Menjadi suatu kelaziman bagi setiap manusia, mengambil sisi keindahan dari berbagai makhluk hidup yang bertebaran di muka bumi ini. Termasuk dalam menikmati keasyikan merawat dan memelihara berbagai jenis burung. Ada kelebihan yang membuat hati jadi tertarik dengan binatang ini, baik dari sisi variasi kicauan, keindahan bentuk tubuh dan bulu, serta keunikan gerak-gerik dan tingkah laku. Hal inilah yang membuat sebagian eksekutif rela meluangkan waktu di sela kesibukan kerja untuk ‘bermain’ bersama piarannya ini.
Memelihara burung boleh dikatakan telah menjadi budaya bagi sebagian masyarakat Indonesia. Fenomena kontes burung yang banyak diselenggarakan di berbagai daerah di nusantara menjadi bukti daya tarik binatang bersayap ini sangat kuat bagi para pecintanya. Hal ini pun dilakukan oleh sejumlah karyawan ataupun eksekutif yang dalam kesehariannya sudah disibukkan dengan berbagai tugas kantor. Sekalipun tidak mengambil peran sebagai pemilik kontestan, paling tidak budaya memelihara burung ini sudah melekat dalam diri mereka.
Seperti halnya Didi Agus R, pria yang sudah bertahun-tahun bekerja di Asuransi Umum Brins General Insurance (BRINS) ini mengaku, dirinya tidak dapat terpisah dari suara kicauan burung dalam kesehariannya. Bahkan dia dulu pernah mencoba untuk tidak ada lagi burung di kediamannya, namun tidak bisa dan tidak betah tanpa ada suara burung di rumah.
Bagi Didi kicauan burung yang didengar setiap hari itu menjadi energi tambahan di saat merasa lelah selepas beraktivitas. Begitu juga dengan ocehan pagi binatang peliharaanMenyerap nya itu, menjadi penyemangat dalam menyongsong hari-harinya. Namun begitu, dia tidak mau menomor satukan aktivitas merawat burung ini mengalahkan tugas utamanya sebagai karyawan kantor maupun kepala keluarga di rumah.
“Burung-burung ini adalah partner saya dalam beraktivitas. Tapi, saya tidak tertarik ikut kontes. Cukup dinikmati suaranya sebagai pengusir kejenuhan. Di samping itu juga menyukai bentuknya lucu dan gerak-geriknya yang unik. Keberadaan burung itu sebagai penetralisir di sela kesibukan saya sehari-hari. Merawat burung-burung ini membuat saya bahagia,” ungkapnya pada Media Asuransi baru-baru ini.
Didi mengisahkan, hobi memelihara burung ini bermula saat dirinya mendapat hadiah dari orang satu kampung dengannya yaitu seekor burung Jalak Suren yang memiliki suara kicauan cukup lantang. Burung itu dibawa merantau ke Ibukota, saat pria kelahiran Kendal, Jawa Tengah ini masih tinggal di sebuah rumah kontrakan di Jakarta. Suatu hari sepulang bekerja, dia tidak menemukan lagi burungnya di kontrakan. Dirinya langsung berprasangka kediamannya telah disantroni maling, dan yang raib cuma burungnya. Mulai dari kejadian itu, kekagumannya pada makhluk berkicau ini semakin bertambah. “Pencuri saja bisa tertarik dan nekat demi seekor Jalak Suren,” pikirnya. Akhirnya, Didi mencari pengganti burungnya yang hilang.
Setelah bekerja di BRINS, Didi mengaku tetap tidak dapat lepas dari hobinya tersebut. Bahkan saat ditugaskan di beberapa kantor cabang di tanah air seperti di Pekan Baru, Medan, atau Denpasar, dia tetap memelihara burung yang dianggapnya partner itu. Bahkan saat bertugas di kantor cabang Medan, dirinya mengaku memiliki tujuh ekor burung berkicau. Salah satunya jenis Cucak Rowo yang menjadi burung kesayangannya. Begitu juga saat bertugas di Denpasar, Didi lebih menyukai dua jenis burung, yaitu Anis Merah dan Anis Kembang. “Saya selalu memelihara burung di setiap penugasan di kantor cabang. Tapi saya tidak memboyong, melainkan beli di tempat itu. Yang jelas tidak bisa sunyi dari suara burung. Saya paling menyukai burung yang ocehannya lantang,” tambahnya.
Soal biaya pemilikan dan perawatan burung-burung yang disukai, Didi tidak pernah menghitung-hitung uang yang telah dikeluarkan. Baginya jika memang telah senang dengan hobi yang dimiliki, tidak ada lagi cerita besaran biaya, semua pasti murah. Hanya saja bagi sebagian burung, yang kesulitan mengaturnya itu adalah masalah waktu. Karena ada beberapa jenis burung butuh makanan yang aneh aneh seperti kroto atau jangkrik. “Sementara, untuk mendapatkan pakan burung jenis ini, harus menyediakan waktu khusus ke pasar burung. Tapi kalau sejenis Kenari, cukup diberi sayuran dan biji-bijian saja,” akunya.
Karena kesibukannya yang semakin hari semakin padat, Didi mengaku saat ini di rumah hanya memiliki ‘kesayangan’ tiga burung saja, yaitu Blacktroath, Kenari, dan Tledekan Gunung. Pria yang tergabung dalam komunitas Birds Lover Executive Club (BLEC) ini merasa tidak nyaman jika berani memelihara banyak jenis burung, namun tidak diperhatikan dengan baik.
Baginya memelihara burung itu tidak saja menikmati suaranya, namun juga harus mau merawat dan tidak lalai memenuhi kebutuhannya. “Saya sangat suka memberi makan burung dari telapak tangan sembari sesekali mendengar burungnya berkicau saat diberi makan. Namun bukan itu saja yang harus dinikmati, harus diperhatikan juga kebersihannya. Harus dimandikan dengan rutin,” tandasnya.
Soal merawat binatang peliharaan ini, Head of Pension Business BTPN Vincentius Hidayat sepakat bahwa terhadap makhluk hidup itu jangan kesenangannya saja yang diambil, tapi juga harus suka membersihkannya. Pria yang biasa dipanggil Vincent ini mengatakan bahwa peliharaan itu jangan cuma sekadar disukai, tapi harus juga dicintai. Kalau maunya memiliki tapi tidak memperhatikan, akhirnya jadi menganiaya burung piaraannya.
Kalau mau memelihara burung, jangan karena senang mendengar ocehannya yang hanya didengar satu atau dua jam saja sehari. Karena burung itu hidupnya bergantung kepada Firmanpemiliknya selama 24 jam per hari. “Antara mendegarkannya berkicau dan merawat burung itu, lebih lama merawatnya. Jadi kalau hobi mendengar kicauan burung, harus hobi juga memperhatikannya,” kata pria yang sudah 30 tahun lebih memelihara berbagai macam burung ini pada Media Asuransi beberapa waktu lalu.
Berbicara tentang hobi, Vincent berpendapat bahwa setiap manusia itu dianugerahi suatu naluri yang cenderung menyukai suatu obyek. Seperti burung ini, lanjutnya, jika memang sudah kadung cinta, pasti ada saatnya di sela pekerjaanpun, pikiran seseorang bisa terbang melayang, membayangkan apa yang dilakukan saat itu oleh binatang yang menjadi kesayangannya itu.
Burung-burung peliharaaan terkadang menumbuhkan kerinduan. Bahkan untuk mengantisipasi kerinduan itu, Vincent sengaja memasang CCTV di rumahnya yang diarahkan pada binatang itu, untuk bisa dipantau setiap waktu. “Di rumah juga ada ikan, anjing, dan beberapa jenis tanaman yang saya pelihara. Dengan CCTV itu, saya bisa memonitor setiap saat. Tentu jika ada waktu luang di kantor,” ungkap pria yang juga tergabung di komunitas BLEC ini.
Kesukaannya dengan makhluk bersayap ini, tidak lebih karena suaranya dapat membuat suasana rumah menjadi nyaman. Suara ocehan burung peliharaan diantara gemercik suara air mancur, seolah membuatnya berada di alam kedamaian. Memiliki hobi memelihara burung, dimulai dari kesukaannya mendengar ocehan burung kicau. Namun lama kelamaan, Vincent juga menyukai burung jenis paruh bengkok. Dia juga memiliki jenis burung African Grey yang diklaim sebagai burung terpintar di dunia.
Di rumahnya, ada jenis burung paruh bengkok 20 ekor, diantaranya delapan ekor African Grey, ada San Conure dari Amerika Selatan, dan Bu Rosella dari Australia. Selain itu beberapa jenis burung kicau seperti Kenari dan Cucak Hijau.
Saat ditanya kisaran harga dari burung-burung piarannya ini, Vincent menjawab, untuk jenis burung paruh bengkok impor itu bervariasi, rata-rata harganya sekitar Rp12-17 jutaan per ekor. Bagi dia, hal yang disukai dari jenis burung paruh bengkok ini adalah feeling binatang ini terhadap tuannya sangat tinggi. Bahkan saat dirinya pulang dari kantor, burung-burung ini seolah memiliki sinyal sendiri, hingga menunjukkan respons mengeluarkan suara-suara khasnya.
Setiap pagi menjelang kerja, dirinya sengaja menghabiskan tidak kurang dari setengah jam waktunya bersama burung-burung peliharaannya. “Kalau malam, bisa sampai tengah malam. Apalagi hari Sabtu-Minggu. Sering sekali full day mengurusinya. Kalaupun bepergian, saya usahakan pulang hari. Saya tidak menargetkan sampai kapan mencintai burung-burung ini,” katanya.
Lebih jauh, Vincent juga menyatakan keinginannya suatu saat untuk menjadi peternak burung. Dia membayangkan suatu saat akan fokus mengurus dan menikmati waktu sehari-hari menikmati kepintaran burung-burungnya. “Keinginan saya sebetulnya, jika memiliki waktu banyak, ingin menjadi breeder. Karena beternak burung ini tidak gampang. Ada kebanggaan di luar aspek finansial kalau bisa dan berhasil melakukan itu. Di Indonesia tidak banyak yang sukses menjadi breeder ini,”tandasnya. B.Firman
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News