma.

Ezra mengatakan bahwa volatilitas pasar finansial global di paruh pertama 2022 melonjak akibat tiga hal, yaitu inflasi yang secara terus-menerus berada pada level tinggi, kenaikan suku bunga The Fed yang agresif, dan outlook pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2022 dan 2023 yang direvisi turun. Menurut dia, memasuki paruh kedua, pasar telah memperhitungkan dan merevisi ekspektasinya terhadap outlook ekonomi dan kebijakan moneter.

|Baca juga: Pasar Menunggu BI Naikkan Suku Bunga Acuan

Lebih lanjut dia jelaskan bahwa dalam rapat FOMC (The Federal Open Market Committee) terakhir, The Fed menegaskan prioritasnya untuk menangani inflasi dan mengindikasikan bahwa suku bunga acuan sudah berada di level netral, yaitu di kisaran 2,25 persen hingga 2,5 persen, serta arah pergerakan ke depan akan disesuaikan dengan perkembangan data ekonomi. Ekspektasi pasar mengindikasikan bahwa The Fed sudah mendekati puncak siklus kenaikan suku bunga, sehingga besaran kenaikan ke depan akan lebih dovish.

Di sisi lain, pertumbuhan uang beredar telah kembali ke level normal. Ini merupakan pertanda bahwa pengetatan moneter sudah mulai membuahkan hasil dan diharapkan dapat menahan laju inflasi. The Fed telah menegaskan bahwa prioritas utama saat ini masih tetap pada penanganan inflasi.

“Positifnya, beberapa faktor pendorong utama inflasi, terutama dari sisi pasokan, telah mulai mereda. Contohnya, harga minyak yang merupakan salah satu faktor pendorong utama terjadinya inflasi di Amerika Serikat sudah turun 23 persen dari level tertingginya di USD127/bbl. Selain itu, tekanan rantai pasokan global mulai membaik pasca normalisasi aktivitas China, dan harga gandum juga sudah turun hingga 38 persen dari titik tertingginya di bulan Maret 2022,” ujar Ezra.

Berbicara mengenai pasar di Asia, menurut dia saat ini diuntungkan dengan pembukaan kembali ekonomi. “Di tengah ancaman perlambatan ekonomi global, Asia diuntungkan oleh pelonggaran restriksi aktivitas dan pembukaan kembali perjalanan internasional yang mendukung aktivitas ekonomi dan mengimbangi dampak dari perlambatan eksternal. Lonjakan inflasi akan menjadi perhatian bank sentral di kawasan Asia,” jelasnya.

|Baca juga: Siklus Pengetatan Suku Bunga Global Sudah Dekati Puncaknya

Namun, dengan titik awal yang relatif rendah dan topangan fiskal untuk menjaga harga barang-barang tertentu, bank sentral dapat tetap menjaga momentum pertumbuhan dan tidak perlu terburu-buru menaikkan suku bunga. Sama halnya dengan pasar global, sentimen pada pasar Asia diperkirakan membaik apabila tingkat inflasi global sudah mulai mereda secara konsisten dan sinyal siklus kenaikan Fed funds rate sudah mendekati puncak.

Sementara itu Katarina mengungkapkan bahwa perekonomian utama dunia, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan China, cenderung mengalami normalisasi pada semester kedua tahun ini. Namun, Indonesia masih akan berada dalam siklus pemulihan ekonomi. “Hal ini tecermin dari proyeksi pertumbuhan ekonominya yang kokoh dan tidak mengalami revisi signifikan. Bisa disimpulkan bahwa siklus ekonomi Indonesia berbeda dibandingkan negara maju, dan merupakan hal yang positif bagi Indonesia,” katanya.

Menurut dia, indikator ekonomi Indonesia pun menunjukkan potensi penguatan lebih lanjut. Risiko resesi di Indonesia menjadi berkurang karena kondisi fiskal serta perekonomian Indonesia terjaga baik. Hal ini berbeda dengan kebanyakan negara. Beragam indikator ekonomi masih menunjukkan pemulihan ekonomi yang kuat. Hal tersebut terlihat antara lain dari kontribusi konsumsi domestik yang besar, keyakinan konsumen dan penjualan ritel, angka pengangguran yang menurun, serta pertumbuhan kredit yang terus meningkat hingga mencapai 10,3 persen di bulan Juni 2022.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Pasar Menunggu BI Naikkan Suku Bunga Acuan
Next Post Jangan Terjebak Investasi Bodong, Investasi Itu Harus Logis

Member Login

or