1
1

Masalah Ini Bikin Jokowi Sulit Tidur

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. | Foto: Doc

Media Asuransi, JAKARTA – Dari Wall Street hingga lantai bursa Asia, isu resesi menjadi topik hangat. Semua lembaga internasional telah memberikan peringatan keras soal badai resesi yang akan menghampiri di akhir tahun hingga tahun depan.

Managing Director IMF Kristalina Georgieva menyatakan bahwa risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan terus meningkat. Ia mengatakan prospek ekonomi global ‘gelap’ mengingat guncangan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, serangan Rusia ke Ukraina, dan bencana iklim di semua benua. Hal itu bisa menjadi lebih buruk.

Baca juga: Manulife Perkuat Tenaga Pemasar untuk Tingkatkan Penetrasi Proteksi

“Kami mengalami perubahan mendasar dalam ekonomi global, dari dunia yang relatif mudah diprediksi … ke dunia dengan lebih banyak kerapuhan – ketidakpastian yang lebih besar, volatilitas ekonomi yang lebih tinggi, konfrontasi geopolitik, dan bencana alam yang lebih sering dan menghancurkan,” katanya dalam pidato di Universitas Georgetown dikutip Reuters, Minggu (9/10/2022).

Georgieva mengatakan tatanan lama, yang ditandai dengan kepatuhan pada aturan global, suku bunga rendah dan inflasi rendah, berisiko bagi negara mana pun.

Negara-negara tersebut bisa terlempar keluar jalur dengan lebih mudah dan lebih sering. Semua ekonomi terbesar di dunia – Eropa, China, dan Amerika Serikat – sekarang melambat, yang mengurangi permintaan ekspor dari negara-negara berkembang, yang sudah terpukul keras oleh harga pangan dan energi yang tinggi.

Baca juga: IHSG Berpeluang Rebound, Cermati 4 Saham Ini

Adapun, resesi akan berdampak pada tingkat pengangguran yang semakin tinggi tetapi tingkat inflasi rendah. Sebab, ketika banyak warga yang menganggur, konsumsi rumah tangga akan menurun dan demand pull inflation pun rendah.

Memang, sejauh ini pasar tenaga kerja masih terlihat kuat. Bahkan di beberapa negara seperti Australia justru mengalami kelangkaan tenaga kerja.

Stagflasi lebih sulit “disembuhkan” ketimbang resesi. Sebab, para pembuat kebijakan harus bisa menyeimbangkan antara inflasi dan pasar tenaga kerja.

Ketika inflasi tinggi, maka suku bunga akan dikerek naik. Namun hal ini membawa risiko yakni pasar tenaga akan melemah dan tingkat pengangguran meningkat.

Sebaliknya, saat tingkat pengangguran tinggi, yang dibutuhkan adalah suku bunga rendah. Tetapi resikonya inflasi akan meningkat.

“Yang menarik, obat stagflasi paling mujarab adalah resesi. Satu-satunya obat untuk stagflasi adalah resesi,” kata Ekonom Senior di Peterson Institute for International Economics, David Wilcox, awal Juni lalu, sebagaimana dilansir The Washington Post, Sabtu (8/10/2022).

Ketika resesi terjadi, permintaan pun akan melambat dan perlahan-lahan menurunkan inflasi. Negara-negara Barat kini menjadi yang paling berisiko mengalami stagflasi. Inflasi di Amerika Serikat (AS) dan Inggris berada di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Sedangkan di Zona Euro, yang terdiri dari 19 negara, inflasi bahkan mencatat rekor tertinggi sepanjang masa. Inflasi yang tinggi juga melanda belahan bumi lainnya. Australia misalnya, kemudian Singapura.

Indonesia memiliki posisi yang cenderung aman mengingat keterikatannya pada rantai pasok dunia yang minim. Namun, Presiden Joko Widodo atau Jokowi berulang kali mengatakan kondisi ekonomi dunia makin tidak pasti. Jokowi sudah mewanti-wanti bahwa kondisi dunia dalam ‘awan gelap’ dan akan ada badai besar yang akan menghadang.

“Hati-hati ketidakpastian ini, mengenai ketidakpastian ini, dan tiap hari kita selalu diingatkan dan kalau kita baca baik di media sosial di media cetak, di media online semuanya mengenai resesi global, tahun ini sulit dan tahun depan sekali lagi saya sampaikan akan gelap, dan kita tidak tahu badai besarnya seperti apa sekuat apa tidak bisa dikalkulasi,” kata Jokowi saat Pengarahan Presiden kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pangdam dan Kapolda di JCC, Jakarta, dikutip (10/10/2022).

Perlu dicatat, Presiden menyampaikan arahan ini berdasarkan data yang diterimanya. Jokowi mengaku sering membaca data setiap hari. “Ini angka-angka ini yang tiap pagi masuk ke saya. Saya enggak pernah sarapan. Sarapannya angka-angka,’ kata Jokowi,” ungkapnya.

Indonesia sendiri diyakini dapat terhindar dari resesi ekonomi yang saat ini menghantui negara maju, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris dan Eropa. Aha

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Manulife Perkuat Tenaga Pemasar untuk Tingkatkan Penetrasi Proteksi
Next Post New York Umumkan Keadaan Darurat, Harus Rogoh Rp 15 Triliun

Member Login

or