Melalui Weekly Mutual Funds Update, Tim Riset Infovesta Utama menerangkan sepanjang pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sebesar 0,59% di level 7.177.
Menguatnya IHSG dikarenakan naiknya harga saham pada sektor energi sejalan dengan kenaikan harga batu bara. Selain itu adanya rilis data beberapa emiten pada 2Q22 yang tercatat memberikan kinerja cukup baik dan adanya rilis data inflasi yang mengalami penurunan sebesar 4,69% Pada Agustus dibandingkan pada bulan Juli sebesar 4,94% di bawah konsensus pasar.
|Baca juga: OJK: Sektor Pasar Modal dan Asuransi Tumbuh
Namun demikian, inflasi inti naik ke level 3,04% pada Agustus dibandingkan pada bulan sebelumnya sebesar 2,86%, seiring dengan meningkatnya harga-harga pada sektor jasa akibat dari meningkatnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu, inflasi inti telah melewati target dari Bank Indonesia sebesar 3%. Seiring dengan naiknya tingkat inflasi inti menjadi kekhawatiran terhadap pasar dimana jika BI menaikan tingkat suku bunganya lebih agresif dapat menjadi sentimen negatif bagi pasar.
Sejalan dengan kondisi tersebut, pasar obligasi juga mendapatkan sentimen positif berupa menurunnya tingkat inflasi Indonesia. Namun demikian, volatilitas terhadap pasar obligasi masih cukup tinggi, seiring dengan sikap The Fed yang masih akan agresif menaikkan suku bunganya.
Di sisi lain, sentimen perlambatan ekonomi global dapat memberikan sinyal positif terhadap pasar obligasi seiring dengan yield obligasi 10 tahun Indonesia yang masih atraktif di atas 7%. Melihat situasi kondisi pasar saat ini, kinerja reksa dana saham mengalami pertumbuhan sebesar 9,05% YTD. Naiknya reksa dana saham dikarenakan kenaikan IHSG terutama dikontribusikan oleh sektor energi, seiring dengan perang antara Rusia dan Ukraina yang masih berlanjut mengakibatkan kenaikan terhadap beberapa harga komoditas terutama energi.
|Baca juga: Pasar Modal Jadi Barometer Perekonomian Indonesia Terkini
Sedangkan untuk reksa dana pendapatan tetap, investor dapat berinvestasi di tengah sentimen perlambatan ekonomi global dan masih menariknya yield obligasi 10 tahun Indonesia. Namun demikian, seiring masih tingginya risiko di pasar, investor perlu memperhatikan kondisi ekonomi domestik terutama inflasi yang diperkirakan masih akan naik, sementara dari sisi global, kenaikan suku bunga the fed, efek lockdown di China, dan berlanjutnya perlambatan ekonomi global dapat menjadi perhatian investor.
Pada pekan lalu, beberapa negara melaporkan rilis data PMI Manufaktur yang mengalami perlambatan ke level terendah sejak awal pandemi. Pada Jumat malam pekan lalu, rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat menunjukkan perlambatan seiring dengan meningkatnya angka pengangguran yang naik dari level 3,5% ke level 3,7%
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News